[WANSUS] Alasan Mahasiswa Selalu Kritik Jokowi dan Ogah Capres Viral 

Mahasiswa butuh capres yang membawa solusi

Jakarta, IDN Times - Terhitung sejak 2014 hingga 2022, Presiden Joko "Jokowi" Widodo telah memimpin bangsa Indonesia selama delapan tahun. Selanjutnya, kurang dari dua tahun lagi, Indonesia akan kembali menggelar pemilu untuk mencari presiden dan wakil presiden baru. 

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menilai, Presiden Jokowi gagal memimpin bangsa Indonesia selama delapan tahun. Karena itu, mereka menggelar aksi bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 2022 lalu.

Melalui akun resmi Instagram BEM SI, mereka mengundang seluruh mahasiswa untuk ikut dalam demonstrasi yang digelar, Jumat (28/10/2022).

"Aksi kita tanggal 28 Oktober itu kita bawa tagarnya 8 tahun Jokowi (#8tahunJokowi) untuk evaluasi selama kepemimpinannya, apa saja yang sudah dilaksanakan, kita bawa narasinya kegagalan. Karena yang coba kita tekankan keresahan selama delapan tahun, sudah banyak kebijakan yang memang kurang," kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Muhammad Yuza Augusti.

"Mulai dari BBM yang sempat ramai, kemudian IKN juga pro kontranya amat besar, ada RKUHP, pelemahan KPK. Itu beberapa hal yang harus dievaluasi. Jadi kalau ditanya apa saja tuntutannya, ya sangat banyak karena delapan tahun itu waktu yang cukup lama," sambung dia.

Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana pendapat mahasiswa terkait pemerintahan Jokowi, dan juga mengenai politik menjelang digelarnya Pemilu 2024, IDN Times melakukan wawancara khusus dengan Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Muhammad Yuza Augusti, dalam acara Ngobrol Seru, Rabu 26 Oktober 2022. Berikut penjelasannya. 

Baca Juga: [WANSUS] Bongkar Alasan PSI Deklarasi Ganjar Pranowo Jadi Capres 2024

Kenapa mahasiswa selalu kritik Jokowi, bahkan sebut pemerintah gagal, padahal di sisi lain berhasil tangani pandemik dan ekonomi bangkit?

Ketika memang negara kita punya kelebihan, ya oke ada. Gak semuanya selama jabatan Pak Jokowi delapan tahun, gak ada yang benar, pasti ada yang benar. Tapi tugas mahasiswa adalah sebagai mitra kritis. Di mana pemerintah perlu diingatkan, bahwa dengan prestasi mereka yang selalu ingin dinaikkan itu menjadi bahan bahwa memuji Jokowi, bagus kok selama ini.

Kalau saya buka data masalah covid juga, ya itu kan polemik yang muncul pas diawal covid banyak. Bahwa Indonesia jadi salah satu negara yang respons untuk bisa menanggulangi covid itu termasuk yang rendah.

Kemudian ini ditimbalkan dengan 'oh ini ada yang baik kok', saya melihatnya jangan sampai ibarat bintang-bintang di malam hari yang banyak hilang dengan satu matahari yang besar. Masalah di kita itu banyak, okelah ada perbaikan, tetapi itu tidak menghilangkan masalah di masa lalu. Bahkan ketika kita melihat isu konstruktif yang kita bawa, lebih banyak di isu permasalahannya dibanding dengan isu yang memang membangkitkan bangsa itu sendiri.

Jadi kita tidak menafikan apa yang sudah dilakukan bangsa kita. Tapi kita toh sebagai mahasiswa melihat berbagai isu permasalahan, kita lihat juga dampak langsungnya. Karena mahasiswa menjadi orang terdekat ke masyarakat. Ketika kita melihat pembangunan dan infrastruktur bagus, masalah ekonomi ditekan, tetapi kan kita melihat secara langsung masyarakat yang di bawah tidak terasa dampaknya. Berarti isu yang dinaikkan kan isu elitis, isu-isu yang dirasakan oleh pejabat-pejabat saja ternyata. Kita perlu melihat kebijakan yang dibuat itu untuk siapa.

Pemerintah belakangan disebut tak optimistis dan justru bikin khawatir rakyat soal ancaman resesi di 2023, gimana tanggapan mahasiswa?

Saya melihatnya tentang data sebenarnya ditakut-takuti atau tidak, itu perlu bahasan dan kajian khusus ya. Tetapi tentang resesi juga di Indonesia, permasalahan resesi ini kan juga masuk salah satu alasan BBM naik kemarin, kita lihat secara data, menurut saya pribadi, masalahnya itu bukan karena resesi atau ditakuti-takutinya.

Tapi tidak adanya pemerataan kalau dalam bagian perekenomiannya. Karena sebagai contoh, Indonesia mau buat IKN. Itu memang jadi harapan kita infrastruktur terbangun, tapi ketika kita melihat kok ibaratnya bisa beli mobil tapi sandal saja gak punya. Terus buat apa nanti jalan nyeker gak pakai apa-apa. Kita gak mau seperti itu.

Bisa jadi resesi ini adalah sebagai sebuah isu supaya dikasih ke masyarakat saja untuk 'ya udahlah nanti resesi, biarin ke atas dulu', jadi isu elitis lagi kenanya. Makanya kita selalu menyebut oligarki karena hal tersebut.

Selama mahasiswa aksi, pernah gak diajak ke Istana untuk diskusi?

[WANSUS] Alasan Mahasiswa Selalu Kritik Jokowi dan Ogah Capres Viral Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Selama sepengetahuan saya, gak pernah langsung ke Istana ketemu Pak Jokowi. Dan juga itu menjadi sebuah hal yang agak sensitif ketika mahasiswa yang datang, kita seringkali datang aksi kemudian dipersilakan masuk ke dalam (Istana) tapi cuma dua, tiga, atau empat orang.

Nah, di situ menjadi hal yang sensitif karena lagi-lagi kita mahasiswa datang dengan satu suara, kalau memang mau diskusi, berdiskusi di depan. Bapak silakan keluar untuk mendengarkan aspirasi kita.

Kalau untuk undangan kita seringkali dapat, ketika kita gelar aksi, silakan masuk dua tiga orang, tapi kita tidak terima. Yang kita terima adalah Bapak silakan keluar, karena kita mengundang Bapak keluar untuk bisa menyampaikan apa pandangan mereka. Selama kita aksi tiga kali kemarin, ya mereka yang keluar orang dari dalam itu, cuma pada akhirnya nihil-nihil lagi ketika kita follow up.

Itu juga yang menjadi PR kita mahasiswa, bahwa aksi itu perlu dampak. Selama ini kan kita cuma didatangi, diiyakan, tapi tidak ada kelanjutan lagi.

Baca Juga: [WANSUS] Bahayanya Teror Lone Wolf yang Beraksi Secara Individu

Banyak orang menilai negatif aksi mahasiswa, dianggap hanya sekadar aksi tanpa persiapan. Apa tanggapannya?

Ini mungkin salah satu persepsi yang perlu diklarifikasi, yang namanya aksi itu bukan menjadi satu-satunya sarana atau cara untuk menyampaikan aspirasi. Tapi ada banyak cara untuk menyampaikan.

Kalau ditanya apa saja persiapannya, kita punya kajian. Kita punya pembahasan dikonsolidasi, kita punya berbagai persiapan, termasuk teknis di lapangan, dan lain-lain. Sebenarnya sangat amat banyak dan konstruktif, cuma memang yang kita ekspose dan terlihat ya ketika aksinya. Mungkin masyarakat umum melihatnya ketika aksinya saja, karena dalam kajian, audiensi itu tidak terlihat masyarakat umum.

Tapi itu wajar ya ketika dapat komentar negatif, bahwa mahasiswa cuma datang saat aksi-aksi saja. Karena setidaknya ketika kita sudah membuat pengawalan isu, yang membuat perjuangan mahasiswa ada ya aksi. Karena yang membuat semangat juang kita untuk turun ke jalan itu kan salah satu bukti konkret bahwa mahasiswa masih terus mengawal, setidaknya eksistensi kita masih terlihat dan menunjukkan bahwa kita terus mengawal, mahasiswa tidak diam.

Pun ketika nanti akhirnya kajian dan audiensi itu tetap ada dan tidak terlihat, yang menunjukkan eksistensi kita ya aksi di jalannya karena sudah sering kali kasih surat, audiensi, dan lain-lain, hasilnya ya nihil. kita hanya dapat janji manis secara diskusi saja, makanya perlu adanya pendekatan secara sosial force, penekanan kepada pemerintah bahwa ketika adanya penolakan masif perlu adanya perubahan.

Apa kendala saat gelar aksi, dan bagaimana cara menangkal kepentingan tertentu yang ingin menunggangi aksi mahasiswa?

[WANSUS] Alasan Mahasiswa Selalu Kritik Jokowi dan Ogah Capres Viral Demo aliansi mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI di Patung Kuda (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Kalau kendala mungkin dalam gerakan nasional secara umumnya. Kita kan aksi butuh massa, butuh untuk bisa mencerdaskan, menguatkan, itu PR terbesar ya.

Karena kita aksi gak cuma dengan kepala kosong, tangan kosong iya, kita gak bawa apa-apa. Tapi kalau kepala kosong saat aksi kan ini aneh, kita perlu bawa pondasi yang kita suarakan. Itu PR terbesar kita untuk bisa menyamakan perspektif dari seluruh massa aksi, bahwa kita aksi untuk menyuarakan hal yang sama.

Kalau bicara ditunggangi apalagi jelang 2024, tahun depan pasti akan jadi tahun politik juga. Fokus terbesar kami adalah ketika suara murni mahasiswa adalah suaranya rakyat, itu yang kita pertahankan.

Untuk masalah penunggang banyak memang bentuknya. Ketika kita mau aksi diajak ketemu dulu, kita dikasih sejumlah nominal uang untuk tidak turun aksi misalnya, ketika kita aksi dijanjikan bahwa ya udah ke sini aja mas nanti dimudahkan segalanya, itu pasti ada. Mungkin kalau untuk usaha preventif kita, kita pahamlah sebagai mahasiswa, apalagi mungkin orang yang bernegara pun paham, ketika kita turun menyampaikan aspirasi setidaknya kita tahu dulu gejala apa yang akan muncul ketika adanya penunggang tersebut.

Itu saya rasa Presma, ketua BEM sudah sangat paham. Setidaknya ya hal tersebut memang ada, cobaan untuk kita diajak, dibawa, dipaksa ke mana, itu memang ada. Tapi secara aliansi berkomitmen dan tahu bahwa kita gerak secara bersama. Ketika memang ada gejala itu kita tahu cara preventifnya atau cara untuk menangkisnya, setidaknya untuk menjaga kemurnian kita.

Karena sangat amat terlihat bukti konkretnya ketika kita aksi bagaimana ditunggangi atau tidak, ya dia turun aksi atau tidak, dan isu yang disuarakan seperti apa. Misalnya janji tanggal sekian aksi, ternyata pada akhirnya di hari H banyak yang tarik mundur, misalnya dia kena operasi atau mungkin kena janji yang lain.

Kendala terbesar lainnya kita selama aksi, kita banyak dapat penolakan dari kampus masing-masing. Ada yang kampusnya menolak tapi mahasiswa tetap turun, akhirnya kena sanksi, desakan untuk DO, desakan dikenakan hukuman di kampus masing-masing, itu jadi desakan buat kita.

Apa harapan BEM SI terkait Pemilu 2024 dan apa yang akan dilakukan?

[WANSUS] Alasan Mahasiswa Selalu Kritik Jokowi dan Ogah Capres Viral Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Ini menjadi hal yang perlu kita persiapkan jauh-jauh hari untuk pengawalan. Kalau dari kita bersama secara bahasan, pengawalan terbaik untuk di pemilu ini, yang pertama kita harus menjadi salah satu bagian yang bisa mengawasi dan juga mengawal.

Karena lagi-lagi mahasiswa menjadi salah satu komponen besar juga untuk setidaknya menjaga kestabilan. Itu yang paling penting, kalau dilihat dari 2019, yang paling sangat amat mencolok adalah terjadinya polarisasi, ketika ada cebong dan kampret di Indonesia, itu menjadi polarisasi terbesar menurut saya. Dan itu sangat tidak baik, ketika nanti diputuskan siapa pemenangnya, siapa yang jadi presiden ternyata kan polarisasinya belum hilang. Apakah kita menjadi negara yang terbelah dua, kan pada akhirnya pertanyaannya seperti itu.

Padahal akhirnya kemarin Pak Prabowo masuk kabinet Pak Jokowi kan. Itu yang terutama kita kawal terkait potensi polarisasi.

Kemudian kedua, kawalan kita sebagai BEM SI harapan terbesarnya adalah dengan adanya mahasiswa nanti akan menjadi bentukan pengawalan secara formal, mungkin kita menjadi sebuah lembaga untuk bisa mengawasi, harapan kita bisa menjadi pihak independen.

Karena kalau kita pandang, pemilu jadi tempat di mana yang tadinya tidak terlihat, jadi terlihat. Yang tadinya jahat jadi baik, tadinya tak mau bantu jadi bantu. Bahkan ada yang bilang suara rakyat tidak akan didengar kecuali saat pemilu. Itu PR terbesar juga buat kita, kita bisa mengawal tanpa ada yang menunggangi.

Karena kan kalau kita lihat di kampanye pasti kan tampak baik-baiknya saja. Tugasnya kampanye kan itu, kita sebagai mahasiswa ya memberi tahu segalanya, bahwa politikus ini seperti ini. Kemudian hal apa saja yang perlu dibereskan saat mau jadi presiden, jadi politik identitas yang perlu coba dipahami sekarang, ketika nanti yang naik jadi capres sekadar bawa nama dan keviralannya, ya buat apa.

Karena Indonesia sekarang butuh solusi. Percuma kalau ada orang terkenal maju dan sudah digadang-gadang jadi presiden, kalau ternyata substansi dan apa yang mau dibawa tidak relevan.

Pandangan mahasiswa soal usulan kampanye di kampus seperti apa?

[WANSUS] Alasan Mahasiswa Selalu Kritik Jokowi dan Ogah Capres Viral ilustrasi Calon Presiden (IDN Times/Aditya Pratama)

Saya memandangnya begini, ini salah satu logika yang kita bawa di mahasiswa. Ketika memang terjadi kampanye di kampus, narasi yang mereka bawa pertama adalah calon presiden harus bisa diuji di wadah intelektual terbesar, yaitu kampus. Banyak bilang begitu, saya sepakat, memang mereka harus diuji seperti itu.

Tetapi ketika wadah intelektualitas ini menjadi sebuah sarana, itu yang kami tidak setuju. Karena ketika kita menjadi sarana, berarti kita membawa semua sistem yang ada di kampanye, pemilu, dan lain-lain itu masuk ke dalam kampus. Bisa jadi yang diperjual-belikan malah mahasiswa, kepintaran, intelektualitas kita.

Memang baik mengadakan kampanye di kampus, berdebat di kampus, dan lain-lain. Tapi pada akhirnya, mereka membawa sistemnya juga ke kampus. Itu kan berpotensi menjadikan mahasiswa, dosen jadi timses. Pada akhirnya basis ilmu kita yang harusnya untuk menilai, tapi jadi bias karena sudah masuk sistem kampanye. Itulah murninya sebuah ranah pendidikan dan intelektualitas yang harus kita jaga.

Ketika capres cawapres ini diuji kaum intelektualitas seperti mahasiswa dan dosen, kami setuju. Tapi ketika tempat pendidikan dijadikan sarana tentu kita tidak sepakat.

Aksi mahasiswa menolak kenaikan harga BBM sudah tidak masif, berarti mahasiswa terima?

[WANSUS] Alasan Mahasiswa Selalu Kritik Jokowi dan Ogah Capres Viral Aksi BEM SI di Gedung Merah Putih KPK pada Senin (27/9/2021). (IDN Times/Aryodamar)

Tokak ukur kita untuk pengawalan isu bukan dari aksi sebenarnya. Kalau ada persepsi mahasiswa sudah mulai menerima, mahasiswa sudah tidak mengurus isu ini karena tidak aksi, itu penilaian salah. Karena tolak ukur kita bukan aksi. Aksi diawal kebijakan harga BBM naik itu adalah bentuk respons bahwa kita menolak.

Selama ada aksi pada awal itu, menurut saya, banyak aliansi yang demo saat itu tapi sayangnya tidak bersama. Misal mahasiswa aksi hari ini, besok ada buruh aksi, itu kita gak bersatu. Akhirnya yang saya pahami, kita menjadi salah satu pengikut isu yang pemerintah buat.

Satu hal yang agak hilang di mahasiswa sekarang, yang saya paham mahasiswa itu selalu membuat isu, isu yang gak pernah dilihat dan gak pernah digubris. Tiba-tiba mahasiswa diangkat jadi sebuah isu yang digubris. Harusnya seperti itu kan ya, tapi yang sekarang kita rasakan, kita mengikuti apa yang pemerintah mau.

BBM naik, kita baru aksi, RKUHP tiba-tiba masalah kita baru komen lagi, seharusnya gak gitu kan. Itu seakan-akan justru membuat kita jadi seperti konsultan pemerintah jadinya. Pemerintah sakit, kita obatin, kan aneh. Itu juga yang perlu dipegang dan jadi faktor utama bahwa gerakan kita jadi agak kurang terlihat.

Saya juga sepakat seakan gerakan mahasiswa makin meredup, sebenarnya kalau dibilang aksi kita makin meredup bukan karena alasan kita sepakat atau sudah gak mau mengkaji lagi. Tapi dengan respons yang kita dapat, sebesar itu lho penolakan mereka untuk tidak mendengar kita.

Saya gak pernah dapat respons lebih baik dari pihak Istana, keluar saat kita aksi, kemudian janji mau bahas tapi gak ada lagi kelanjutannya. Sehingga pada akhirnya mahasiswa itu perlu momentum, perlu adanya musuh bersama, sebenarnya saya lihat BBM itu sudah jadi musuh bersama ketika naik, tapi ternyata gak juga. Masih banyak juga masyarakat yang justru menyepakati ternyata. Ada yang sepakat ternyata, bahkan dari kawan-kawan yang memang membahas langsung tentang perekonomian sepakat juga BBM naik, kalau gak, jatuh, runtuh ekonomi Indonesia.

Jadi ternyata BBM gak jadi musuh bersama, makanya kita pun ketika bergerak tidak menjadi sesuatu yang besar. Tapi klarifikasi kita, kalau ngukur kita bukan aksi untuk pengawalan, kita masih banyak melakukan kajian, masukan, pengawalan secara langsung maupun tidak langsung.

Kemudian kasus-kasus korupsi masa lalu, masih banyak juga. Kasus pembunuhan Munir, masalah HAM, itu pun gak selesai. Mungkin BBM jadi salah isu yang juga gak mau dibahas sama mereka.

Tuntutan aksi mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI

Berikut 19 tuntutan aksi mahasiswa yang tergabung dalam BEM SI:

1. Menuntut dan mendesak pemerintah untuk mencabut keputusan kenaikan harga BBM dan menerapkan regulasi pemakaian BBM bersubsidi secara tegas.

2. Tuntaskan kasus Kanjuruhan dan wujudkan supremasi hukum dan HAM yang berkeadilan, tidak tebang pilih dan tuntaskan HAM masa lalu.

3. Reformasi di tubuh institusi Polri dan wujudkan kebebasan sipil seluas-luasnya, sesuai amanat konstitusi dan menjamin keamanan setiap orang atas hak berpendapat dan dalam mengemukakan pendapat serta hadirkan evaluasi.

4. Menuntut dan mendesak pemerintah mengoreksi model pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang tidak berpihak kepada rakyat.

5. Menuntut pemerintah untuk menunda dan mengubah pasal-pasal bermasalah, di antaranya Pasal 240 RKUHP, Pasal 265 RKUHP, Pasal 273 RKUHP, Pasal 353 & 354 RKUHP.

6. Berhentikan Firli Bahuri sebagai ketua KPK, hadirkan Perppu atas UU KPK No. 19 Tahun 2019 serta kembalikan marwah KPK sebagai realisasi janji-janji Jokowi dalam agenda pemberantasan korupsi.

7. Mendesak pemerintah untuk memastikan jalannya Pemilihan Umum 2024 berjalan dengan Luber Jurdil.

8. Mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang presidential thereshold.

9. Menuntut dan mendesak pemerintah untuk melakukan langkah prefentif untuk menanggulangi ancaman resesi.

10. Menuntut dan mendesak pemerintah mengembangkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang ada di dalam negeri, tanpa menjadikan utang luar negeri sebagai salah satu sumber pembangunan negara.

11. Menuntut pemerintah untuk memberikan afirmasi PPPK Guru berusia di atas 35 tahun dan masa mengabdi lebih dari 10 tahun, untuk diprioritaskan kelulusannya, serta mengangkat langsung guru honorer yang berusia di atas 50 tahun.

12. Menuntut pemerintah untuk segera meningkatkan kualitas pendidikan, baik dari segi peningkatan kualitas guru Indonesia maupun pemerataan sarana dan infrastruktur penunjang pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.

13. Menuntut pemerintah untuk mengembalikan independensi Badan Standar Nasional Pendidikan.

14. Mendesak Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba.

15. Menuntut dan mendesak pemerintah untuk menghentikan kriminalisasi terhadap petani, nelayan, masyarakat adat, dan aktivis agraria.

16. Menuntut dan mendesak pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria dan menyelesaikan konflik agraria struktura.

17. Mendesak pemerintah untuk membatalkan RUU Sisdiknas yang masih banyak polemik.

18. Mendesak pemerintah untuk mencabut aturan di dalam pemilihan rektor terkait 35 persen suara berasal dari kementerian pendidikan, karena rentan terhadap kepentingan politik.

19. Penegasan UU Pornografi sebagai regulasi hukum untuk menanggulangi konten pornografi yang berdampak pada maraknya pelecehan seksual.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya