Amensty: Dunia Hampir Alami Kegagalan Hukum Internasional

Jakarta, IDN Times - Amnesty International menerbitkan laporan tahunan dan menyebut bahwa dunia sedang kegagalan hukum internasional. Diterbitkan pada Rabu (24/4/2023), laporan menyebut konflik bersenjata, otoritarianisme, dan pelanggaran kemanusiaan telah meningkat.
Sekretaris jenderal Amnesty, Agnes Callamard, mengatakan tingkat pelanggaran tatanan internasional pada 2023 belum pernah terjadi sebelumnya. Organisasi itu mengatakan, negara-negara paling berkuasa seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Rusia dan China telah menyebabkan pengabaian global terhadap aturan dan nilai-nilai internasional.
1. Israel dan sekutunya tidak peduli hukum internasional
Callamard menyinggung konflik di Gaza antara Israel dan Hamas. Perang di wilayah tersebut telah menewaskan lebih dari 30 ribu orang Palestina dengan korban paling banyak perempuan dan anak-anak.
"Ketidakpedulian Israel terhadap hukum internasional diperparah oleh kegagalan sekutunya menghentikan pertumpahan darah sipil yang terjadi di Gaza. Banyak dari sekutu tersebut adalah arsitek sistem hukum pasca-Perang Dunia Kedua," katanya dikutip dari Associated Press.
Negara besar seperti AS dan Inggris dianggap telah gagal mengecam pelanggaran hak asasi yang dilakukan Israel. AS juga dianggap gagal karena memveto resolusi gencatan senjata di Gaza.
2. Inggris mendestabilisasi konsep hak asasi manusia
Amnesty mengkritik Inggris dan menilai negara itu telah melemahkan perlindungan hak asasi manusia secara nasioal dan global.
"Inggris dengan sengaja mendestabilisasi seluruh konsep hak asasi manusia universal melalui kebijakan dalam negeri dan politik yang mengerikan," kata Sacha Deshmukh, kepala eksekutif Amnesty International Inggris, dikutip dari The Guardian.
Inggris juga dikecam karena dianggap gagal menggunakan kepemimpinan di PBB untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusa di Gaza, lemahnya dukungan untuk Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), serta keterlibatan London dalam mempersenjatai Israel.
"Kami mempunyai keprihatinan yang sangat mendalam mengenai praktik Inggris dalam memasok senjata dan komponen-komponen penting untuk senjata," kata Deshmukh.
"Tidak ada keraguan dalam benak saya bahwa Inggris akan dihakimi secara kejam oleh sejarah karena kegagalannya membantu mencegah pembantaian warga sipil di Gaza," tambahnya.
3. Rusia dan Myanmar melanggar aturan yang didukung China
Laporan Amnesty mendokumentasikan pelanggaran aturan yang dilakukan Rusia selama invasi ke Ukraina. Moskow menyerang tanpa pandang bulu terhadap wilayah sipil yang padat penduduk, infrastruktur energi dan ekspor biji-bijian.
Rusia juga dinilai telah menggunakan penyiksaan atau perlakuan buruk terhadap tawanan perang.
Dilansir dari laman resminya, pelanggaran juga dilakukan militer Myanmar yang telah mengakibatkan lebih dari seribu warga sipil tewas pada 2023 saja. Baik itu Rusia atau Myanmar tidak berkomitmen menyelidiki laporan pelanggaran hak asasi yang mencolok.
"Bersamaan dengan agresi Rusia yang terus berlanjut terhadap Ukraina, meningkatnya jumlah konflik bersenjata, dan pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran yang terjadi, misalnya di Sudan, Etiopia, dan Myanmar, tatanan global yang berdasarkan aturan berada dalam risiko kehancuran," jelas Callamard.
China dituduh mendukung kedua negara tersebut, baik itu dengan dukungan ekonomi atau menjual persenjataan.