Jakarta, IDN Times - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memvonis Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar melanggar etik terkait kasus jual beli perkara yang menyeret Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Akibat perbuatannya, Lili dihukum potong gaji selama satu tahun.
Jauh sebelum ada vonis dari Dewas KPK ini, IDN Times berkesempatan melakukan wawancara khusus dengan Lili Pintauli Siregar pada Senin 23 September 2019 di sebuah rumah makan di area Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.
Kepada IDN Times, Lili mengatakan tidak menyangka namanya akan lolos masuk lima besar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023. Ketika proses voting dilakukan di ruang rapat Komisi III DPR, Jumat (13/9) dini hari lalu, ia mengaku tengah terbaring di kamarnya untuk beristirahat.
Lili berusaha mati-matian agar tak mengulangi kegagalannya dalam proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK pada 2015 lalu. Empat tahun lalu, namanya hanya lolos hingga di tahap administrasi. Di tahap kedua, namanya sudah tidak ada di dalam daftar. Akibat usaha yang maksimal itu, Lili sempat jatuh sakit.
"Kondisi saya drop. Jadi, usai saya digrill empat jam (di ruang rapat Komisi III), saya jatuh sakit, lalu langsung berobat dan istirahat di rumah," cerita Lili secara eksklusif kepada IDN Times , Senin 23 September lalu di sebuah rumah makan di area Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.
Sang suami kemudian membangunkannya agar ikut memantau jalannya proses voting. Ketika namanya diumumkan berhasil meraih 44 suara, perempuan yang pernah menjadi komisioner LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) sebanyak dua kali itu sempat tercenung. Bagaimana mungkin ia bisa meraih suara yang begitu tinggi, sedangkan ia tak kenal baik satu pun anggota Komisi III DPR.
"Coba saja kau tanya di parlemen, siapa coba yang kenal Lili Pintauli," tuturnya merendah.
Ekspresi tak percaya bahkan turut diungkapkan oleh ketiga anaknya. Mereka tak menyangka ibunya kini terpilih menjadi salah satu dari lima pimpinan komisi antirasuah.
Proses di parlemen Senayan berlangsung begitu cepat. Pada Senin (16/9), Lili dan empat koleganya pun ditetapkan oleh DPR sebagai pimpinan KPK. Perempuan kelahiran Bangka Belitung 9 Februari 1966 itu resmi mengikuti jejak langkah Basaria Panjaitan dan menjadi satu-satunya srikandi di KPK.
Namun, usai ditetapkan sebagai pimpinan KPK oleh DPR, mereka tak langsung dilantik oleh Presiden. Sesuai dengan aturan masa kepemimpinan KPK yang berlangsung selama empat tahun, maka mereka baru bisa dilantik pada Desember mendatang.
Situasi jeda ini dimanfaatkan oleh Ketua baru KPK, Firli Bahuri, untuk memulai komunikasi dengan empat koleganya termasuk Lili. Agar bisa berkomunikasi secara intens, sarana pesan pendek WhatsApp lah yang dipilih. Lili dan Alexander Marwata menyebut, bahkan sudah ada grup WhatsApp di antara pimpinan baru.
"Nama grupnya Pimpinan KPK 2019-2023. Nama grupnya standar lah, formil," tutur Lili jujur.
Kepada koleganya, Firli memberi pesan agar mempelajari UU baru yang telah direvisi dan disahkan oleh DPR pada Selasa, 17 September lalu. UU tersebut fundamental karena menjadi dasar bagi mereka untuk bekerja.
Dalam wawancara khusus ini, dibahas pasal per pasal UU baru yang dinilai bisa membatasi kewenangannya sebagai komisioner nanti, terutama mengenai keberadaan Dewan Pengawas.
Dalam kesempatan itu, Lili menepis anggapan publik bahwa ia dan keempat koleganya hendak melumpuhkan KPK dari dalam. Ia tak ambil pusing apa pendapat orang lain.
"Fokus saya hanya bekerja dan melaksanakan apa yang tertulis di dalam UU baru," ujarnya.
Penasaran mau dibawa ke mana KPK saat ia masuk menjadi komisioner? Berikut hasil wawancara IDN Times dengan Lili tak lama setelah ditetapkan jadi pimpinan KPK: