Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi tempat kejadian perkara (pexels.com/kat wilcox)
ilustrasi tempat kejadian perkara (pexels.com/kat wilcox)

Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 26 orang, termasuk 16 anak-anak, dilaporkan tewas dalam serangan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di tiga desa di Papua Nugini pekan lalu. Pihak berwenang memperkirakan jumlah tersebut akan bertambah menjadi 50 orang seiring dengan terus berlanjutnya upaya pencarian korban.

Komandan kantor polisi Angoram, Inspektur Peter Mandi, pada Kamis (25/7/2024) mengatakan bahwa para perempuan, termasuk anak-anak, juga diperkosa sebelum dibunuh di desa Tamara, Tambari, dan Angrumara di distrik Angoram di provinsi Sepik Timur.

Pembunuhan dan pembantaian yang terjadi pada 16-18 Juli itu dilakukan oleh lebih dari 30 pemuda yang tergabung dalam sebuah geng yang menamakan dirinya “I don't care".

"Rabu lalu, tanggal 17, kelompok bersenjatakan senjata api, parang, dan ketapel kawat menyerang Desa Angrumara, membakar rumah-rumah dan membunuh seorang lelaki lanjut usia dan seorang anak laki-laki berusia 5 tahun," kata Mandi, dikutip The Guardian.

“Keesokan harinya, mereka menyerang desa Tambari, memperkosa perempuan dan gadis muda lalu menebas mereka dengan parang, anak-anak kecil juga disabet dengan parang," tambahnya.

1. Warga khawatir dengan serangan lebih lanjut

Banyak dari mereka yang selamat melarikan diri ke semak-semak di sekitarnya. Salah seorang warga Tambari yang melarikan diri ke kantor polisi di Angoram mengatakan bahwa semua rumah di desa mereka telah habis terbakar dan penduduk desa melarikan diri hanya dengan pakaian yang melekat di badan mereka. Polisi mengatakan bahwa warga setempat masih khawatir akan terjadinya serangan lebih lanjut.

“Saya bisa mendengar perempuan meratap kesakitan, anak-anak menangis. Saya beruntung mereka tidak melihat saya,” tutur salah seorang korban selamat kepada surat kabar The National.

Perempuan itu bercerita bagaimana ia terapung selama berjam-jam di sungai dengan berpegangan pada batang kayu, berusaha untuk tetap tenang sementara serangan berlangsung di sekelilingnya.

Komandan polisi provinsi, James Baugen, mengatakan bahwa mayat-mayat dibiarkan membusuk di desa, sementara beberapa mayat lainnya yang terapung di sungai diseret oleh buaya. Dia menambahkan bahwa sebagian besar korban tewas adalah ibu dan anak mereka.

2. Bala bantuan datang sepekan kemudian

Gubernur Sepik Timur, Allan Bird, mengatakan bahwa hanya ada 20 petugas polisi untuk 100 ribu orang yang tinggal di distrik Angoram, tempat serangan itu terjadi. Ketiga desa tersebut juga terletak di daerah terpencil yang sulit diakses melalui jalan darat.

Polisi setempat baru tiba di daerah tersebut pada Selasa (23/7/2024), sementara bala bantuan dari polisi nasional tiba pada Kamis. Polisi mengatakan bahwa mereka akan mencari geng tersebut di sepanjang Sungai Sepik.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, terkejut atas pembantaian tersebut. Ia mengatakan bahwa kekerasan itu tampaknya dipicu oleh sengketa mengenai kepemilikan tanah dan danau serta hak penggunaannya. Ia juga meminta pihak berwenang untuk menindak tegas mereka yang bertanggung jawab atas serangan itu.

3. Sebanyak 26 orang juga tewas akibat serangan serupa pada Februari

Sengketa tanah juga diperkirakan menjadi penyebab serangan serupa di dataran tinggi Papua Nugini pada Februari, yang menewaskan 26 orang. Setahun yang lalu, konflik suku menyebabkan lockdown selama tiga bulan di provinsi Enga, di mana polisi memberlakukan jam malam dan pembatasan perjalanan.

Pertikaian antar-suku di Papua Nugini telah terjadi selama berabad-abad, namun masuknya tentara bayaran dan senjata otomatis semakin memperburuk siklus kekerasan.

Sejak 1980, populasi negara ini telah meningkat lebih dari dua kali lipat, sehingga menambah tekanan pada lahan dan sumber daya, serta meningkatkan persaingan antar suku.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama