TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Atas Nama Sejarah, Makam Mereka Digali Kembali

Dari Presiden hingga pembunuh

time.com

Beberapa tokoh terkemuka di dunia dianggap telah dibunuh atau bunuh diri. Sisanya, meninggalkan ahli waris yang belum terbukti. Terkadang pula, pihak berwenang hanya ingin memastikan mereka benar-benar meninggal atau tidak.

Baru-baru ini jasad pelukis surealis, Salvador Dalí telah digali untuk diuji garis keturunannya. Hal ini dilakukan lantaran seorang wanita asal Spanyol yang mengaku sebagai putri Salvador Dalí. Dalí meninggal pada tahun 1989, sedangkan DNA akan menurun segera setelah kematian. Penguji forensik akan meneliti jasadnya sebagai bukti pendukung atau pembantah klaim wanita tersebut sebagai keturunan Dali.

Tak hanya Salvador Dali, berikut beberapa kasus penggalian jasad yang cukup menarik untuk diketahui.

Nicolaus Copernicus

famousscientists.org

Seorang astronom bernama Nicolaus Copernicus meninggal pada tahun 1542, sesaat setelah menyelesaikan buku catatannya mengenai matahari sebagai pusat alam semesta. Dia dimakamkan di Katedral Frombork, Polandia. Meskipun ia terkenal saat itu, makamnya tidak ditandai dengan jelas.

Selama dua abad, para arkeolog tidak berhasil menemukan mayatnya. Akhirnya, pada tahun 2005, pemindaian di bawah katedral berhasil dilakukan. Mereka menemukan sisa-sisa manusia yang tampak seperti Copernicus. Laboratorium Forensik Pusat Polisi Polandia pun menggunakan tengkoraknya untuk merekonstruksi wajah yang sangat mirip dengan sang astronom.

Para ilmuwan juga menemukan DNA dari jenazah. Namun, pada saat itu, tidak ada keturunan Copernicus yang dapat ditemukan untuk mengonfirmasi identitas DNA tersebut.

Penyelidikan pun membuahkan hasil. Akhirnya, seorang pustakawan menemukan beberapa rambut di dalam buku kalender yang dimiliki oleh astronom tersebut. Uji genetik mengkonfirmasi adanya kecocokan DNA dengan jasadnya, dan Copernicus dikubur kembali dengan batu nisan baru yang ditandai dengan jelas.

John Wilkes Booth

theverge.com

John Wilkes Boot dikenal sebagai orang yang membunuh Abraham Lincoln. Menurut catatan sejarah, ia terpojok di sebuah gudang dan mati ditembak pada tahun 1865. Selama empat tahun berikutnya, jasadnya digali dan diperiksa dua kali. Kedua kalinya, identitasnya pun terkonfirmasi.

Namun, pada tahun 1907 seorang pengacara bernama Finis Bates mengklaim bahwa orang yang ditembak tahun 1865 itu bukan Booth. Bates mengatakan bahwa Booth yang sebenarnya hidup sebagai "John St. Helens" dan mengakui identitas aslinya kepada Bates sebelum melakukan bunuh diri pada tahun 1903.

Untuk memperjelas permasalahan ini, para kerabat Booth mendapat izin untuk menggali kembali jasad saudara laki-laki Booth, Edwin. Mereka berharap dapat membandingkan DNA-nya dengan tulang belakang yang dikumpulkan selama autopsi 1865 dan yang disimpan di Museum Nasional Kesehatan dan Kedokteran di Maryland.

Namun, museum tersebut menolak menyerahkan tulang-tulang Booth yang akan rusak akibat uji DNA. Pengadilan juga menolak semua usaha untuk menggali lagi jasad Booth.

Zachary Taylor

collegehumor.com

Setelah kematian mendadak yang dialami Presiden Amerika yang ke-12, Zachary Taylor, beberapa dokter mengira dia menderita kolera, sementara yang lain menduga terserang stroke. Namun sejarawan Clara Rising percaya bahwa Zachary Taylor dibunuh. Kemungkinan karena keracunan arsenik, yang disebabkan penentangannya terhadap perbudakan yang meluas ke arah barat.

Pada tahun 1991 Rising diminta melakukan penggalian dan Laboratorium Nasional Oak Ridge melakukan tes aktivasi neutron untuk mendeteksi arsenik. Menurut para ilmuwan, meskipun beberapa indikasi arsenik ditemukan, unsur tersebut sama sekali tidak mematikan.

Tim medis Kentucky menganalisis sisa-sisa jasad Taylor dan mengungkapkan bahwa kemungkinan besar ia meninggal karena gastroenteritis. Infeksi yang sering terjadi disebabkan oleh bakteri atau virus dalam makanan atau minuman yang terkontaminasi. Catatan sejarah menunjukkan, Zachary Taylor memakan ceri segar dan susu dingin sebelum kematiannya.

Sam Sheppard

ideastream.org

Pada tahun 1950, tidak ada kasus pembunuhan yang lebih mencengangkan daripada kasus Sam Sheppard, seorang dokter yang diduga telah membunuh istrinya. Sheppard menjalani 10 tahun kurungan penjara.

Pada malam pembunuhan itu ia mengaku berusaha melawan “penyusup berambut lebat” pada malam pembunuhan itu. Kasus ini pun mengilhami sebuah acara televisi dan film berjudul “The Fugitive”.

Persidangan tersebut menjadi perbincangan hangat di berbagai media. Akhirnya, Mahkamah Agung Amerika Serikat memerintahkan sebuah tuntutan ulang, dan Sheppard pun dibebaskan. Pada saat itu, tes DNA belum memungkinkan untuk mengidentifikasi tersangka dari sampel darah di tempat kejadian.

Sheppard meninggal pada tahun 1970. Tujuh tahun kemudian, anaknya meminta penggalian kembali jasad Sheppard untuk memecahkan kebenaran. Akhirnya, terungkap bahwa DNA Sheppard tidak sesuai dengan darah dari tempat kejadian.

Tersangka justru mengarah kepada Richard Eberling, mantan pembersih jendela yang kemudian dihukum karena membunuh seorang wanita tua yang tidak berhubungan dengan kasus tersebut. Eberling tidak berbulu lebat, tetapi diketahui memakai rambut palsu.

Kasus ini sangat penting dalam peningkatan penggunaan sampel DNA yang tersimpan untuk memecahkan pembunuhan yang telah lama terjadi.

Verified Writer

Arief Hany

Mari berteman, lalu tumbuh bersama.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya