Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-07-21 at 16.36.16.jpeg
Ilustrasi rapat komisi III DPR (IDN Times/Amir Faishol)

Jakarta, IDN Times - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mendesak agar revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menghapus ketentuan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) jadi penyidik utama.

Ketua Umum YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan ketentuan itu diatur dalam pasal 6 ayat 2 draf RUU KUHAP. Menurut dia, ketentuan ini justru hanya akan memperkuat Polri menjadi lembaga yang super power.

"Menurut kami di RKUHAP ini akan menempatkan Kepolisian dengan istilah penyidik utama itu menjadi seperti super power gitu," kata M. Isnur, dalam RDPU bersama Komisi III DPR RI, membahas RUU KUHAP, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/7/2025).

YLBHI juga menjelaskan dalam Pasal 7 ayat (3) draf RUU KUHAP, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di berbagai lembaga negara dikoordinasikan Polri sebagai penyidik utama. PPNS juga wajib meminta persetujuan jika mau melakuka upaya paksa.

Dalam pandangan YLBHI, ini akan menghambat efektivitas penyidikan berbasis keahlian teknis. Hal ini juga bisa bertentangan dengan prinsip koordinasi fungsional supervisi penuntut umum serta pengawasan pengadilan.

"Menurut kami seharusnya KUHAP memperkuat pengawasan dan check and balance bukan menambah kewenangan seperti ini, karena makin besar kewenangannya, semakin sulit mengawasi oleh kelembagaan," kata Muhammad Isnur.

Diketahui, saat ini Komisi III DPR RI masih terus menggodok perubahan KUHAP. Ditargetkan UU KUHAP dapat berlaku tahun depan, bersamaan dengan mulai berlakunya KUHP baru awal tahun depan.

Editorial Team