66 Anak Meninggal Dunia akibat Kekurangan Gizi di Gaza sejak 2023

Intinya sih...
Israel dituduh gunakan kelaparan sebagai senjata untuk memusnahkan warga sipil
Ibu hamil juga mengalami kekurangan gizi
Jumlah kasus malnutrisi akut diperkirakan akan terus meningkat
Jakarta, IDN Times - Sedikitnya 66 anak-anak Palestina telah meninggal dunia akibat kekurangan gizi parah di Jalur Gaza. Wilayah Palestina tersebut telah menghadapi krisis makanan, pasokan medis dan susu formula bayi akibat blokade Israel sejak Oktober 2023.
Dilansir dari Anadolu, Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan bahwa sedikitnya tiga bayi tewas pekan ini. Jouri al-Masri, yang berusia 3 bulan, meninggal pada Kamis (26/6/2025) di Deir al-Balah setelah keluarganya tidak dapat memperoleh susu terapi khusus yang dibutuhkannya.
Pada hari yang sama, Nidal Sharab yang berusia 5 bulan dan Kinda al-Hams yang berusia 10 hari meninggal di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis. Keluarga mengatakan bahwa kematian mereka disebabkan oleh malnutrisi parah dan kelangkaan pasokan medis.
1. Israel dituduh gunakan kelaparan sebagai senjata untuk memusnahkan warga sipil
Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan bahwa penutupan total perbatasan oleh Israel dan larangan masuknya susu formula serta suplemen gizi sebagai penyebab meningkatnya angka kematian. Pihaknya memperingatkan bahwa bayi, anak-anak, dan orang sakit adalah kelompok yang sangat rentan.
“Tindakan ini merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta mengungkap penggunaan kelaparan secara sengaja oleh pendudukan Israel sebagai senjata untuk memusnahkan warga sipil, khususnya anak-anak, dalam pelanggaran terang-terangan terhadap hukum humaniter internasional dan Konvensi Jenewa,” kata kantor tersebut dalam sebuah pernyataan, seraya mengecam sikap diam komunitas internasional.
Pihaknya menyatakan bahwa Israel bertanggung jawab sepenuhnya atas situasi ini, sementara Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, dan Jerman dianggap turut terlibat dalam tindakan genosida di Gaza melalui dukungan mereka terhadap Israel.
2. Ibu hamil juga mengalami kekurangan gizi
Menurut Direktur Jenderal Rumah Sakit Lapangan di Kementerian Kesehatan Gaza, Marwan Al-Hams, sedikitnya 144 anak meninggal di unit perawatan neonatal, 206 janin gugur di dalam kandungan, 18 bayi baru lahir meninggal setelah dilahirkan, dan tercatat 58 kasus cacat lahir. Lebih dari 2.100 kasus keguguran terjadi antara Januari hingga Mei.
“Sebanyak 56 persen perempuan hamil di sektor ini menderita kekurangan gizi,” kata Al-Hams, seraya memperingatkan bahwa angka kematian ibu dan janin akan semakin meningkat seiring dengan memburuknya kondisi kesehatan dan gizi.
Sistem kesehatan di Gaza yang telah lumpuh akibat serangan Israel kini dihadapkan pada kekurangan 55 persen obat-obatan serta perlengkapan medis, ditambah kelangkaan bahan bakar yang kian memburuk.
"Hanya sedikit pasokan yang masuk, dan itu pun hanya digunakan untuk menyelamatkan nyawa, tanpa cadangan strategis di rumah sakit," ujar Al-Hams, dikutip dari The New Arab
3. Jumlah kasus malnutrisi akut diperkirakan akan terus meningkat
Menurut UNICEF, lebih dari 16 ribu anak berusia antara 6 bulan hingga 5 tahun diperkirakan telah dirawat di rumah sakit dan klinik akibat malnutrisi akut sepanjang 2025. Badan tersebut mengungkapkan bahwa blokade Israel selama 11 pekan terakhir telah memicu lonjakan malnutrisi pada anak-anak hingga 150 persen. Meski blokade tersebut sebagian dicabut pada 19 Mei, kasus gizi buruk masih terus berlanjut.
“Setiap kasus ini sebenarnya dapat dicegah. Makanan, air, dan pengobatan gizi yang sangat mereka butuhkan terhalang untuk sampai kepada mereka," kata Edouard Beigbeder, Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dalam sebuah pernyataan, dilansir dari NBC News.
Dengan kondisi saat ini, UNICEF menilai kasus malnutrisi akut kemungkinan akan meningkat dalam beberapa minggu mendatang, dan bisa mencapai tingkat tertinggi sejak konflik dimulai.
“Ini terjadi di tengah populasi anak-anak yang sebelumnya tidak mengalami wasting (gizi buruk berat) 20 bulan yang lalu,” kata UNICEF, merujuk pada kondisi di Gaza sebelum pecahnya perang pada Oktober 2023.