Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud bertemu dengan Perdana Menteri Qatar sekaligus Menteri Dalam Negeri Syeikh Abdullah bin Nasser bin Khalifa Al Thani dalam KTT Dewan Kerjasama Teluk (GCC) ke-40 di Riyadh, Arab Saudi, pada 10 Desember 2019. ANTARA FOTO/Saudi Press Agency/Handout via REUTERS
Sementara itu, dalam aturan yang telah ditetapkan oleh Raja Abdulaziz ketika mendirikan Arab Saudi pada 1932, ia memilih mendahulukan adik laki-laki tertua sebagai penerus takhta dibandingkan anak laki-laki. Walau begitu, ia kemudian menurunkan kekuasaan kepada salah satu putranya yaitu Raja Saud.
Raja Fahd mengubah aturan ini pada 1992 sehingga memungkinkan penunjukkan penerus berdasarkan kepantasan, bukan senioritas. Ini juga yang membuat Raja Fahd bisa bernegosiasi dengan penerusnya, Raja Abdullah, untuk membuat Raja Salman (adik kandung Raja Fahd) menjadi pemegang takhta setelah dinobatkan sebagai Pangeran Mahkota.
Ketika Raja Salman naik takhta pada 2015, ia memiliki lusinan saudara laki-laki, walau hanya tiga orang yang dianggap layak berdasarkan garis keturunan dan mereka berusia sangat tua. Dengan aturan yang dibuat Raja Fahd, cucu atau cicit Raja Abdulaziz pun memiliki kesempatan untuk memegang kendali kerajaan.
Ambisi MBS untuk menjadi pemimpin nomor satu di Arab Saudi dipandang merupakan bagian dari cita-cita Raja Salman untuk menjaga keturunannya sebagai penguasa kerajaan. Ini seperti yang dilakukan oleh Raja Fahd sebelumnya. Apalagi usia MBS yang masih sangat muda membuka peluang untuknya menguasai Arab Saudi dalam waktu lama.