TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nasib Perempuan Afghanistan di Bawah Dekrit Taliban soal Menutup Wajah

Kebijakan wajib menutup wajah timbulkan kemarahan perempuan

Para perempuan di Afghanistan (newsnpr.org)

Jakarta, IDN Times - Arooza sangat marah dan takut saat melihat petugas Taliban berpatroli. Kala itu, Minggu (8/5/2022), dia dan seorang temannya berbelanja di lingkungan Macroyan di Kabul, Afghanistan. Arooza takut pakaiannya tidak sesuai dengan apa yang direkomendasikan pemerintahan Taliban.

Guru matematika di Kabul itu takut karena syalnya yang besar dan terbungkus ketat di kepalanya, serta wajahnya yang terlihat, tidak akan memenuhi dekrit terbaru oleh pemerintah Taliban, dilansir Al Arabiya News.

Pemerintahan Taliban yang menguasai Afghanistan telah mengeluarkan dekrit kepada para perempuan di sana agar menutupi wajahnya pada Sabtu (7/5/2022). Kementerian dalam sebuah pernyataan, mengidentifikasi chadori yakni burqa Afghanistan atau kerudung seluruh tubuh, sebagai pilihan "jilbab terbaik".

Kebijakan ini dikabarkan telah dikecam dan menimbulkan kemarahan yang meluas oleh para perempuan dan aktivis Afghanistan, dilansir Al Jazeera.

Baca Juga: Sempat Dibuka, Kini Taliban Tutup Kembali Sekolah untuk Perempuan 

Baca Juga: Taliban Larang Perempuan Bepergian Tanpa Mahram di Atas 72 Km

1. Kebijakan ini dianggap telah menciptakan kelas sosial baru

Marzia, seorang profesor universitas di Kota Kabul, menyatakan dia tak setuju dengan kebijakan tersebut walau dia merupakan penganut agama yang taat. Sebagian perempuan di sana, berpendapat senada dengan Marzia. 

“Mengapa mereka merendahkan perempuan dari [sebuah] objek yang dibedakan dari jenis kelamin?” tanya Marzia, dikutip Al Jazeera

“Mengapa kita harus diperlakukan seperti warga kelas tiga..," tambah Marzia.

Di bawah pemerintahan Taliban, Marzia telah berulang kali dihentikan oleh Taliban saat bepergian sendiri untuk bekerja di universitasnya. “Mereka secara teratur menghentikan taksi yang saya tumpangi, menanyakan di mana mahram saya,” kata Marzia.

Baca Juga: Malala Khawatirkan Nasib Perempuan Afghanistan di Bawah Kuasa Taliban

2. Perempuan tentang kebijakan Taliban

Kebijakan ini dianggap telah membatasi kebebasan memilih bagi para perempuan di Afghanistan. Aktivis perempuan asal Kabul, Huda Khamosh, juga buka suara terkait kebijakan ini.

“Rezim Taliban dipaksakan pada kami, dan aturan yang mereka buat sendiri tidak memiliki dasar hukum, dan mengirim pesan yang salah kepada para wanita muda dari generasi ini di Afghanistan, mengurangi identitas mereka menjadi pakaian mereka,” kata Khamosh. 

Dekrit petinggi Taliban Hibaitullah Akhunzada menyarankan perempuan tidak boleh meninggalkan rumah mereka kecuali diperlukan. Pemerintah Taliban juga telah menjelaskan serangkaian hukuman bagi kerabat laki-laki dari perempuan yang melanggar aturan tersebut.

Dalam minggu-minggu menjelang awal tahun ajaran, pejabat senior Taliban mengatakan kepada Associated Press bahwa semua anak perempuan akan diizinkan kembali ke sekolah. Namun, Akhunzada menegaskan bahwa membiarkan gadis yang lebih tua kembali ke sekolah melanggar prinsip-prinsip agama. 

Verified Writer

Anoraga Ilafi

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya