Jakarta, IDN Times - Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta berujung dengan fakta bahwa aktor di belakangnya adalah seorang siswa sekolah tersebut. FH melakukan tindak peledakan dan kini berstatus anak berhadapan dengan hukum (ABH).
Dinamika yang lahir di kepala remaja Indonesia saat ini menjadi pengingat bagaimana dan ke mana nantinya generasi ke depan akan bertumbuh. Kejadian ini juga jadi pemantik setiap orang, bahwa generasi kita butuh sentuhan dan penanganan lebih kuat untuk bisa mengahapi dunia yang semakin dinamis dan berubah. Ikat pinggang pemerintah, orang tua, guru, dan lingkungan harus dikencangkan mengantisipai berbagai kondisi dan dinamika generasi masa depan bangsa.
Tidak sedikit narasi yang muncul menceritakan bahwa FH mengalami perundungan dan diduga tak ditanggapi oleh sekolah. Namun, celah kekerasan yang dilakukan juga tak bisa dibenarkan.
Ketua Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah saat ditemui di kantornya Selasa pekan lalu, menegaskan perlunya penguatan pengawasan dan sistem penanganan perundungan di sekolah menyusul kembali mencuatnya kasus kekerasan antarpelajar. Ia menilai satuan pendidikan belum memberikan atensi yang memadai terhadap dinamika perilaku dan keseharian peserta didik.
"Tapi memang betul seharusnya, satuan pendidikan sekolah itu punya atensi. Meski ini kan terjadi banyak pertanyaan, misalnya, kok bisa lolos dari pengawasan, bawaan-bawaan itu, berarti kalau mengacu dari situasi ini, berarti lain waktu, dengan dasar dari kejadian ini, kalau ada anak-anak yang datang ke sekolah dengan barang bawaan yang tidak pada umumnya, berarti tidak bisa didiamkan, mesti dicek, kecuali mungkin dia mau penampilan tertentu, atau mau ada acara tertentu, yang memang harus bawa barang banyak, barang ganti misalnya, oke itu ya," kata dia kepada IDN Times, dikutip Rabu (19/11/2025).
