https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/riset-penulisan-buku-borobudur-sebuah-potret-budaya-working-title/
Beberapa pertanyaan yang akan dilontarkan dalam obrolan nanti antara lain, bagaimana mereka menyerap pengaruh dari khazanah sastra nasional dan dunia, bagaimana pula mereka mengolah kembali semua itu menjadi keterampilan (craftsmanship) mereka sendiri?
Juga apa yang mendorong mereka untuk menulis tema-tema yang tidak biasa dan bagaimana mereka mencari inspirasi penulisan mereka? Bagaimana mereka memandang identitas etnis, nasionalisme, bahasa nasional hingga dunia yang tanpa batas ini dalam praktik membaca dan menulis kesusastraan?
Ada juga pertanyaan bagaimana mereka memperhitungkan rekan-rekan segenerasi mereka dan generasi yang lebih dulu hadir dalam gelanggang sastra tempat mereka tumbuh? Apakah mereka terbebani oleh sejarah sastra nasional atau tidak? Bagaimana pula mereka memandang kelisanan dan keberaksaraan dan representasi semua itu dalam karya mereka? Apa target kepenulisan mereka? Dapat Hadiah Nobel atau Man Booker Prize? Atau cukup hadiah sastra di dalam negeri?
Untuk mengetahui bagaimana jawaban empat penulis muda ini, jangan lupa hadir di acara obrolan sastra “Dari Semua Ikan ke Badrul Mustafa, Ketemu Kisah Sedih Dua Tukang Pos,” yang diadakan Yayasan Lontar di Jakarta International Literary Festival (JILF) di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Sabtu (24/8) pukul 16.00 WIB.
Penerbitan BTW Books sendiri merupakan salah satu program yang dijalankan Yayasan Lontar untuk memperluas keterbacaan karya-karya penulis muda Indonesia, terutama di kalangan pembaca berbahasa Inggris.
Sebelumnya pada BTW Books seri pertama, Yayasan Lontar menampilkan karya 25 penulis Indonesia dalam tiga bahasa yakni Indonesia, Inggris, dan Jerman untuk menyambut Frankfurt Book Fair 2015 lalu, ketika Indonesia terpilih sebagai “Negara Tamu Kehormatan” (Guest of Honor Country).