Kisruh RUU Penyiaran, Kominfo: Pemerintah Tak Campur Tangan!

Pemerintah klaim belum pegang draf RUU Penyiaran

Jakarta, IDN Times - Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi Informatika (Kominfo), Usman Kansong, mengklaim pemerintah tidak ikut campur dalam polemik Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang pasalnya dianggap mengintervensi kebebasan pers.

Usman menyebut pemerintah sejatinya sangat mendukung kebebasan pers, sehingga pemerintah memberikan ruang seluas-luasnya bagi insan pers, untuk menyelesaikan sengketa dan melakukan pengawasan melalui Dewan Pers.

Bahkan, kata dia, saat UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2022 diterbitkan, pemerintah mengamanatkan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk mengawasi dunia penyiaran. Dengan begitu, diharapkan media bisa dengan bebas melakukan penyiaran, tidak lagi pemerintah seperti zaman Orde Baru.

"Tentu pemerintah sangat mendukung kemerdekaan pers, pemerintah tidak campur tangan lagi dengan urusan pers, paling tidak sejak pers UU Nomor 40 Tahun 1999 (UU Pers), penyelesaian sengketa, pengawasan dunia jurnalisme itu dilakukan dengan Dewan Pers," kata Usman dalam diskusi publik di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

Baca Juga: Mahfud: Draf RUU Penyiaran Keblinger, Larang Media Investigasi

1. Kominfo klaim RUU Penyiaran inisiatif DPR, dan pemerintah belum menerima drafnya

Kisruh RUU Penyiaran, Kominfo: Pemerintah Tak Campur Tangan!Ilustrasi kebebasan pers dibatasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Usman mengklaim, revisi UU Penyiaran merupakan inisiatif DPR. Pemerintah hingga kini belum menerima draf RUU Penyiaran sebagaimana yang beredar ke publik.

"Kami sendiri juga belum pernah menerima drafnya, memang kita dari segi pemerintah belum bisa berkomentar lebih jauh," ungkapnya.

Usman lantas menyoroti salah satu aturan dalam RUU Penyiaran yang beredar di pemberitaan menyebut bahwa KPI bisa menyelesaikan sengketa jurnalistik atau pers. 

"(Disebutkan) KPI ikut mengontrol atau mengawasi konten-konten di ranah digital, nah yang menjadi concern pemerintah adalah di UU ITE dikatakan bahwa yang mengawasi dan mengontrol katakanlah seperti itu adalah pemerintah, dalam hal ini adalah Kominfo," tuturnya.

Agar tidak tumpang tindih, menurut Usman, harus ada harmonisasi UU Penyiaran dengan undang-undang yang lain. Sehingga kewenangan antara Kominfo KPI, dan Dewan Pers tidak saling bertabrakan satu sama lain.

2. Anggota DPR minta bersabar saat ditanya pihak di balik polemik RUU Penyiaran

Kisruh RUU Penyiaran, Kominfo: Pemerintah Tak Campur Tangan!Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 Dave Akbarshah Fikarno Laksono (IDN Times/Yosafat Diva Bayu)

Sementara, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar, Dave Laksono, yang hadir virtual dalam diskusi itu, meminta agar publik, khususnya insan pers, besabar sambil mengawal proses RUU Penyiaran.

Dave mengaku, polemik kebebasan pers dalam RUU Kebebasan Pers itu turut menyeret namanya. Ia mendapat berbagai kritikan pedas dari berbagai pihak. Namun, ia memastikan, menerima semua masukan dan kekhawatiran insan media tersebut. 

"Ini luar biasa, dari tadi saya kena damprat semua orang, tapi ya gak apa-apa, itu bagian dari dinamika hidup. Sekarang semua masukan saya terima ya, semua input dan juga kekhwatiran dari rekan-rekan," kata dia.

Politikus Partai Golkar itu menyebut, hingga saat ini pihaknya belum bisa menjelaskan secara pasti, soal polemik RUU Penyiaran. Dave hanya minta agar publik bersabar sambil mengawal proses pengesahan RUU Penyiaran.

"Tapi saya belum bisa menjawab apa-apa ya, karena kalau mau diurut satu per satu kita ya harus bongkar filenya lagi. Jadi saya hanya bisa minta, kita semua bersabar, sembari mengawal prosesnya yang akan dilakukan secara terbuka," ungkapnya.

Dave memastikan, pihaknya akan menampung aspirasi dari Dewan Pers dan organisasi pers lainnya. 

"Nanti mungkin dari teman-teman IJTI, AJI, Dewan Pers, semuanya silakan menyampaikan, meluapkan segala macam kekhawatiran ataupun permasalahan itu," tuturnya.

"Nanti kita formulasikan, sehingga bisa meng-cover semua permasalahan yang ada, ataupun menyelesaikan kendala yang ada," sambung Dave.

Baca Juga: Ditanya Pihak di Balik Polemik RUU Penyiaran, DPR Minta Sabar

3. Dewan Pers tolak rencana RUU Penyiaran

Kisruh RUU Penyiaran, Kominfo: Pemerintah Tak Campur Tangan!Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu berbicara dalam jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (5/2/2024). (ANTARA/Nadia Putri Rahmani)

Sebelumnya, Dewan Pers menolak RUU Penyiaran yang menuai kontroversi, karena dinilai mengancam kebebasan pers.

Kendati, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan Dewan Pers tetap menghormati pemerintah yang memiliki kewenangan secara konstitusional untuk menyusun sebuah regulasi terkait pemberitaan pers baik cetak, elektronik, maupun lainnya.

“Terhadap draf RUU Penyiaran versi Oktober 2023, Dewan Pers konsisten menolak,” kata Ninik  dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2024).

Ninik menjelaskan, Dewan Pers menolak RUU Penyiaran karena pertama, UU Nomor 40 Tahun 1999 tidak dimasukkan konsiderans RUU Penyiaran. Hal itu mencerminkan tidak diintegrasikannya kepentingan jurnalistik sebagai salah satu produk penyiaran.

Kedua, keberadaan RUU Penyiaran ini akan mereduksi kemerdekaan dan independensi pers. RUU Penyiaran juga tidak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas.

“Dewan Pers berpandangan perubahan ini akan menyebabkan pers menjadi buruk, pers yang tidak profesional dan tidak independen,” kata dia.

Ketiga, Ninik mengatakan, RUU Penyiaran juga menyalahi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91 PUU/XVIII/2020 yang menyatakan bahwa penyusunan RUU harus ada keterlibatan masyarakat.

Ninik juga menyinggung mengenai larangan jurnalistik investigatif. Menurut dia, larangan ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Penyiaran media investigatif itu adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional,” ujar dia.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya