Sidang MKMK, Denny Indrayana Ungkap Mega Skandal Mahkamah Keluarga

Denny Indrayana jadi pihak pelapor

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana melaporkan dugaan pelanggar kode etik Hakim Konstitusi atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres dan cawapres. Denny menuturkan, putusan itu sebagai mega skandal Mahkamah Keluarga.

Hal tersebut disampaikan dalam sidang pemeriksaan pelapor yang digelar oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Menurut Denny, putusan atas perkara nomor 90 itu merupakan kejahatan konstitusi yang terencana dan terorganisir.

"Putusan 90 terindikasi merupakan hasil kerja yang terencana dan terorganisir, planned and organized crime sehingga layak pelapor tasbihkan sebagai mega skandal Mahkamah Keluarga," kata Denny yang hadir secara daring dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).

1. Dinilai merusak dan meruntuhkan wibawa MK

Sidang MKMK, Denny Indrayana Ungkap Mega Skandal Mahkamah KeluargaGedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Denny mengatakan, Ketua MK Anwar Usman harusnya mundur dalam perkara 90/PUU-XXI/2023 lantaran berkenaan secara langsung dengan keluarganya, yaitu Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka. Anwar Usman dengan Gibran memiliki hubungan kekerabatan sebagai paman dan keponakan.

Gibran juga dianggap memanfaatkan ketentuan dalam putusan MK tersebut dengan mendaftarkan diri sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Tingkat pelanggaran etik dan kejahatan politik yang dilakukan sifatnya sangat merusak dan meruntuhkan kewibawaan Mahkamah Konstitusi, mega skandal Mahkamah Keluarga tersebut melibatkan tiga elemen tertinggi," ucap Denny.

"Tiga elemen itu ialah keterlibatan Ketua MK Anwar Usman sebagai the first chief justice, kepentingan keluarga presiden sebagai the first family, dan target untuk menempatkan Gibran di posisi lembaga kepresidenan sebagai the first office," lanjut dia.

Baca Juga: Khofifah dan Emil Diusulkan Masuk Tim Pemenangan Prabowo-Gibran

2. Pelapor minta Anwar Usman diberhentikan dan digelar sidang ulang

Sidang MKMK, Denny Indrayana Ungkap Mega Skandal Mahkamah KeluargaKetua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang putusan soal presidential threshold, Kamis (14/9/2023). (youtube.com/Mahkamah Konstitusi)

Denny meminta agar MKMK menjatuhkan sanksi etis berupa pemberhentian kepada Anwar Usman. Pelapor juga mendorong agar digelar sidang pemeriksaan ulang terhadap perkara nomor 90 tersebut. Dengan catatan, sidang digelar dengan komposisi berbeda dan tanpa Anwar Usman.

"Hakim yang mulia, semoga berkenan menyatakan tidak sah putusan tersebut atau paling tidak memerintahkan agar MK melakukan pemeriksaan ulang perkara 90 tersebut dengan komposisi hakim yang berbeda tanpa Hakim Pelapor," kata Denny.

Baca Juga: Terima Pendaftaran Gibran, KPU Dilaporkan ke PN Jakpus

3. Pelapor minta putusan dinyatakan direkayasa dan dimanipulasi

Sidang MKMK, Denny Indrayana Ungkap Mega Skandal Mahkamah KeluargaKetua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, kata Denny, pihaknya juga mendorong agar MKMK menyatakan putusan nomor 90 penuh dengan rekayasa dan manipulasi. Sebab dia menduga, ada kekuatan kekuasaan yang mengorganisir kejahatan konstitusi.

"Tapi yang lebih penting adalah menilai, dan membuka koreksi atas putusan 90 yang telah direkayasa dan dimanipulasi oleh Hakim terlapor dan kekuatan kekuasaan yang mendesain kejahatan berencana dan terorganisir tersebut," tutur Denny.

Dalam petitumnya, Denny mengimbau putusan perkara nomor 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar pada Pilpres 2024 mendatang.

"Karena itu pelapor mengusulkan putusan 90 tidak boleh digunakan sebagai dasar untuk maju berkompetisi dalam pilpres 2024. Perlu ada putusan provisi untuk menunda pelaksanaan putusan 90 yang tabrak nalar dan moral konstitusi," imbuh dia.

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya