TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Krisis Pangan, Warga Gaza Jual Bantuan Demi Beli Makanan

Bantuan yang masuk masih belum mencukupi kebutuhan warga

ilustrasi Palestina vs Israel (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Tingginya harga makanan, bahan bakar, dan kebutuhan pokok lainnya di Jalur Gaza telah mendorong beberapa orang untuk menjual bantuan yang mereka terima. Selain itu, ribuan orang juga terpaksa tidur dalam antrean untuk mendapatkan bantuan bahan bakar.

“Orang-orang datang untuk menjual makanan yang mereka terima dari bantuan kemanusiaan kepada kami, karena mereka membutuhkan uang,” kata Ahmed Azeez, pemilik supermarket di kota selatan Khan Younis, kepada The National.

“Mereka minta harga tinggi karena makanannya tidak banyak, jadi kami beli dengan harga tinggi. Tidak baik bagi pelanggan," tambahnya.

Bahkan, harga satu liter susu naik dua kali lipat, dari 4 menjadi 10 shekel (sekitar Rp 16 ribu menjadi Rp41 ribu).

1. Jumlah bantuan masih belum cukup memenuhi kebutuhan warga Gaza

Israel hanya mengizinkan bantuan dalam jumlah terbatas ke Gaza sejak perang dimulai pada 7 Oktober, dengan truk pertama melintasi Rafah pada 21 Oktober. Mereka menjanjikan peningkatan bantuan, termasuk bahan bakar, selama gencatan senjata empat hari yang dimulai pada Jumat (24/11/2023).

Meski ratusan truk bantuan telah diizinkan memasuki Gaza dari perbatasan Arish di Mesir, namun bantuan tersebut masih belum mencukupi kebutuhan warga di Gaza. Bantuan mencapai rekor tertinggi pada Jumat, dengan jumlah 200 truk, masih lebih sedikit dibandingkan jumlah sebelum perang, yaitu 500 truk. Selama konflik, hanya puluhan truk yang mengirimkan bantuan setiap hari.

Untuk pertama kalinya selama konflik, bantuan juga mencapai bagian utara Gaza, yang menjadi lokasi pertempuran paling sengit antara pasukan Israel dan Hamas.

“Ini adalah langkah yang menjanjikan namun tim menceritakan kisah-kisah menyakitkan dari orang-orang yang belum menerima bantuan apa pun selama berminggu-minggu. Mereka menyaksikan kelaparan, keputusasaan dan kehancuran,” kata perwakilan WFP di wilayah pendudukan Palestina, Samer AbdelJaber.

Baca Juga: 1 WNI Relawan MER-C Bakal Dievakuasi Keluar Gaza

2. Lonjakan harga juga berdampak pada pemilik toko dan petani

Harga bahan pangan yang meroket juga berdampak pada pemilik toko dan petani yang ingin membeli persediaan.

“Saya harus pergi ke pasar sayur lebih awal untuk membeli sayuran untuk toko saya, tapi saya tidak menemukan sayuran yang saya inginkan. Sebagian besar sayuran tidak berkualitas baik dan harganya mahal. Beberapa harga telah meningkat sebesar 200 persen, masyarakat sangat frustrasi," kata pedagang sayur Mohammed Alagha.

Di toko Alagha, pelanggan pun hanya membeli sedikit barang karena harganya yang mahal.

“Tidak ada cukup air untuk mengairi sayuran, sehingga tidak cukup untuk pasar,” kata petani Hossam Khudeh, yang memiliki lahan di sebelah timur Khan Younis.

Khudeh mengatakan, dia bisa mengunjungi peternakannya selama gencatan senjata sementara, sebuah kesempatan langka sejak perang dimulai.

“Kami tidak dapat mencapai lahan pertanian kami sementara pertempuran masih berlangsung. Tentara Israel menembaki kami," katanya. 

Kantor berita Palestina Wafa melaporkan, seorang petani ditembak mati dan seorang lainnya terluka oleh tentara Israel pada hari-hari pertama gencatan senjata. Tujuh orang juga dilaporkan terluka akibat tembakan Israel di dekat rumah sakit Indonesia dan Al Quds di Gaza utara, meskipun Israel berkewajiban untuk menghentikan pertempuran.

Verified Writer

Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya