TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ribuan Warga Haiti Demo Desak Mundurnya Presiden Moïse

Jabatannya disebut sudah berakhir Februari mendatang

Suasana demonstrasi di Port au Prince, Haiti. instagram.com/haitiantimes/

Port au Prince, IDN Times - Ratusan warga Haiti melangsungkan demonstrasi yang dimulai pada hari Jumat (15/01) di jalanan Ibukota Port au Prince. Unjuk rasa yang dilakukan warga ini dipicu tentangan dari pemimpin oposisi Haiti yang mendesak Presiden Jovenel Moïse untuk mundur mulai bulan depan. 

Bahkan adanya unjuk rasa ini membuat jalanan Ibukota Haiti, Port au Prince ditutup dengan barikade. Namun terjadi kericuhan setelah polisi berupaya keras untuk membubarkan massa yang ada di jalan. 

1. Dipicu permintaan oposisi agar presiden mundur

Sejak hari Jumat (15/01) ratusan warga Haiti turun ke jalan setelah pemimpin oposisi Haiti mendesak Presiden Jovenel Moïse untuk mundur dari jabatannya mulai awal Februari mendatang. Pihak oposisi mengkhawatirkan makin besarnya kekuasaan Moïse apabila ia memasuki periode kedua kepemimpinan ilegalnya. 

Melansir dari AP News, oposisi Haiti dari koalisi Demokratik dan Sektor Populer André Michel mengatakan, "Prioritas saat ini adalah menempatkan sistem ekonomi, sosial dan politik lain. Ini sudah jelas apabila Moise sedang bergentung pada kekuasaan"

Baca Juga: Senator Haiti Tembak Pewarta Foto di Depan Gedung Parlemen

2. Masa jabatan Moïse dianggap sudah berakhir bulan depan

Permintaan mundurnya Jovenel Moïse ini ditengarai klaim apabila jabatannya sudah resmi berakhir bulan depan, tepat ketika presiden sebelumnya Michel Martelly sudah mengakhiri jabatannya pada Februari 2016 lalu.

Akan tetapi Moïse tetap memaksa untuk melanjutkan lantaran ia mulai menjabat pada awal 2017. Kala itu prosesi pelantikannya sebagai presiden harus ditunda karena kacaunya pemilihan umum dan memaksa adanya perjanjian menunjuk presiden sementara dalam waktu satu tahun, dikutip dari AP News

Sementara itu, oposisi dan internasional juga mendesak segera diadakannya pemilihan umum parlementer. Mengingat sebelumnya pemilu tersebut harusnya digelar pada bulan Oktober 2019 lalu, namun harus tertunda karena mandeknya politik yang berujung protes hingga melumpuhkan negara di Karibia tersebut, dilansir dari Jamaica Gleaner.

Pada masa kepemimpinan Moïse terdapat sejumlah kebijakan kontroversialnya salah satunya membatasi kekuatan dari pengadilan untuk mengaudit pemerintahan yang berkuasa. Selain itu, ia juga memasukkan aksi protes, perampokan dan pembakaran yang marak saat ini sebagai aksi terorisme dengan hukuman yang berat. Bahkan ia membuat badan intelijen yang diperintah dan menjawab untuk presiden. 

Baca Juga: Sebut Haiti Ada di Afrika, Prabowo Dikritik Netizen

Verified Writer

Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya