Jakarta, IDN Times - Selama 10 tahun menjabat, kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo jadi sorotan publik karena dianggap melanggengkan fenomena dinasti politik.
Jokowi bak seorang raja, sebagaimana julukan yang disematkan oleh Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu dianggap berhasil mewariskan kekuasaan untuk keluarganya.
Sejumlah media asing menyoroti perjalanan Jokowi dengan narasi membangun dinasti di negara demokrasi. Mereka menyebut Jokowi justru sibuk memberi karpet merah untuk anak-anaknya di akhir jabatan jilid keduanya.
South China Morning Post (SCMP) salah satu media yang memberitakan tentang hal ini. Mereka mengulas bagaimana pada awal mula pemerintahannya, Jokowi hadir didukung masyarakat hingga menjadi sosok yang tampil dalam sampul majalah Time dengan judul "New Hope" atau “Harapan Baru”.
Jauh sebelum usaha Jokowi melenggangkan kekuasaan lewat Revisi UU Pilkada, New York Times juga sempat menyoroti upaya Jokowi membangun dinastinya. Koran Amerika Serikat itu menulis judul "For Indonesia's President, a Term Is Ending, but a Dynasty Is Beginning" yang terbit pada 7 Januari 2024.
New York Times membahas putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024 berpasangan dengan calon presiden Prabowo Subianto. Gibran diduga “dikawal” Jokowi maju Pemilu 2024 setelah Mahkamah Konstitusi yang dipimpin pamannya, Anwar Usman, mengubah batas usia minimal seseorang untuk menjadi capres atau cawapres.
Hubungan pernikahan Anwar Usman dengan adik Jokowi, yaitu Idayati, pada 2020 menuai sorotan karena dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan. Anwar pun sempat didesak untuk mundur dari MK.
New York Times juga menyinggung pernyataan Gibran sebelum keputusan MK yang merasa dirinya belum layak karena belum sampai tiga tahun menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Sementara itu, The Conversation pun ikut menyoroti kemunduran demokrasi selama sepuluh tahun Indonesia di tangan Jokowi. Hal itu ditandai dengan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga MK. Padahal kedua lembaga pengawas utama pemerintah itu adalah untuk mewujudkan demokratisasi di Indonesia setelah jatuhnya kepemimpinan Suharto pada 1998.
Hal itu diulas dalam artikel berjudul "Jokowi wants to build a political dynasty in Indonesia. A once-pliant court and angry public are standing in the way" yang terbit pada 27 Agustus 2024.