China Alami Peningkatan Kasus COVID-19 Sejak Januari 2021
Peningkatan kasus tersebut didominasi oleh kasus impor
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yunnan, IDN Times - Tiongkok kembali mengalami peningkatan kasus COVID-19 sejak Januari 2021 lalu pada hari Selasa, 20 Juli 2021, waktu setempat. Peningkatan kasus tersebut didominasi oleh kasus impor. Bagaimana awal ceritanya?
1. Peningkatan tersebut berawal pada awal Juli 2021 lalu
Dilansir dari Aljazeera.com, Tiongkok telah melaporkan peningkatan kasus harian tertinggi COVID-19 baru yang dikonfirmasi sejak Januari 2021 lalu, didorong oleh wabah di Provinsi Yunnan, yang berbatasan dengan Myanmar, tempat COVID-19 melonjak karena penyebaran varian Delta. Sebagian besar kasus baru tersebut merupakan kasus impor dengan Provinsi Yunnan melaporkan adanya 41 kasus baru yang berasal dari luar negeri, yang semuanya melibatkan warga negara Tiongkok yang baru saja kembali dari Myanmar. Peningkatan tersebut dimulai pada tanggal 4 Juli 2021 lalu serta telah terkonsentrasi di Ruili dan Longchuan, dua kota kecil di perbatasan Tiongkok dengan Myanmar.
Ruili, yang saat ini berjuang melawan wabah keempat sejak pandemi dimulai, melaporkan adanya 7 kasus baru yang ditularkan secara lokal, sedangkan di wilayah Longchuan hanya memiliki 1 kasus. Ruili merupakan titik transit darat utama untuk Yunnan, yang memiliki perbatasan sejauh 4.000 km dengan Laos, Myanmar, dan Vietnam. Wabah yang terjadi di Provinsi Yunnan ini menandai kelompok infeksi kedua di Tiongkok yang melibatkan jenis varian Delta yang sangat menular, setelah wabah di Provinsi Guangdong Selatan pada bulan Mei dan Juni 2021 lalu.
Baca Juga: Norwegia Tuduh Tiongkok Atas Serangan Siber di Parlemen
Editor’s picks
Sebelumnya, Tiongkok memiliki komitmen untuk mencapai nol kasus COVID-19 yang berarti sebagian besar warganya mungkin akan terputus dari dunia luar hingga akhir tahun 2021 ini, yang menunda kembalinya kehidupan normal sepenuhnya untuk ekonomi terbesar kedua di dunia. Para analis mengatakan Tiongkok sendiri bahkan bisa menunggu hingga pertengahan tahun 2022 ini untuk dibuka kembali bagi para pengunjung, meskipun faktanya hampir 80 persen populasinya diperkirakan akan diimunisasi pada akhir tahun 2021 ini. Menurut profesor dari Yale School of Public Health, Xi Chen, mengatakan di Tiongkok, begitu sebuah institusi dibangun, sulit untuk dihancurkan serta strategi tanpa solusi yang dilakukan telah bekerja dengan baik untuk waktu yang lama sehingga sulit untuk beralih ke strategi pembukaan.
Sebuah lembaga ekonomi global, Economist Intelligence Unite, mengatakan Tiongkok berada dalam posisi yang lebih baik ketimbang kebanyakan negara untuk mempertahankan strategi nol COVID-19 karena ketergantungannya yang lebih rendah pada arus masuk modal lintas batas serta bakat luar dan industri ekspornya yang kuat. Para pemimpin di Tiongkok sendiri mulai lebih sering bericara membahas perlunya paspor kekebalan untuk memungkinkan perjalanan internasional. Tetapi, pihak Tiongkok telah menandatangani beberapa perjanjian dengan negara lain karena masalah saling pengakuan terhadap masing-masing vaksin.
Tiongkok sendiri belum menyetujui vaksin non-Tiongkok, meskipun vaksin mRNA dikembangkan oleh BioNTech/Pfizer dan Moderna yang memiliki tingkat kemanjuran sekitar 95 persen.
Baca Juga: Norwegia Tuduh Tiongkok Atas Serangan Siber di Parlemen
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.