WANSUS Kadisbud DKI: Budaya Betawi Jadi Wajah Jakarta Kota Global

- Pemprov DKI Jakarta berkomitmen memastikan budaya Betawi tetap relevan melalui kerja sama dengan hotel berbintang, sanggar seni, dan penguatan edukasi budaya di sekolah.
- Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menggandeng hotel bintang lima, Pelindo, dan bandara untuk menampilkan ikon-ikon budaya Betawi di ruang publik dan tempat strategis lainnya.
- Pemprov DKI Jakarta berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan, media sosial, dan kegiatan seperti tur museum untuk mengenalkan dan melestarikan budaya Betawi kepada anak-anak muda.
- Kerja sama dengan hotel bintang lima untuk mempertahankan budaya Betawi di tengah transformasi Jakarta.
- Upaya lain menggandeng Pelindo, bandara, dan menempatkan ikon-ikon budaya Betawi di tempat orang baru datang.
- Dinas Kebudayaan DKI Jakarta memiliki langkah strategis dalam melestarikan budaya Betawi di tengah arus modernisasi dan urbanisasi.
Jakarta, IDN Times – Perubahan status Jakarta dari ibu kota negara menjadi kota global, membawa tantangan baru dalam menjaga identitas budaya di tengah arus modernisasi dan urbanisasi. Di balik hiruk pikuk pembangunan, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan berkomitmen untuk memastikan bahwa budaya Betawi tetap hidup dan relevan bagi masyarakat, terutama generasi muda.
Dalam upaya melestarikan kekayaan budaya lokal, berbagai program strategis diluncurkan. Mulai dari kerja sama dengan hotel-hotel berbintang, pelibatan sanggar seni di ruang publik, hingga penguatan edukasi budaya di sekolah-sekolah. Langkah-langkah ini tidak hanya bertujuan untuk mempertahankan warisan budaya, tetapi juga menjadikan budaya sebagai wajah utama Jakarta di mata dunia.
Untuk menggali lebih jauh soal arah kebijakan dan strategi pelestarian budaya Betawi di era Jakarta pasca-ibu kota, IDN Times berbincang langsung dengan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Mochamad Miftahulloh Tamary, belum lama ini. Berikut penjelasannya.
1. Apakah kerja sama dengan hotel-hotel bintang lima ini menjadi langkah untuk mempertahankan budaya Betawi di tengah transformasi Jakarta?

Betul. Itu tujuannya. Implementasinya selain dengan sanggar, mungkin ada adat lain yang juga ditampilkan di hotel-hotel yang bekerja sama. Ya tentunya sanggar-sanggar ini bukan hanya sanggar Betawi ya, tetapi sanggar yang ada di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Bukan hanya Betawi, tapi DKI Jakarta itu merupakan melting pot-nya seluruh kebudayaan. Jadi sekali lagi, bukan hanya untuk tarian dan lain sebagainya, tapi kita juga ke depan berharap dengan perjanjian kerja sama ini, hotel-hotel bisa memberdayakan UMKM seperti makanan khas Betawi ataupun daerah lainnya.
2. Selain menggandeng hotel bintang lima, apakah ada upaya lain?
Kita juga ada Pelindo, dan kita bekerja sama dengan bandara, di mana kita akan menempatkan ikon-ikon budaya Betawi di tempat orang baru datang. Pelindo tempat pertama orang melihat ketika tiba. Kalau di daerah lain terasa banget nuansa lokalnya. Nah, kita ingin seperti itu ke depannya.
Tentunya, Pemprov DKI Jakarta berusaha keras supaya pihak ketiga bisa menerima budaya Betawi untuk dimasukkan ke ruang-ruang mereka. Kami juga sudah mengumpulkan lagu-lagu khas Betawi yang akan disebar ke seluruh hotel, bandara, Pelindo, dan lainnya, supaya bisa diperdengarkan di ruang publik.
3. Apa langkah strategis dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dalam melestarikan budaya Betawi di tengah arus modernisasi dan urbanisasi Jakarta?
Kita punya perda, pergub yang disusun untuk melestarikan budaya Betawi. Dan sekarang ini, di tengah urbanisasi dan sebagainya, memang banyak sanggar yang jumlahnya makin berkurang. Tapi kami dari Dinas Kebudayaan terus membina mereka agar lebih baik, bisa tampil di ruang publik, hotel, dan acara-acara kenegaraan.
Seperti semalam saat Presiden Prancis hadir, budaya yang ditampilkan adalah budaya Betawi, dan itu dari sanggar binaan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
4. Budaya luar seperti K-pop yang digemari Gen Z dan Alpha, bagaimana upaya Pemprov DKI untuk menggait?

Kami berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Kita sedang merancang agar budaya Betawi masuk dalam muatan lokal di sekolah-sekolah. Supaya anak-anak tahu dulu bahwa ada budaya Jakarta yang harus dikenali. Kita juga mencoba memasukkan tari, pencak silat, permainan tradisional ke dalam pelajaran lokal.
Yang kedua, kita juga promosikan budaya Betawi melalui media sosial dan kegiatan seperti tur museum, pertunjukan wayang, dan lainnya. Kita ingin anak-anak muda yang aktif di gadget tertarik, melihat, penasaran, lalu mencoba dan menyukai budaya Betawi. Kita juga kerja sama dengan Dishub dan Disdik untuk program kunjungan museum secara gratis bagi anak sekolah.
Tantangan utamanya adalah makin sedikitnya sanggar dan pelaku seni. Untuk pengajar juga makin sedikit. Misalnya, pengajar Rebana Ketimpring (rebana khas Betawi) tinggal dua orang saja, dan itu pun sudah tua. Kami berusaha agar sanggar-sanggar tetap bertahan. Kami tampilkan mereka di acara resmi, di ruang publik agar bisa terus berkontribusi.
Dan itu memang tantangan kami. Kurangnya minat anak muda juga menjadi PR kita bersama, tidak hanya Pemprov DKI, tapi juga masyarakat.
5. Tantangan terbesarnya apa sih, Pak?
Tantangan utamanya adalah makin sedikitnya sanggar dan pelaku seni. Untuk pengajar juga makin sedikit. Misalnya, pengajar Raebana Ketimpring (Rebana khas Betawi) tinggal dua orang saja, dan itu pun sudah tua. Kami berusaha agar sanggar-sanggar tetap bertahan. Kami tampilkan mereka di acara resmi, di ruang publik agar bisa terus berkontribusi.
6. Terkait dengan tur museum, saat ini masih dibuka weekend sampai pukul 20.00 WIB. Apakah nantinya akan diperpanjang?
Saat ini masih weekend ya, sampai jam 20.00 WIB. Kita uji coba dulu, apakah memungkinkan weekday juga dibuka sampai malam. Karena banyak faktor yang perlu dikaji.
Pak Gubernur juga menyampaikan ada usulan perpustakaan 24 jam, tapi itu belum bisa. Kita harus lihat sumber daya dan fasilitas dulu. Tingkat kunjungan saat ini cukup tinggi di weekend.
7. Ada pesan untuk anak-anak muda di tengah banjir budaya luar?
Untuk anak-anak muda, mari kita cintai budaya negeri kita, khususnya Jakarta. Karena dengan budaya kita akan menjadi bangsa yang kuat. Adik-adik akan menjadi generasi hebat untuk Indonesia Emas 2045. Tanpa budaya, tidak akan bisa. Kenali, cintai, dan lestarikan budaya Indonesia, khususnya Betawi.