Meski Buoy Terhenti, BRIN Pastikan Riset Tsunami Lainnya Berjalan

Saat ini BRIN gelar riset kabel detektor tsunami dasar laut

Jakarta, IDN Times - Kepala Organisasi Riset Elektronika dan Informatika BRIN, Budi Prawara, memastikan penelitian alat deteksi tsunami lainnya masih berjalan, meski riset detektor Buoy terhenti karena operasional anggaran.

Diketahui, Buoy termasuk dalam salah satu komponen yang rencananya akan dipasang pada program Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS).

"Kami juga saat ini di Organisasi Riset Elektronika dan Informatika (OREI) mengembangkan teknologi yang lainnya. Sebenarnya untuk keperluan riset kami masih tetap berjalan dengan beberapa rumah program, ada kebencanaan, AI, kemudian ada program juga yang kami mengembangkan sistem deteksi berbasis radar, Cable Based Tsunameter juga," kata dia saat dihubungi IDN Times, Selasa (7/2/2023).

Baca Juga: Komisi VII DPR Minta Kepala BRIN Laksana Tri Handoko Dicopot

1. Riset BRIN tentang deteksi bencana masih berjalan

Meski Buoy Terhenti, BRIN Pastikan Riset Tsunami Lainnya BerjalanGedung BRIN (brin.go.id)

Budi menjelaskan, salah satu rumah program yang saat ini dikembangkan pihaknya ialah riset Cable Based Tsunameter. Alat ini berupa kabel yang ditanamkan di dasar laut dan dilengkapi berbagai sensor.

"Baru-baru ini kita ada juga kembangkan cable base, jadi itu basisnya kabel yang ditanam di dasar laut dan dipasang dengan sensor-sensor," tutur dia.

Namun, dia tak memungkiri riset tersebut membutuhkan biaya yang cukup mahal. Oleh sebabnya, kata Budi, saat ini BRIN sedang mengupayakan kerja sama dengan pihak lain, seperti PT Telkom Indonesia.

Adapun kolaborasi yang ditawarkan nantinya memungkinkan PT Telkom memanfaatkan jaringan telekomunikasi dari sensor kabel yang dipasang dalam Cable Based Tsunameter.

"Ini juga mahal, kita juga sedang mencari cara bagaimana ini bisa kita kerjasamakan dengan pihak ketiga. Misalnya, dengan PT Telkom yang bisa memanfaatkan untuk telekomunikasi, selain kita bisa pasang sensor," ucap dia.

Selain berbasis kabel, BRIN juga memanfaatkan teknologi menggunakan radar dan kamera sebagai upaya pemantauan kebencanaan di Tanah Air. Budi menuturkan, BMKG berharap agar BRIN terus berinovasi membuat riset dan proyek pendeteksi bencana. Namun dengan biaya operasional yang lebih murah.

"Ada juga berbasis radar dan kamera, bagaimana kita bisa mendeteksi, BMKG sendiri berharap ada inovasi-inovasi baru dari BRIN yang memang operasionalnya itu tidak memberatkan, lebih mudah untuk perawatan. Itu yang diharapkan stakeholder," tutur Budi.

Baca Juga: Ma'ruf Amin Minta BRIN Perbaiki Alat Pendeteksi Tsunami

2. Status Buoy masih dalam tahap riset

Meski Buoy Terhenti, BRIN Pastikan Riset Tsunami Lainnya BerjalanAlat pendeteksi tsunami, Buoy (dok. BRIN)

Lebih lanjut, Budi juga menjelaskan duduk permasalahan alat detektor tsunami Buoy yang belakangan jadi sorotan publik.

Dia mengatakan, sejak tahun 2021 hingga sekarang BRIN sudah memasang beberapa Buoy sebagai uji coba. Namun alat itu masih dalam tahap riset dan sudah memasuki masa habis daya. Baterai pada Buoy mampu bertahan 1,5 hingga 2 tahun sehingga pemakaiannya harus diganti secara berkala.

"Jadi sampai dengan saat ini, kami kan sudah memasang beberapa Buoy, sejak tahun 2021. Itu sekarang umurnya sudah di luar dayanya, itu kan pakai baterai dan ada waktu hidupnya dan dia sudah habis. Itu setiap 1,5 sampai 2 tahun harus diganti," kata dia.

Baca Juga: Desakan Kepala BRIN Dicopot, Sekjen PDIP: Megawati Sudah Dengar

3. Riset Buoy terkendala biaya operasional yang mahal

Meski Buoy Terhenti, BRIN Pastikan Riset Tsunami Lainnya BerjalanIlustrasi Riset (IDN Times/Arief Rahmat)

Budi memaparkan, Buoy sendiri merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk deteksi tsunami. Saat ini statusnya masih riset sehingga belum operasional. Jika riset itu rampung, rencananya akan dipakai sejumlah pihak terkait untuk kepentingan penelitian dan pemantauan bencana di Tanah Air.

"Kalau sudah operasional tentu akan dimanfaatkan oleh stakeholder kita yang terkait seperti BMKG. Karena ini statusnya masih riset dan ada beberapa parameter yang memang belum terpenuhi, ya kita belum operasional," ucap dia.

Pihaknya tak memungkiri riset Buoy memakan biaya operasional yang besar. Alat canggih pendeteksi tsunami yang mengapung di laut ini juga belum memenuhi beberapa parameter untuk keberadaannya bisa dimanfaatkan pemerintah. Kendati demikian, Buoy sudah berfungsi sebagian untuk merekam data yang diperlukan.

"Jadi yang kita stop adalah deployment, itu artinya pemasangan yang baru. Karena memang kita terkendala biaya operasional. Operasional yang besar, keandalan sistem untuk identifikasi tsunami itu sendiri masih belum provent karena memang masih ada beberapa parameter yang perlu diperbaiki," tutur Budi.

Baca Juga: Ribut-Ribut Masalah Buoy, Efektifkah Mendeteksi Tsunami?

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya