Perempuan Terancam Berkurang di DPR, Isu Gender Bisa Terpinggirkan

Perspektif perempuan harus dilibatkan dalam setiap kebijakan

Jakarta, IDN Times - Aktivis buruh dan perempuan, Jumisih menanggapi polemik Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang dapat mengatur porsi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil). Aturan itu bisa berujung minimnya anggota legislatif perempuan.

Jika hal itu terjadi, menurutnya, akan menyebabkan kebijakan yang dihasilkan parlemen tidak akan mengakomodasi perspektif gender.

"Komposisi anggota DPR yang minim keterwakilan perempuan, dalam menyampaikan aspirasinya berpotensi tak memahami isu perempuan. Sehingga dampaknya, produk hukum dan kebijakan yang dikeluarkan mengesampingkan isu gender," kata dia kepada IDN Times, Selasa (23/5/2023).

Baca Juga: Parpol di PPU Sudah Penuhi Keterwakilan Caleg Perempuan 

1. PKPU 10/2023 kurangi kuantitas perempuan di DPR dan kerdilkan isu gender

Perempuan Terancam Berkurang di DPR, Isu Gender Bisa TerpinggirkanRapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, DKPP pada Rabu (17/5/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Aturan yang dimaksud adalah PKPU 10 tahun 2023 pasal 8 ayat 2 soal penghitungan kuota 30 persen bacaleg perempuan di setiap dapil. Aturan itu mengakomodasi sistem perhitungan pembulatan ke bawah.

Sebagai contoh, jika dua angka desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah. Begitu pula sebaliknya, jika lebih dari 50, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

"Pembulatannya ke bawah nanti keterwakilan perempuan di legislatifnya semakin dikit, itu kan berdampak terhadap produk hukum yang dikeluarkan legislatif. Tentu saja akan berdampak pada kurangnya produk hukum yang mengadopsi tentang isu-isu gender. Karena perempuannya kan kurang," ujar Jumisih yang juga menjabat sebagai Deputi Perempuan Executtive Comitte (Exco) Pusat Partai Buruh.

Baca Juga: Komisi II DPR Tolak Revisi PKPU soal Keterwakilan Caleg Perempuan

2. Semua kebijakan yang dibuat harus libatkan perspektif perempuan

Perempuan Terancam Berkurang di DPR, Isu Gender Bisa TerpinggirkanDeputi Bidang Pemberdayaan Perempuan Partai Buruh Buruh, Jumisih dalam Talkshow Series #GenZMemilih dengan tema "Politik RI Didominasi Pria, Peluang buat Gen Z Perempuan?". (IDN Times/Besse Fadhilah)

Jumisih menegaskan, semua regulasi yang dibuat oleh pemerintah maupun DPR, harus melibatkan perspektif perempuan. Tentunya, jika kuantitas perempuan di parlemen banyak maka akan semakin besar kemungkinan setiap kebijakan ramah terhadap perempuan.

Sebagai contoh, Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) yang selama empat periode jabatan DPR terkesan mangkrak karena tak kunjung disahkan. Hal itu menunjukkan minimnya keberpihakan DPR terhadap kelompok perempuan.

"Sampai sejauh ini kita punya pengalaman memperjuangkan UU PPRT sampai 20 tahun. Artinya keberpihakan teman-teman di DPR terhadap isu PRT yang mayoritas mereka adalah perempuan itu masih kurang," tutur dia.

Baca Juga: Komnas Perempuan: PKPU No 10 2023 Persempit Ruang Politik Perempuan

3. Sikap DPR tolak revisi PKPU 10/2023 disayangkan

Perempuan Terancam Berkurang di DPR, Isu Gender Bisa TerpinggirkanRapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR bersama KPU, Bawaslu, DKPP pada Rabu (17/5/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Dia juga menyayangkan sikap anggota DPR, khususnya Komisi II yang justru tak mengakomodir usulan revisi PKPU 10/2023. Padahal tiga lembaga kepemiluan, yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP dalam forum tripartir menyepakati revisi PKPU 10/2023.

"Sangat menyayangkan sikap DPR, harusnya kan mengakomodir. Dalam rekomendasi KPU, Bawaslu, dan DKPP itu kan juga berdasarkan aspirasi dari suara-suara di teman-teman aktivis perempuan," imbuh Jumisih.

Sebagaimana diketahui, Komisi II DPR menolak usulan revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Legislatif. Hal itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR yang diikuti oleh KPU, Bawaslu, DKPP, dan Kemendagri, Rabu (15/5/2023).

Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 menjadi sorotan sejumlah elemen masyarakat karena dinilai mengkerdilkan keterwakilan perempuan dalam pemilu. Berbagai kritik muncul hingga mendorong agar PKPU 10/2023 direvisi.

Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia mengatakan pihaknya memutuskan agar KPU tetap konsisten melaksanakan tahapan pemilu sebagaimana yang diatur dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

"Komisi II DPR RI meminta KPU RI untuk tetap konsisten melaksanakan PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu.

"Tadi sudah sama-sama kita dengarkan, suaranya sama bahwa Peraturan KPU Nomot 10 Tahun 2023 itu tidak perlu ada perubahan, jadi kita tetap konsisten," lanjut dia.

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya