Belajar dari Sri Lanka, Partai Gelora Minta Pemerintah Waspada

Pemerintah wajib belajar dari Sri Lanka soal utang

Jakarta, IDN Times - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia meminta kepada pemerintah lebih cermat mengatur keuangan negara agar tidak terancam bangkrut seperti Sri Langka.

Sebab sejumlah negara di dunia juga terancam bangkrut, seperti Laos, Myanmar,  dan bahkan Argentina.

1. Pembangunan infrastruktur Sri Lanka mengandalkan utang

Belajar dari Sri Lanka, Partai Gelora Minta Pemerintah WaspadaBendera Sri Lanka (lonelyplanet.com)

Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelora, Achmad Nur Hidayat, mengatakan kekacauan yang terjadi di Srilanka yang dimulai pada 9 Juli 2022 akibat stagflasi yang terjadi, dimana Inflasi sedemikian tinggi.

Akibatnya pertumbuhan ekonomi tidak mengalami kenaikan. Kondisi ini memicu masyarakat menjadi anarkistis. Akibatnya, rumah Perdana Menteri dan Istana Presiden dibakar massa dan dikepung.

"Saat ini utang luar negeri Srilanka mencapai 60,85 persen dari PDB yaitu sekitar 50,72 miliar dolar AS. Pinjaman besar untuk pembangunan infrastruktur tidak membuahkan manfaat ekonomi yang berarti," kata Achmad dalam keterangannya, Kamis (14/7/2022).

Baca Juga: Tak Sampai Sehari, Status Darurat Sri Lanka Dicabut

2. Indonesia harus belajar dari Sri Lanka soal pengawasan utang dan proyek infrastruktur

Belajar dari Sri Lanka, Partai Gelora Minta Pemerintah Waspadailustrasi utang (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut dia, ketidakmampuan pemerintah Sri Langka dalam mengatasi krisis ekonomi yang muncul akibat pandemi yang melanda dunia secara global, dan kondisi dunia diperburuk dampak perang Rusia-Ukraina.

Hal ini tentunya menjadi pelajaran penting bagi negara-negara lain agar berhati-hati dalam membuat kebijakan anggaran negara. Menciptakan kemandirian terutama kemandirian dalam pangan dan energi.

"Indonesia dan dunia harus belajar dari apa yang terjadi di Srilanka. Saat ini utang Indonesia sudah lebih dari 7.000 triliun per Februari 2022," ujar Achmad.

Pria yang akrab dipanggil MadNur ini menyebut angka tersebut sekitar lebih dari 40 persen PDB Indonesia. Melihat angka tersebut maka penggalian utang berikutnya akan mengancam Indonesia terperosok kepada krisis seperti yang terjadi di Srilanka.

Apalagi utang didominasi karena agresifitas pemerintah membiayai infrastruktur. Selain tol, pemerintah juga agresif dalam membangun IKN di mana sampai saat ini belum ada investor besar yang bersedia membiayai setelah mundurnya Softbank dan konsorsiumnya dari pembangunan IKN.

"Indonesia harus bijak melakukan spending. Diakui bahwa spending pembangunan Infrastruktur nilai manfaat ekonominya sangat rendah bagi PDB Indonesia," tutur dia.

Berkaca dari kekacauan yang terjadi di Sri Lanka, Indonesia, kata MadNur, harus mengalihkan anggaran-anggaran yang ada kepada proyek-proyek yang dapat menciptakan kemandirian pangan dan energi sehingga Indonesia mempunyai ketahanan dalam menghadapi krisis pangan dan energi yang beresiko menciptakan krisis yang besar.

Sebagai contoh, proyek seperti Kereta Api Cepat dan pembangunan IKN yang menyerap anggaran yang sangat besar tapi mempunyai manfaat ekonomi yang rendah.

"Jadi Indonesia harus belajar dari apa yang terjadi di Srilanka. Apalagi kondisi negara lagi tidak baik-baik saja. Masyarakat masih menderita dengan kenaikan-kenaikan harga," kata Achmad.

3. Jokowi harus serius perhatikan potensi jadi negara gagal

Belajar dari Sri Lanka, Partai Gelora Minta Pemerintah WaspadaPresiden Jokowi pimpin rapat terbatas evaluasi mudik Lebaran 2022 (dok. Sekretariat Presiden)

MadNur mengatakan kejadian yang menimpa Sri Lanka harus menjadi perhatian serius Presiden Joko "Jokowi" Widodo apabila Indonesia tidak ingin bernasib sama.

"Meski IMF sudah ada komitmen melakukan bail out terhadap sebagian utang Srilanka. Namun ketidaksabaran rakyat yang sudah menderita kenaikan harga sejak Januari 2022 membuat komitmen perbaikan ekonomi sia-sia. Ini bisa saja terjadi di Indonesia," ucap dia.

Saat ini Srilanka tergantung seberapa smooth dan cepat proses transisi politik. Bila transisi kepemimpinan politik macet maka Sri Lanka akan menanggung resiko yang lebih besar lagi dimasa depan.

"Tidak hanya ekonomi yang suram, masa depan negara Srilanka pun memiliki resiko tinggi untuk menjadi negara gagal. Hal ini harus menjadi perhatian Presiden Jokowi agar Indonesia tidak menjadi negara gagal seperti Sri Lanka," tutur Achmad.

Baca Juga: Pemimpin Oposisi Sri Lanka Siap Maju Jadi Presiden

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya