TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mongolia Buka Perbatasan bagi Warga Rusia Menolak Mobilisasi Militer

Warga minoritas jadi sasaran utama mobilisasi militer

Barisan penjaga di Lapangan Sükhbaatar, Ulan Bator, Mongolia. instagram.com/histoire_de_miette/

Jakarta, IDN Times - Antrean kendaraan sudah mengular di perbatasan Rusia-Mongolia pada Minggu (25/9/2022). Kepadatan terjadi setelah pengumuman mobilisasi militer di berbagai daerah, terutama daerah terluar Rusia yang dihuni etnis minoritas, seperti Republik Buryatia, Tuva, Shaka, Chechnya, Dagestan, dan lainnya. 

Sejak pengumuman mobilisasi militer, ribuan warga Rusia mencoba melarikan diri dan memadati sejumlah perbatasan. Akibatnya, antrean kendaraan terlihat di perbatasan Georgia, Finlandia, dan Kazakhstan.

Bahkan, tiket pesawat ke Serbia, Turki, Armenia, dan Azerbaijan dilaporkan habis. 

Baca Juga: Sekutu Putin Kecam Mobilisasi Militer: Kebijakan Berlebihan! 

1. Sebanyak 3 ribu warga Rusia sudah masuk ke Mongolia

Antrean kendaraan dari Rusia menuju ke Mongolia ini sudah terjadi dalam lima hari terakhir. Menurut informasi dari kepala pintu perbatasan di Kota Altanbulag, Mongolia, lebih dari 3 ribu warga Rusia telah melintasi perbatasan ke Mongolia. 

"Sejak 21 September, ribuan warga Rusia telah masuk ke Mongolia dan mayoritas di antaranya merupakan laki-laki. Terdapat pula antrean orang yang membawa paspor Rusia untuk masuk ke Mongolia," tuturnya, dilansir RFE/RL.

Warga Rusia diketahui dapat menetap tanpa visa ke Mongolia sampai 30 hari dan dapat mengajukan perpanjangan sampai 30 hari setelahnya. 

Tak hanya melarikan diri, setelah digulirkannya mobilisasi militer, ribuan warga melakukan demonstrasi anti-perang di sejumlah kota di Rusia. Namun, para pemuda yang ditangkap dalam aksi tersebut disebut akan didaftarkan dalam wajib militer ke Ukraina. 

2. Elbegdorj sebut warga minoritas digunakan sebagai pengumpan

Mantan Presiden Mongolia, Tsakhiagiin Elbegdorj, menyerukan agar Presiden Rusia Vladimir Putin segera menghentikan perang di Ukarina. Bahkan, ia mempersilakan masuk warga Rusia yang melarikan diri dari mobilisasi di negaranya.

"Saya punya pesan kepada Presiden Putin. Hentikan perang! Saya sudah bertemu dengan Anda beberapa kali. Anda punya kuasa untuk menghentikan perang sekarang juga. Ini saatnya menegakkan perdamaian. Hati saya terluka setelah melihat Rusia. Sejak Anda memulai perang, Rusia sudah diliputi ketakutan, tangisan. Mobilisasi Anda akan membuat lautan penderitaan. Tolong hentikan pengrusakan dan pembunuhan ini sekarang!" ungkap Elbegdorj, dikutip Ukrinform.

"Saya tahu sejak awal perang ini, etnis minoritas di Rusia paling terdampak, terutama di Buryatia, Tuva, dan Kalmykia. Mereka digunakan sebagai pengumpan militer. Maka dari itu, Mongolia siap menerima dan menyambut warga yang melarikan diri dari mobilisasi militer," tambahnya. 

Di samping itu, Elbegdorj yang merupakan lulusan Institut Politik-Militer Lviv juga menyerukan dukungannya kepada Ukraina dan menyebut Ukraina punya hak atas eksistensinya. 

"Jangan tembak warga Ukraina. Jangan tembak saudara perempuan dan laki-laki, anak-anak, dan orang tua. Jangan bunuh negara itu. Jangan bunuh kebebasannya. Ukraina punya hak untuk eksis," sambungnya. 

Baca Juga: Ogah Akui Referendum Rusia di Ukraina, Serbia: Melanggar Piagam PBB!

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya