Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bendera Israel. (unsplash.com/Taylor Brandon)

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 12 negara, termasuk Indonesia, sepakat menjatuhkan enam sanksi terhadap Israel. Kesepakatan tersebut diumumkan usai pertemuan Grup Den Haag di Bogota, Kolombia, Rabu (16/7/2025).

Sanksi kolektif, sanksi bertujuan mengakhiri impunitas atau kekebalan hukum Israel atas perangnya di Gaza yang telah berlangsung 21 bulan. Perang tersebut telah menewaskan sedikitnya 58.573 warga Palestina sejak Oktober 2023, dilansir Al Jazeera.

1. Rincian enam sanksi untuk Israel

Keenam sanksi tersebut akan diterapkan melalui hukum dan sistem administrasi di masing-masing negara. Tujuannya untuk memutus dukungan logistik, militer, dan ekonomi bagi Israel.

Sanksi utama adalah embargo atau penghentian transfer senjata, amunisi, dan bahan bakar militer ke Israel. Negara-negara penandatangan juga akan melarang kapal pembawa pasokan perang Israel untuk berlabuh di pelabuhan mereka.

Selain itu, diberlakukan larangan penggunaan bendera negara peserta pada kapal yang melanggar ketentuan tersebut, dengan ancaman pencabutan registrasi kapal. Komitmen lainnya adalah meninjau ulang semua kontrak publik untuk memastikan dana negara tidak mendukung pendudukan Israel.

Di bidang hukum, negara-negara ini akan mendorong proses peradilan untuk kejahatan perang di tingkat nasional maupun internasional. Mereka juga sepakat mendukung yurisdiksi universal yang memungkinkan pengadilan atas kejahatan internasional yang terjadi di Palestina.

Daftar 12 negara yang berkomitmen adalah Indonesia, Malaysia, Bolivia, Kolombia, Kuba, Irak, Libya, Namibia, Nikaragua, Oman, Saint Vincent dan Grenadines, serta Afrika Selatan. Pelapor Khusus PBB untuk Palestina, Francesca Albanese, menyambut baik langkah ini.

"Ini bukan kebijakan biasa, melainkan langkah untuk menyelamatkan orang-orang yang terus menerus diserang, dan bagi dunia yang sudah terlalu lama lumpuh," kata Albanese, dikutip Middle East Eye.

2. Israel tidak boleh dibiarkan bertindak seenaknya

Konferensi ini diinisiasi oleh Grup Den Haag, blok negara yang dibentuk pada Januari lalu untuk menuntut pertanggungjawaban Israel di mata hukum internasional. Forum di Bogota ini diketuai bersama oleh Kolombia dan Afrika Selatan, dua negara yang gencar mengkritik Israel.

Lebih dari 30 negara menghadiri pertemuan tersebut dan secara aklamasi sepakat bahwa era impunitas harus berakhir. Para peserta juga satu suara menyerukan gencatan senjata segera di Gaza.

Presiden Kolombia, Gustavo Petro, menyebut pertemuan ini sebagai momen bersejarah.

"Kami datang ke Bogota untuk membuat sejarah, dan kami berhasil. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa kami tidak akan lagi membiarkan hukum internasional diperlakukan sebagai sekedar pilihan, atau nyawa warga Palestina dianggap tidak berharga," ujar Petro.

Sekretaris Eksekutif Grup Den Haag, Varsha Gandikota-Nellutla, juga menyampaikan hal senada. Ia menyebut pertemuan ini menandai titik balik dari sekadar wacana menjadi aksi nyata untuk menekan Israel.

3. AS kritik tekanan terhadap Israel

Kesepakatan ini menambah tekanan-tekanan yang telah dilakukan sejumlah negara. Misalnya, gugatan genosida yang diajukan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ) dan pemutusan hubungan diplomatik oleh Kolombia.

Namun, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengkritik hasil pertemuan tersebut.

"Washington sangat menentang upaya yang dilakukan oleh apa yang disebut 'blok multilateral' untuk mempersenjatai hukum internasional sebagai alat untuk memajukan agenda radikal anti-Barat," bunyi pernyataan tersebut, dilansir The Cradle.

Meskipun ada penolakan, para penggagas membuka pintu bagi negara lain untuk bergabung. Batas waktu hingga 20 September 2025 telah ditetapkan bagi negara-negara lain untuk ikut menerapkan keenam sanksi tersebut. Tanggal tersebut dipilih agar bertepatan dengan dimulainya Sidang Umum PBB ke-80.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama