Konsep Bangunan Hijau di Bandung Berpotensi Hemat Energi 62 Gwh 

Bangunan hijau memperhatikan aspek lingkungan

Bandung, IDN Times - Aksi mitigasi atas efek pemanasan global kini menjadi perhatian semua pihak. Implementasinya pun mulai meluas di hampir semua aspek dan bidang kehidupan manusia. Salah satunya di bidang arsitektur dan konstruksi bangunan. Dalam satu dekade terakhir, green building atau bangunan hijau menjadi topik hangat yang sering diperbincangkan para pakar dan mulai diimplementasikan baik pada gedung komersial maupun milik pemerintah dan perumahan rakyat.

Bangunan hijau ialah bangunan yang memperhatikan aspek lingkungan sehingga bangunan tersebut tidak memberikan efek negatif terhadap lingkungan atau mengeluarkan emisi yang terlalu tinggi dalam mengeluarkan emisi efek rumah kaca. Desain rencana bangunan hijau antara lain meliputi sirkulasi udara, mengelola sumber energi dan air, tata kelola lahan hijau, bahan yang digunakan dan sebagainya.

Kota Bandung ialah salah satu kota yang mengembangkan konsep green building atau bangunan gedung hijau pada pembangunan bangunan di kawasannya. Dimulai pada 2014, Wali Kota Bandung saat ini menginisiasi implementasi bangunan hijau di Bandung dan dilanjutkan dengan workshop, diskusi, dan seminar untuk menentukan parameter yang sesuai dengan kondisi kota serta pengumpulan data sekunder dan survei lapangan pada tahun berikutnya.

"Agustus 2016, Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung tentang Bangunan Gedung Hijau disahkan dan mulai diintegrasikan dalam Proses Perizinan Bangunan," tutur Irfan Febianto mewakili Dinas Penataan Ruang Kota Bandung dalam penjelasannya di hadapan peserta Workshop Specific Energy Consumption (SEC) dan Sosialisasi Pemasangan PV Rooftop dan Smart Building untuk Bangunan Gedung Komersial, Rabu (9/10), di Bandung.

1. Implementasi Bangunan Gedung Hijau mencakup seluruh jenis bangunan

Konsep Bangunan Hijau di Bandung Berpotensi Hemat Energi 62 Gwh shrm.org

Irfan menjelaskan bahwa Perwal Bandung mengatur aspek-aspek implementasi Bangunan Gedung Hijau, yaitu efisiensi energi, pengelolaan air, pengelolaan kualitas udara dalam ruangan, dan pengelolaan lahan. Implementasi Bangunan Gedung Hijau mencakup seluruh jenis bangunan dan menjadi satu kesatuan yang dipersyaratkan untuk perizinan bangunan. 

"Perwal ini kami susun sesuai dengan karakteristik Kota Bandung, dan bagaimana agar perwal ini mudah diimplementasikan pemangku kepentingan, masyarakat, pemerintah kota, arsitek, dan perencana lainnya," tutur Irfan.

Irfan melanjutkan, tantangannya ialah bagaimana mensimplifikasi Perwal Bangunan Gedung Hijau agar dapat terintegrasi dengan perizinan bangunan, khususnya untuk bangunan berlantai rendah (1-4 lantai hunian dan nonhunian). Berbeda dengan kota lainnya, 90 persen bangunan di Bandung berlantai rendah, 80 persen di antaranya ialah hunian dengan kondisi menyebar secara acak, spontan, membangun sendiri, dan beberapa berubah fungsi menjadi bangunan semikomersial dan industri rumah skala kecil. Kondisi demikian memungkinkan penggunaan energi yang sangat besar di Kota Bandung.

2. Implementasi bangunan gedung hijau berpotensi mengurangi gas rumah kaca

Konsep Bangunan Hijau di Bandung Berpotensi Hemat Energi 62 Gwh sentinelassam.com

Pemerintah Wali Kota Bandung menempuh langkah tersebut untuk menyiasati tantangan tersebut, antara lain (1) informasi dan edukasi Perwal Bangunan Gedung Hijau, (2) menambah parameter Bangunan Gedung Hijau, dan (3) Bangunan Gedung Hijau yang terdesain dengan baik. Dimulai secara efektif Maret 2017, persentase kesalahan dalam pemenuhan persyaratan BGH yang diverifikasi untuk Proses Perizinan Bangunan makin menurun.

Irfan menyebutkan, 5.345 bangunan di Kota Bandung direncanakan "hijau" dengan area lantai seluas 1,5 juta m2. "Potensi penghematan energi dengan implementasi Bangunan Gedung Hijau adalah 62.612 Mwh. Potensi penghematan biaya listrik sebesar 6,8 juta USD atau setara dengan Rp 89 miliar. Berdasarkan pemetaan kami, implementasi Bangunan Gedung Hijau ini dapat berpotensi mengurangi gas rumah kaca sebesar 52,6 ribu ton dan hemat air sebanyak 309,897 m3 setara Rp 3,8 miliar," urai Irfan.

Pelaksanaan Perwal Bandung terkait Bangunan Gedung Hijau ini tidak berarti selalu mulus tanpa tantangan. Irfan mengungkapkan bahwa Pemerintah Kota Bandung harus menyosialisasikan ke masyarakat dan mengimplementasikan per tahap. Tak hanya itu, pihaknya harus menambah tenaga ahli bangunan gedung hijau, mengikutkan pegawai pemkot untuk pelatihan serta sertifikat laik fungsi terkait Green Building Parameters, dan mendorong peningkatan kompetensi dan dukungan Asosiasi.

"Jangka panjangnya semua pemangku kepentingan harus terinformasi dengan baik. Dan pada akhirnya desain bangunan gedung hijau sesuai parameter terpenuhi," pungkasnya.

3. Sekilas tentang Workshop Specific Energy Consumption (SEC)

Konsep Bangunan Hijau di Bandung Berpotensi Hemat Energi 62 Gwh IDN Times/EBTKE

Kegiatan Workshop Specific Energy Consumption (SEC) dan Sosialisasi Pemasangan PV Rooftop dan Smart Building untuk Bangunan Gedung Komersial di Bandung merupakan kali keempat pelaksanaan kegiatan, yang sebelumnya di gelar di Pekanbaru (11/9), Jakarta (18/9), dan Bali (25/9). Selanjutnya kegiatan serupa akan kembali digelar di tiga kota lainnya, yaitu Semarang, Surabaya, dan Medan. Peserta workshop yang hadir berasal dari perwakilan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, pengelola gedung komersial, PT PLN (Persero), Asosiasi, BPPT, B2TKE, PT Unilever Tbk, dan tim survei SEC itu sendiri.

Kepala Subdit Penyiapan Program Konservasi Energi Devi Laksmi menjelaskan bahwa penerapan smart building di gedung pemerintah dan gedung komersial yang dibagikan pada sharing session workshop tersebut akan menjadi salah satu contoh yang dapat menggambarkan success story sehingga dapat direplikasi bagi perusahaan lainnya.

Penggunaan smart building ialah cara bagaimana mengintegrasikan pasokan dengan penggunaan energi bagi bangunan gedung melalui pengaturan yang lebih hemat dan dapat dilakukan secara otomatisasi dan pengendalian (kontrol).

Selain itu, Specific Energy Consumption (SEC) yang saat ini dilakukan melalui kerja sama dengan Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kerja sama tersebut untuk mengetahui intensitas konsumsi energi pada 276 objek survei yang tersebar di tujuh provinsi, dengan objek yang paling banyak ialah hotel dan rumah sakit.

Tujuan SEC ialah mencari benchmark, memperbarui data dari kajian 2009 yang dilakukan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan kajian tahun 2015 yang dilaksanakan USAID, dan terakhir oleh BCA Building benchmark untuk gedung di Singapura. Hasil survei juga digunakan sebagai masukan untuk revisi PP No 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi, serta memperbaiki data secara nasional. (RWS)

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya