KPU Diperingatkan Kemen PPPA soal Polemik Keterwakilan Perempuan

Keterwakilan perempuan diakomodir dalam UU 7/2017

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mendapat berbagai kritikan terkait Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.

Aturan tersebut dinilai mengesampingkan keterwakilan perempuan sebagaimana dalam Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan, paling sedikit ada 30 persen dari keterwakilan perempuan.

Baca Juga: Saling Dorong dan Adu Mulut Warnai Pendaftaran Bacaleg Hanura di KPU

1. Kemen PPPA ingatkan KPU soal keterwakilan perempuan

KPU Diperingatkan Kemen PPPA soal Polemik Keterwakilan PerempuanKetua KPU Hasyim Asy'ari bersama Ketua DKPP Heddy Lugito dan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta Pusat pada 10 Mei 2023 (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, mengatakan, soal keterwakilan perempuan dalam Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 juga mendapat sorotan dari pemerintah, khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Kemen PPPA menyampaikan kepada KPU soal target pemerintah mewujudkan keterlibatan perempuan dalam berbagai aspek.

"Dorongan (revisi PKPU 10/2023) ini juga datang dari pemerintah. Misalnya, kami mendapatkan komunikasi dari Kemen PPPA yang intinya menyampaikan bahwa salah satu target dalam kegiatan pemerintahan itu juga ada aspek pemeberdayaan perempuan dan salah satu indikatornya adalah keterwakilan perempuan," kata Hasyim di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu (10/5/2023).

Baca Juga: KPU Sebut Sistem Keterwakilan Perempuan di Pileg Hasil Konsultasi DPR

2. PKPU merupakan hasil konsultasi KPU dengan DPR dan pemerintah

KPU Diperingatkan Kemen PPPA soal Polemik Keterwakilan PerempuanKetua KPU Hasyim Asy'ari bersama Ketua DKPP Heddy Lugito dan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam konferensi pers di Kantor KPU, Jakarta Pusat pada 10 Mei 2023 (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Hasyim menjelaskan, PKPU tersebut merupakan hasil dari konsultasi KPU, DPR, dan pemerintah dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Dengan demikian, masukan dari masyarakat soal keterwakilan perempuan dan revisi PKPU 10/2023 juga akan dikonsultasikan baik ke DPR maupun pemerintah.

"Jadi di dalam UU Pemilu 7/2017, itu ada norma yang menentukan bahwa dalam pembentukan PKPU itu ada forum namanya rapat konsultasi, rapat dengar pendapat KPU dengan DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang. Tentu hal tersebut akan kami sampaikan kepada DPR Komisi II tentang perkembangan yang sedang dilakukan oleh KPU," tutur dia.

Baca Juga: Bawaslu Ungkap Berbagai Kendala Silon KPU untuk Pencalonan DPD

3. Sistem pembulatan ke bawah dinilai berpotensi mengurangi keterwakilan perempuan

KPU Diperingatkan Kemen PPPA soal Polemik Keterwakilan PerempuanLambang Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, sejumlah organisasi aktivis perempuan yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan meminta agar Bawaslu memberikan rekomendasi merevisi terhadap Peraturan KPU (PKPU) 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota legislatif.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Valentina Sagala, menganggap peraturan KPU tersebut tidak adil. Bukan mengakomodir keterwakilan perempuan di legislatif, tetapi justru mengamputasi jumlah keterwakilan perempuan dan bertentangan dengan undang-undang.

Padahal, sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyebutkan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

“Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen (tiga puluh persen)," bunyi pasal tersebut.

Valentina menilai, aturan yang ada pada PKPU 10/2023 berpotensi tidak mencapai tiga puluh persen.

Sebab, sistem yang digunakan dalam PKPU tersebut, jumlah keterwakilan perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) dilakukan pembulatan ke bawah jika kurang dari angka 0,5.

“Pengaturan KPU melanggar ketentuan Pasal 245 UU 7/2017 sebab penggunaan rumus pembulatan ke bawah sebagaimana terdapat dalam Pasal 8 Ayat 2 huruf b PKPU 10/2023 Jo. Lampiran IV Keputusan 352/2023 akan berdampak pada keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen pada sejumlah dapil, yaitu pada dapil dengan jumlah caleg 4, 7, 8, dan 11 seperti berikut ini,” tegas dia.

Dalam draf uji publik KPU, Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 masih mengatur pembulatan ke atas jika keterwakilan 30 persen caleg perempuan di suatu dapil menghasilkan angka desimal kurang dari 0,5.

Kemudian, setelah disetujui bersama Komisi II DPR, aturan tersebut berubah menjadi pembulatan hitungan matematika yang apabila 0,5 kurang, maka akan dibulatkan ke bawah dan jika nol koma lebih, maka akan dibulatkan ke atas.

Diketahui, dalam PKPU 10/2023, pembulatan keterwakilan perempuan dihitung secara matematika. Apabila lebih dari 0,5 maka dibulatkan ke atas. Sedangkan apabila kurang dari 0,5 dibulatkan ke bawah.

Contohnya, apabila di sebuah dapil terdapat 8 alokasi kursi, maka jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4.

Dari angka itu, karena angka di belakang desimal kurang dari 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Akibatnya, keterwakilan perempuan dari total 8 caleg di dapil itu cukup hanya 2 orang dan itu dianggap sudah memenuhi syarat.

Diketahui dari 84 dapil yang sudah ditetapkan, jumlah dapil yang akan tidak terpenuhi keterwakilan perempuannya adalah sebanyak 38 dapil jika dilakukan pembulatan ke bawah seperti PKPU yang berlaku saat ini.

 


Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

 

Baca Juga: Bawaslu Ungkap Berbagai Kendala Silon KPU untuk Pencalonan DPD

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya