TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Seputar Aneksasi Rusia ke Krimea Ukraina Tahun 2014

Konflik Ukraina dan Rusia masih berlangsung sampai saat ini

Kendaraan militer Rusia yang dikirim ke Krimea. (twitter.com/terror_alarm)

Jakarta, IDN Times - Presiden Rusia, Vladimir Putin, memutuskan untuk mengerahkan operasi militer ke Donbass, Ukraina timur. Ukraina menyebut keputusan Putin sebagai deklarasi perang. Sebelumnya, Putin juga telah mengakui kemerdekaan Donetsk dan Luhansk, dua wilayah yang dikuasai oleh pemberontak pro-Rusia. 

Beberapa tahun silam, Putin ternyata pernah melancarkan operasi militer serupa, yakni di Krimea, salah satu teritori Ukraina yang terletak di pesisir Laut Hitam pada 2014. Imbas pencaplokan tersebut, kini administrasi Krimea jatuh ke tangan Rusia. 

Nilai strategis Semenanjung Krimea disebut sebagai salah satu pemicu sengketa antara Rusia dan Ukraina. Sejak saat itu, hubungan kedua negara terus bersitegang sampai detik ini.

Berikut beberapa fakta di balik peristiwa aneksasi Krimea dan konflik di Donbas yang didorong agresi Rusia pada 2014 lalu. 

Baca Juga: Ukraina vs Rusia: Seperti Apa Perbandingan Kekuatan Militernya?

1. Terjadinya peristiwa Euromaidan di Ukraina tahun 2013

Suasana demonstrasi Euromaidan di Kyiv, Ukraina tahun 2013. instagram.com/social_media_observer/

Peristiwa aneksasi Krimea diawali dengan krisis politik di Ukraina sejak November 2013. Krisis itu berlangsung setelah eks Presiden Viktor Yanukovych memutuskan untuk menolak integrasi politik dan ekonomi Ukraina dengan Uni Eropa. 

Setelah itu, aksi demonstrasi dari sejumlah aktivis pro-Eropa terus terjadi di lapangan Maidan Nezalezhnosti di Kota Kiev, disebut pula Euromaidan. Gelombang protes terus terjadi di ibu kota Ukraina itu hingga Desember 2013 dan menyerukan agar Yanukovych mundur dari jabatannya, dilansir dari Vox

Rentetan demonstrasi itu berlangsung ricuh dan telah menimbulkan korban dari pihak aparat keamanan maupun pendemo. Pada Januari 2014, kericuhan telah mengakibatkan dua pendemo tewas dan menyebabkan demonstrasi meluas ke bagian timur Ukraina. 

Puncak krisis politik di Ukraina terjadi pada Februari 2014, setelah pendemo berhasil memaksa Presiden Yanukovych untuk mundur dari jabatannya. Bahkan, eks presiden pro-Rusia itu terpaksa melarikan diri ke luar negeri dan kini diketahui sedang mengasingkan diri ke Rusia, dilaporkan Britannica

2. Mayoritas warga etnis Rusia di Krimea mendukung aneksasi 

Pemandangan Kota Sevastopol dari atas. (instagram.com/anna_terenya)

Tak berselang lama, tepatnya pada 20 Februari 2014, Rusia mulai melancarkan pasukan khususnya ke Krimea. Bahkan, pasukan Rusia diketahui datang begitu saja tanpa adanya perlawanan dari tentara Ukraina yang berjaga di wilayah otonom tersebut. 

Warga etnis Rusia yang bermukim dan menjadi mayoritas di Krimea, sebelum etnis Tatar pergi, turut mendukung pengembalian wilayah semenanjung itu ke teritori Rusia. Pada 16 Maret 2014, Krimea resmi menjadi teritori Rusia setelah adanya referendum yang ditolak oleh AS dan negara Barat lainnya, dilansir Carnegie Europe

Dikutip BBC, perginya masyarakat Tatar Krimea dikarenakan tudingan dari Stalin bahwa mereka bekerja sama dengan Nazi Jerman. Maka, ia memerintahkan eksodus massal warga Tatar dari Krimea ke Asia Tengah dan Siberia. Sayangnya, mayoritas dari mereka meninggal dunia dalam perjalanan.  

Di sisi lain, Krimea sebelumnya sudah menjadi wilayah Kekaisaran Rusia di masa kepemimpinan Catherine The Great tahun 1783. Semenanjung itu tetap masuk teritori Rusia hingga 1954, ketika pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev memberikan teritori itu ke Ukraina. 

Baca Juga: 5 Fakta Volodymyr Zelensky, Komedian Ukraina yang Jadi Presiden

3. Separatis pro-Rusia mulai beraksi di wilayah Donbas

Militer Ukraina di Donbas. (twitter.com/Military9Army)

Menyusul aneksasi Krimea, separatis pro-Rusia mulai melancarkan aksinya di dua wilayah bagian timur Ukraina, yakni Donetsk dan Luhansk pada April 2014. Mayoritas pemberontak menduduki kota-kota yang didominasi penduduk berbahasa Rusia.

Kemunculan separatis ini dilatarbelakangi kecemburuan kepada Krimea yang mendapatkan hak untuk melangsungkan referendum. Selain itu, mayoritas warga Donbas didominasi etnis Rusia tak senang dengan lengsernya eks Presiden Viktor Yanukovych. 

Para pemberontak diketahui mendapat dukungan dan persenjataan dari Pemerintah Rusia untuk melawan militer Ukraina. Bahkan, pemimpin pemberontak yang cukup terkenal, Igor "Strelkov" Girkin, diketahui merupakan warga Rusia dan veteran tentara yang mundur beberapa minggu sebelum menjadi pemimpin. 

Setelah itu, ribuan pasukan militer Rusia dituding masuk ke wilayah konflik untuk melindungi warga etnis Rusia di wilayah timur Ukraina. Namun, Rusia menolak bahwa militernya melintasi perbatasan dan berupaya menginvasi Ukraina. 

Pada Juli 2014, Rusia disebut mempersenjatai pasukan pemberontak dengan misil untuk melawan Pemerintah Ukraina yang mulai melakukan serangan ofensif. Namun, misil yang dioperasikan pemberontak diduga mengenai pesawat penumpang Malaysia Airlines MH17 yang sedang membawa 298 orang warga sipil.

4. Sevastopol dilirik sebagai pangkalan militer strategis bagi Rusia

Aneksasi Krimea juga dilatarbelakangi keinginan Rusia untuk mendapatkan pelabuhan Sevastopol. Pasalnya, pelabuhan itu dikenal sebagai pangkalan Angkatan Laut (AS) terbesar milik Uni Soviet di Laut Hitam sejak 1783 dan terpaksa dialihkan ke Ukraina menyusul keruntuhan Uni Soviet. 

Selain letaknya yang strategis, di antara Laut Hitam dan laut Azov, pelabuhan Sevastopol diketahui tidak pernah beku di musim dingin. Hal itulah yang membuat Rusia getol untuk mendapatkan kembali wilayah semenanjung tersebut, demi memperkuat armada Angkatan Laut-nya. 

Kendati demikian, armada AL Rusia masih ada di Pangkalan Militer Sevastopol dan terus menjadi sumber tensi antara Moskow dan Kyiv. Pada 2008, eks Presiden Viktor Yuschenko memperingatkan Rusia agar tidak menggunakan armada AL Laut Hitam untuk melancarkan aksinya dengan Georgia. 

Kedua negara sudah menyetujui untuk memperbolehkan armada Rusia di pelabuhan itu sampai 2017. Namun, terpilihnya presiden pro-Rusia, Viktor Yanukovych pada 2010, membuat Ukraina setuju untuk memperpanjang peminjaman pelabuhan hingga 25 tahun ke depan, dengan imbalan gas alam murah, dikutip dari BBC

Baca Juga: Kronologi Krisis Ukraina-Rusia, Krisis yang Dapat Picu Perang Dunia

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya