Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Waspada, Ada Tiga Siklon Kepung Indonesia, Begini Dampaknya
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Teuku Faisal Fathani (dok. BMKG)

Intinya sih...

  • BMKG koordinasi dengan badan meteorologi negara lain

  • BMKG perkirakan puncak musim hujan di Indonesia terjadi pada Januari

  • BMKG laporkan sudah pasang 10 ribu pemantauan gempa

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Teuku Faisal Fathani mengungkapkan, wilayah Indonesia sedang dikelilingi tiga fenomena atmosfer sekaligus. Ketiga fenomena tersebut, yakni Siklon Bakung serta dua bibit siklon, yakni 93S dan 95S.

“Saat ini ada tiga siklon yang mengepung Indonesia, Bapak Presiden. Yang pertama, Siklon Bakung,” ujar Faisaldalam dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

Berdasarkan analisis BMKG, posisi Siklon Bakung berada di barat daya Lampung dan cenderung bergerak menjauh. Meski demikian, intensitasnya justru mengalami peningkatan dari kategori 1 menjadi kategori 2.

Faisal membandingkan situasi ini dengan siklon tropis Senyar sebelumnya yang hanya berkategori 1, namun mampu memicu cuaca ekstrem di Sumatera. Pemantauan intensif juga dilakukan terhadap pergerakan siklon ini karena sempat menunjukkan lonjakan kekuatan yang signifikan beberapa hari sebelumnya.

“Bahkan sempat tercatat pada 14 Desember dia (siklon Bakung) masuk ke kategori 3, dengan kecepatan angin mencapai 65 knot. Ini sangat berbahaya, tapi turun lagi ke kategori 2, dan sekarang harapannya sudah mendekat ke kategori 1,” ucapnya.

Selain Siklon Bakung, BMKG mendeteksi keberadaan bibit siklon 93S di sekitar Jawa Timur, Bali, hingga Nusa Tenggara, serta bibit siklon 95S di selatan Papua. Kombinasi ketiga siklon ini berpotensi memicu lonjakan curah hujan dan gelombang laut yang tinggi di perairan sekitarnya.

1. BMKG koordinasi dengan badan meteorologi negara lain

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Teuku Faisal Fathani (dok. BMKG)

Sebagai antisipasi, Indonesia yang telah ditunjuk Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) sebagai Tropical Cyclone Warning Center terus berkoordinasi dengan otoritas meteorologi India, Jepang, dan Australia.

Faisal menekankan, pentingnya pengawasan ketat selama beberapa hari ke depan untuk memastikan pergerakan angin ini tidak kembali mendekat ke wilayah daratan.

“Kami akan pantau terus dinamikanya, harapannya tidak masuk hingga mendekat lagi yang akan memengaruhi curah hujan,” ucap dia.

2. BMKG perkirakan puncak musim hujan di Indonesia terjadi pada Januari

Ilustrasi hujan (IDN Times/Putra Bali Mula)

Di sisi lain, BMKG memperkirakan puncak musim hujan akan terjadi pada periode Januari hingga Februari 2026, khususnya di Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan Sumatera bagian selatan. Untuk meminimalisir risiko bencana hidrometeorologi, BMKG menerapkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) di enam lokasi strategis, termasuk Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Teknologi ini dirancang untuk menghalau atau menjatuhkan awan hujan sebelum mencapai area padat penduduk atau wilayah rawan banjir.

"Operasi modifikasi cuaca kita lakukan untuk mencegah awan-awan hujan mendekati daratan Indonesia. Jadi kalau dia mendekat, nanti awan hujan itu kita semai dengan bahan semai dari NaCl agar dia jatuh di tempat-tempat seperti di perairan, atau di laut, atau di tempat yang tidak berbahaya. Atau kalau sudah sampai di atas Jakarta, itu kita tebarkan kapur tohor atau CaO, supaya dia terpecah dan tidak terjadi hujan," ujar Faisal.

Metode penyemaian awan ini disebut efektif dalam menurunkan intensitas hujan di area target hingga 50 persen. Upaya ini menjadi bagian vital dalam manajemen risiko bencana akibat anomali cuaca.

"Jadi ini membantu untuk mengendalikan atau memitigasi bencana-bencana meteorologi yang mungkin diakibatkan oleh cuaca ekstrem," kata dia.

3. BMKG laporkan sudah pasang 10 ribu pemantauan gempa

Ilustrasi gempa. (IDN Times/Arief Rahmat)

Faisal menyampaikan, BMKG telah mengoperasikan jaringan yang terdiri dari stasiun pengamatan di 191 daerah. Fasilitas ini didukung oleh ribuan sensor canggih untuk mendeteksi berbagai fenomena alam, mulai dari aktivitas seismik hingga petir. Data 2025 menunjukkan tingginya aktivitas kegempaan di tanah air, dengan puluhan di antaranya bersifat merusak.

“Ini terpantau di UPT-UPT BMKG, stasiun-stasiun yang tersebar di 191 daerah di Indonesia, dengan 10 ribu lebih alat yang memantau kondisi cuaca serta gempa dan tsunami,” ucap dia.

BMKG juga terus mengembangkan sistem Prakiraan Berbasis Dampak atau Impact-Based Forecast (IBF). Sistem ini tidak hanya memberikan informasi cuaca, tetapi juga rekomendasi tindakan yang perlu diambil oleh masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mengurangi risiko.

"Kami sudah bekerja sama dengan BNPB, BPBD, serta Basarnas. Untuk masyarakat, tetap tenang selama kita dapat memantau kondisi dan selalu bersiap untuk curah hujan tinggi dan gelombang tinggi," pungkasnya.

Editorial Team