Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
peta Sudan (pexels.com/Lara Jameson)

Jakarta, IDN Times - Sedikitnya enam orang tewas dan 12 lainnya terluka akibat serangan drone di sebuah rumah sakit di provinsi Kordovan Utara, Sudan. Pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dituding bertanggung jawab atas pengeboman itu.

Rumah Sakit Al-Dhaman di kota El-Obeid diserang pada Jumat (30/5/2025), menewaskan sejumlah tenaga medis, pasien dan para pendamping mereka. Lembaga pengawas hak asasi manusia, Komite Pengacara Darurat, mengecam serangan tersebut sebagai kejahatan perang dan pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan internasional.

Rumah sakit itu juga mengalami kerusakan parah, sehingga terpaksa menghentikan layanannya untuk sementara waktu. Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) melaporkan bahwa RSF juga menyerang rumah sakit lain yang terletak di pusat kota.

1. Rumah sakit di El-Obeid juga pernah diserang sebelumnya

Dilansir dari Anadolu, ini bukan pertama kalinya infrastruktur medis di El-Obeid diserang. Pada 15 Mei, serangan drone yang diluncurkan oleh RSF juga menghantam Rumah Sakit Korps Medis Militer di kota yang sama, menyebabkan beberapa orang tewas dan terluka.

Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah Sudan berulang kali menuduh RSF melancarkan serangan drone terhadap infrastruktur sipil, termasuk pembangkit listrik dan fasilitas penting lainnya di berbagai kota di wilayah utara dan timur. RSF sendiri belum memberikan komentar mengenai insiden yang terbaru.

El-Obeid terletak sekitar 360 kilometer di barat daya ibu kota Khartoum. Kota ini sempat dikepung oleh RSF selama hampir 2 tahun, sebelum akhirnya berhasil direbut kembali oleh SAF pada Februari 2025. Sejak saat itu, El-Obeid terus menjadi sasaran serangan RSF karena posisinya yang strategis sebagai jalur utama pasokan militer menuju wilayah barat.

2. Kejahatan perang marak terjadi di Sudan

Meletus pada April 2023, perang antara SAF dan RSF telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan sekitar 13 juta lainnya mengungsi. Konflik ini juga secara membagi Sudan menjadi dua bagian, dengan SAF menguasai bagian tengah, timur dan utara, sementara RSF dan sekutunya menguasai hampir seluruh Darfur dan sebagian wilayah selatan.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), konflik di Sudan telah menciptakan krisis kelaparan dan pengungsian terbesar di dunia. Bahkan, beberapa wilayah di negara itu kini berada di ambang bencana kelaparan.

Dilansir dari DW, kelompok hak asasi manusia mengungkapkan bahwa perang tersebut juga diwarnai oleh berbagai kekejaman, seperti pemerkosaan massal dan pembunuhan bermotif etnis, terutama di wilayah Darfur. Tindakan-tindakan ini merupakan bagian dari kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

3. Wabah kolera di Sudan mencapai lebih dari seribu kasus per hari

Wabah kolera juga semakin memperburuk krisis kemanusiaan di Sudan. Pada Kamis (29/5/2025), Kementerian Kesehatan di negara bagian Khartoum melaporkan 942 kasus baru infeksi kolera dan 25 kematian pada hari sebelumnya,

Menurut pekerja bantuan, upaya pengendalian wabah kolera kian sulit dilakukan akibat layanan kesehatan yang hampir lumpuh total. Sekitar 90 persen rumah sakit di zona perang utama kini tidak lagi beroperasi.

Sejak Agustus 2024, Sudan telah melaporkan lebih dari 65 ribu kasus dugaan kolera dan sedikitnya 1.700 kematian di 12 dari 18 negara bagiannya. Khartoum sendiri mencatat 7.700 kasus dan 185 kematian, termasuk lebih dari seribu infeksi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.

“Sudan sangat membutuhkan peningkatan bantuan secara mendesak untuk membantu mengatasi wabah kolera yang mencapai ratusan kasus per hari, bahkan kini telah melampaui lebih dari seribu kasus per hari," kata Jean-Nicolas Armstrong Dangelser, koordinator darurat Dokter Lintas Batas (MSF) di Sudan, kepada Al Jazeera.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team

EditorRama