Ngobrol Seru: Waspada Pelecehan Seksual di Transportasi Umum! pada Rabu (9/6/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Pada dasarnya orang itu kan cara meresponnya berbeda-beda dan kemampuan orang untuk keluar dari situasi yang tadi ku sebut tonic immobility itu berbeda, ada dia gak lama banget, sampai dengan besoknya atau sekian jam, sekian menit atau bisa langsung menguasai dirinya sendiri dan bisa buru-buru cari bantuan. Tapi kalau dari kami bisa menyarankan P3K nya itu minimal ada beberapa langkah yang pertama, jika mengalami kekerasan seksual segera tinggalkan lokasi, jadi walaupun misalnya masih berapa stasiun lagi buru-buru keluar di stasiun itu, segera tinggalkan lokasi dan pelaku secepat mungkin. Kedua cari tempat yang ramai dan terang, biasanya kalau kita turun di lokasi yang ramai dan terang pelaku juga kemudian nggak berani untuk mengikuti kita, lebih lanjut yang ketiga segera hubungi orang dewasa yang kita percayai siapapun gak harus keluarga tapi yang penting orang dewasa yang kita kenal dan kita percaya.
Kenapa ini jadi penting untuk buru-buru mengurangi efek traumanya dengan bercerita karena kita perlu bantuan ini kadang kita situasinya tonic immobility, kita sendiri tidak bisa mikir kita harus ngapain jadi kita butuh bantuan ngomong sama manusia lain untuk cari saran kira-kira langkah terbaiknya seperti apa. Nah kalau mau melaporkan itu adalah opsional karena gak semua orang juga berani atau punya waktu apalagi misalnya KRL, kebayang dia dalam keadaan buru-buru pengen ke kantor atau ke sekolah ya sehingga kalau dia melaporkan mungkin ada sebagian orang yang berpikir ini akan ngabisin waktu, sementara saya harus ke kantor, yang penting adalah prinsip utamanya selamatkan diri kita sendiri, gak melaporkan itu adalah opsi, tetapi kalau tidak mau dilakukan gak masalah yang penting kita prinsip utamanya memastikan keselamatan diri kita sendiri.
Itu pun juga yang menjadi prinsip bagi orang yang melihat terjadinya kekerasan, sebelum membantu orang lain kita perlu memastikan kita ya selamat dulu jangan sampai dalam upaya kita berusaha menyelamatkan orang lain malah kita yang jadi gak selamat korbannya jadi dua, itu yang perlu dipastikan. Juga yang paling penting di massa digital ini, bagi siapapun yang melakukan atau mengalami kekerasan dan menjadi korban hal yang harus kita ingat banget adalah hindari untuk mempostingnya di media sosial, kenapa? Satu kita nggak pernah tahu cerita kita akan dipakai orang lain untuk apa yang pertama itu, yang kedua kalau kita menyembunyikan identitas-identitas data pribadi orang lain kita kemudian berpeluang untuk dilaporkan balik dengan UU ITE, yang artinya masalah kita tidak selesai, masalah baru kemudian akan datang lagi. Jadi biasanya kalau apalagi berbicara dengan anak muda tips pertamanya banget adalah hindari dari posting di media sosial kalau mau berkonsultasi sama orang yang memang punya pengalaman dipendampingan atau setidaknya tadi orang dewasa yang kita percayai biar bisa ngobrol dulu kira-kira yang aman dan nyaman itu harus ngapain. Jangan prinsipnya viral, dibiarin viral supaya menyelesaikan solusi, padahal viral sering kali menimbulkan masalah baru itu yang perlu kita jadikan prinsip juga.
Tadi juga merespons Tadi Mbak Anne bilang bahwa korban itu bukan cuma perempuan saja tapi ada laki-laki juga itu yang juga perlu jadi konsen kita mengatasi orang tidak banyak melapor buat korban perempuan aja itu sudah sulit apalagi buat korban laki-laki dengan kita budaya patriarki yang menganggap laki-laki harus lebih kuat dari perempuan saat ada laki-laki yang menjadi korban dan melaporkannya jadi korban victim blaming ke dia kenceng di bagian “Oh kamu kan laki-laki harusnya kamu gak mungkin jadi korban, harusnya kamu melawan” kemudian ada victim blaming yang dialami oleh laki-laki laki dan itu juga yang menjadi consern kenapa orang-orang nggak melapor dan kitapun sebagai yang mengalami cenderung bungkam karena ada hal-hal seperti itu.
Nah terus tadi mau menyambung juga sedikit yang disebut mbak Anne, kan orang berpikirnya “loh kan sudah ada gerbang perempuan kenapa sih kita harus tetap ngomongin soal kampanye, kenapa kita harus ngasih edukasi ke public. Orang seringkali “Oh gerbong perempuan itu sudah solusi paling tokcer di abad ini”, kita perlu melihat bahwa seperti yang bilang gerbong perempuan ini adalah inisiatif yang baik, awalan yang baik, bisa dikatakan sebagai affirmative action untuk membuat adanya ruang-ruang aman bagi pihak yang selama ini sering kali menjadi korban atau target dari kekerasan seksual yakni perempuan, tapi kita perlu diingat juga bahwa ini adalah inisiatif yang baik tidak bisa berhenti di situ, ini adalah awalan dan perlu dilanjutkan dengan langkah-langkah yang lain dan ada catatannya juga gerbong perempuan kenapa masih belum bisa dianggap sebagai solusi terakhir, karena korbannya bukan cuma perempuan, laki-laki juga ada, bagaimana supaya korban-korban ini laki-laki yang menjadi korban tidak kemudian menjadi korban lagi dan yang kedua gerbong perempuan ini juga di satu sisi dia paradoks karena melahirkan victim blaming baru, di mana misalnya kalau perempuan mengalami pelecehan saat dia di gerbong gabungan disalahin “Kamu sendiri di gerbongnya campuran, bukan di gerbang perempuan” padahal harusnya kalau atau di gerbong perempuan jadi satu sisi memberikan langkah untuk menciptakan ruang aman dan nyaman tetapi di sisi yang lain, selama masih ada gerbong atau transportasi khusus perempuan itu masih menjadi indikator belum amannya transportasi itu.
Makanya perlu dilanjutkan lagi langkah-langkah lainnya misalnya memperbaiki bagaimana pelaporannya terus pelatihan peningkatan kapasitas, enggak semua orang itu merasa bahwa “Oh kekerasan seksual ini musuh bersama loh, kita perlu memastikan bahwa transportasi ini bersih dari kekerasan seksual dan mekanismenya kalau ada pelaporan itu benar-benar jelas dan membantu korban.
Jangan takut melaporkan kasus kekerasan pada perempuan seperti pelecehan seksual hingga pemerkosaan, agar pelaku jera. Buat kamu yang menjadi saksi, kamu bisa membantu korban dengan melaporkan ke beberapa kontak di bawah ini:
Call Center Komnas Perempuan: (021) 3903963 atau (021) 80605399
Layanan pengaduan masyarakat Kemenpppa: 082125751234 (situs Kemenpppa.go.id)
LBH Apik: (021) 87797289 dan 081388822669.