Wawancara khusus Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka di acara Real Talk with Uni Lubis di Mangkunegaran, Surakarta, Kamis (16/3/2023). (IDN Times/Reynaldy Wiranata & Gilang Pandutanaya)
Sebelumnya, MK menggelar agenda pemeriksaan persidangan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya yang mengatur soal batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Adapun gugatan itu merupakan sidang pemeriksaan perkara nomor 29, 51, dan 55/PUU-XXI/2023 terkait Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam agenda pemeriksaan, MK mendengarkan keterangan dari sejumlah pihak terkait, dalam hal ini DPR RI dan Presiden.
Pihak DPR yang diwakili Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menyampaikan pandangan terhadap gugatan batas usia capres dan cawapres tersebut.
Senada dengan pandangan Presiden yang diwakili Menkumham, Yasonna H Laoly dan Mendagri, Tito Karnavian, Habiburokhman menyinggung soal putusan MK sebelumnya, yakni nomor perkara 58/PUU-XVII/2019.
Putusan itu mengatakan, batasan usia capres dan cawapres merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang jadi ranah pembentuk undang-undang.
Habiburokhman menegaskan, perubahan dinamika ketatanegaraan perlu dipahami oleh capres sebagai calon penguasa tertinggi suatu negara. Oleh sebab itu yang bersangkutan perlu memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Dia lantas memperkuat pandangannya dengan mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang masyarakat Indonesia yang didominasi usia produktif pada 2045.
Pihaknya menyimpulkan, penduduk usia produktif akan sangat berperan dalam beberapa tahun mendatang. Termasuk mencalonkan diri sebagai calon pemimpin.
"Oleh sebab itu, penduduk usia produktif dapat berperan serta dalam pembangunan nasional di antaranya untuk mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres," kata dia di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2023).