DPR Dorong Revisi UU Pemilu tentang Cuti Pejabat Negara yang Kampanye

Sanksi bagi pejabat yang melanggar harus jelas

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin menilai kampanye pejabat negara harus diatur ulang dalam revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Menurutnya, sorotan Mahkamah Konstitusi (MK) agar perjalanan dinas pejabat negara diatur ulang supaya tidak berhimpitan dengan jadwal kampanye layak ditindaklanjuti.

"Saya kira sangat penting untuk mengatur ulang kampanye para pejabat negara setingkat presiden/wakil presiden dan menteri ini. Selama ini mereka, sadar atau tidak sadar, seringkali menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat untuk kepentingan elektoral," kata Yanuar kepada IDN Times.

Baca Juga: Jokowi: Politisasi Bansos Tak Terbukti di Putusan MK

1. Bansos dan program pemerintah tak boleh disalahgunakan

DPR Dorong Revisi UU Pemilu tentang Cuti Pejabat Negara yang KampanyeWakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin (DPR.go.id)

Politikus PKB itu mengatakan, Fasilitas negara dan program-program pemerintah yang instan, semisal bansos dan sejenisnya, tidak boleh lagi disalahgunakan untuk tujuan politik praktis. 

"Pemilu 2024 memberikan pelajaran sangat berharga bahwa pemilu yang tidak jujur dan tidak adil akan melahirkan kecurangan yang terus berulang, karena penyalahagunaan wewenang ini," ucap dia.

2. UU Pemilu harus bahas secara teknis jadwal cuti khusus pejabat yang berkampanye

DPR Dorong Revisi UU Pemilu tentang Cuti Pejabat Negara yang KampanyeWarga mengikuti simulasi pemungutan suara di GOR Saparua, Bandung, Jawa Barat, Selasa (30/1/2024). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Terkait dengan soal itu, UU Pemilu harus direvisi setidaknya tiga hal. Pertama, secara teknis harus dipertegas ulang jadwal cuti khusus untuk para pejabat ini saat ingin kampanye politik. Durasi waktu atau jumlah harinya harus jelas, dan semua jadwal cuti ini wajib dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu secara resmi.

"Selama cuti seluruh fasilitas negara yang melekat pada dirinya harus dilepaskan, seperti mobil dinas, protokol dan ajudan yang dibiayai negara, kewenangan pembagian program pemerintah, dan lain-lain," tutur Yanuar.

Baca Juga: Airlangga Hartanto Sebut Jokowi Tak Perlu Cuti Kampanye

3. Pejabat negara yang melanggar aturan kampanye harus diberikan sanksi yang berat dan jelas

DPR Dorong Revisi UU Pemilu tentang Cuti Pejabat Negara yang KampanyeIlustrasi kampanye politik (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Kedua, sanksi yang berat atas pelanggaran tersebut harus jelas, terukur dan nyata. Sanksi menjadi kewenangan Bawaslu dan wajib dipatuhi oleh pejabat yang bersangkutan jika terbukti melanggar.

Selama ini, kata Yanuar, tanpa sanksi yang berat dan jelas, presiden dan para menteri bisa seenaknya mempengaruhi pilihan politik rakyat dengan menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan kewenangannya secara terbuka untuk tujuan elektoral.

Kemudian ketiga, pembagian bansos, bea siswa, sertifikat tanah, pembagian uang, peresmian-peresmian sarana/prasarana yang berdampak pada masyarakat, harus diatur ulang waktunya agar tidak tumpang tindih di masa-masa kampanye. 

"Tentu saja masih banyak aspek lainnya yang harus direvisi dalam UU Pemilu, termasuk lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku politik uang dalam pemilu. Fenomena ini harus dicari akar masalahnya agar konstruksi UU Pemilu mampu menjawab soal ini," imbuhnya.

Baca Juga: Gibran Mendadak Ngantor di Tengah Cuti Kampanye

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya