Pada bulan November 2018 lalu, para migran yang datang dari berbagai negara Amerika Tengah seperti Guatemala, El Salvador, dan Honduras, mulai berdatangan ke Amerika Serikat meski tertahan di Tijuana, Meksiko. Mereka kebanyakan untuk mencari perlindungan setelah di negara asalnya masing-masing banyak sekali kasus kriminal seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, serta kasus narkoba. Hal inilah yang membuat untuk memutuskan merantau ke Amerika Serikat demi masa depan yang cerah.
Sayangnya, kebijakan bagi para migran saat ini sangat ketat, mengingat sedang dibangunnya tembok perbatasan antara Amerika Serikat-Meksiko. Pengadilan Amerika Serikat sendiri mencabut kebijakan Trump yang dimana kebijakannya melarang para migran ilegal masuk ke negara Amerika Serikat, dan saat ini Trump masih mengajukan banding atas putusan tersebut. Terlalu kesal dan lama menunggu putusan pengadilan, pada bulan November 2018, beberapa migran mencoba berusaha menembus tembok perbatasan yang sudah dipasang kawat berduri.
Atas kejadian tersebut, para petugas perbatasan terpaksa menembakkan gas air mata. Belum lagi kasus kematian 2 anak-anak yang menggemparkan dunia di perbatasan Amerika Serikat-Meksiko, dan keduanya sama-sama ditahan bersama orang tuanya oleh para petugas setempat. Dengan adanya kejadian ini, dunia semakin bersimpati kepada para migran ini dan sampai saat in masih belum jelas nasib mereka untuk menyeberang ke Amerika Serikat.