TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Turki Kecewa Keputusan Serbia dan Kosovo Buka Kedubes di Yerussalem

Keputusan dua negara dibuat saat hadir di Gedung Putih, AS 

Potret Presiden Serbia (kiri) dan Perdana Menteri Kosovo (kanan). Keduanya berfoto bersama dengan penasihat keamanan Gedung Putih, Robert O'Brien. Twitter.com/ WHNSC

Ankara, IDN Times – Negara Serbia dan Kosovo pada hari Jum’at lalu (04/09/2020) membuat sebuah pengumuman yang mengejutkan tatkala dipertemukan dalam rapat di Gedung Putih, Washington, AS. Pertemuan yang berlangsung selama dua hari itu tidak hanya menghasilkan kesepakatan normalisasi ekonomi antar dua negara, tetapi juga rencana untuk mempererat hubungan diplomasi bersama Israel dengan membuka kantor kedutaan mereka di Yerussalem.

Terkait hal tersebut, reaksi kekecewaan pun langsung ditunjukkan oleh negaraTurki - pendukung kuat Palestina- yang menganggap bahwa langkah yang telah diambil oleh dua negara Balkan itu telah melanggar hukum internasional yang berlaku.

1. Turki sebut pemindahan kedubes ke Yerussalem merupakan pelanggaran hukum internasional 

Potret manampakkan pemandangan kota Jerussalem. Foto: Pixabay.com/696188

Melansir dari media Daily Sabah, pernyataan kekecewaan Turki disampaikan langsung oleh Kementerian Luar Negeri dalam dua pernyataan terpisah. Pernyataan tersebut mengutip berbagai resolusi PBB yang menekankan bahwa Yerussalem masih merupakan permasalahan diantara Palestina-Israel yang hanya dapat diselesaikan bila Palestina merdeka, berdaulat, dan berkelanjutan secara geografis dengan Yerussalem Timur sebagai ibu kotanya, berdasarkan perbatasan sebelum tahun 1967.

Hingga kini, tindakan Israel yang menduduki Yerussalem Timur masih belum mendapatkan pengakuan komunitas internasional dan bahkan ketika Amerika Serikat pada Desember 2017 mengakui Yerussalem sebagai ibu kota untuk Israel, hal itu telah memicu kontroversi yang sangat besar.

 "Kami menyerukan semua negara untuk mematuhi resolusi PBB yang diadopsi mengenai masalah ini, menghormati status sejarah dan hukum Yerusalem, dan menahan diri dari langkah-langkah yang akan membuat resolusi konflik Israel-Palestina semakin sulit," kata kementerian mengingatkan dalam  pernyataan tertulis Sabtu malam (05/09).

 "Telah berulang kali ditekankan dalam berbagai resolusi PBB bahwa masalah Palestina hanya dapat diselesaikan dengan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan berdaulat berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya," lanjutnya, menggarisbawahi bahwa negara manapun yang berniat untuk memindahkan kedutaannya ke Yerussalem, maka jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.

Pihak kementerian lalu melanjutkan dengan merilis pernyataan terpisah pada Minggu setelahnya (06/09) yang menyoroti keputusan Kosovo sangat disayangkan oleh Turki, serta mengingatkan Kosovo kembali bahwa Turki adalah salah satu negara pertama yang mengakui Kosovo saat mendeklarasikan kemerdekaannya dari Serbia pada 2008 dan mendukung negara tersebut untuk diakui oleh komunitas internasional, sementara Israel tidak. Turki juga menyerukan Kosovo untuk menghormati hukum karena langkah-langkah kontroversial –seperti membuka kedubes di Yerussalem-, dapat semakin menghambat Kosovo untuk diakui oleh negara lain di masa depan.

2. Kecaman juga disampaikan oleh pejabat Palestina

Reaksi yang sama juga diungkapkan oleh Palestina lewat pernyataan yang disampaikan pejabat senior PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) dan negoisator Palestina, Saeb Erakat, dalam sebuah unggahan di akun Twitter miliknya. Erakat menuduh bahwa keputusan yang dibuat oleh Serbia dan Kosovo telah membuat posisi Palestina semakin sulit dan sekaligus menjadikan negaranya sebagai korban dari ambisi Trump untuk mempertahankan posisi jabatan jelang pemilu Presiden AS.

 ”Pemerintahan Trump sekali lagi menunjukkan komitmen penuh mereka terhadap pelanggaran hukum internasional, resolusi PBB dan penolakan hak-hak Palestina dengan mendorong negara-negara untuk secara ilegal mengakui Yerusalem yang dianeksasi sebagai ibu kota Israel, "twit Erakat.

"Palestina telah menjadi korban ambisi pemilihan Presiden Trump, yang timnya akan mengambil tindakan apa pun, tidak peduli seberapa merusak perdamaian dan tatanan dunia berbasis aturan, untuk mencapai pemilihan ulangnya. Ini, seperti perjanjian UEA-Israel, bukan tentang Perdamaian Timur Tengah." sambungnya.

Baca Juga: Semakin Panas, Turki Tegaskan Tidak Ada Kompromi di Lautnya

Verified Writer

Calledasia Lakawa

Broken crayons still color

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya