TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

PBB: Lebih dari 1 Juta Orang Mengungsi akibat Perang di Sudan

Banyak yang melarikan diri ke Mesir

ilustrasi pengungsi (unsplash.com/Sam Mann)

Jakarta, IDN Times - Badan Pengungsi PBB (UNHCR), pada Jumat (19/5/2023), mengatakan bahwa lebih dari 1 juta orang mengungsi akibat pertempuran di Sudan. Sekitar 843 ribu di antaranya mengungsi di dalam negeri, sementara 250 ribu lainnya melarikan diri melintasi perbatasan Sudan.

Mesir sejauh ini menjadi negara yang menerima jumlah pengungsi Sudan terbanyak, dengan sekitar 110 ribu orang tiba di sana sejak konflik pecah bulan lalu. Sisanya mengalir ke negara tetangga lainnya seperti Chad, Ethiopia dan Sudan Selatan.

"Banyak dari mereka yang mendekati kami berada dalam keadaan tertekan karena mengalami kekerasan atau kondisi traumatis di Sudan, dan mengalami perjalanan yang sulit," kata juru bicara UNHCR Matthew Satlmarsh, dikutip Reuters.

Baca Juga: Perwakilan Militer Sudan-RSF Gelar Dialog Gencatan Senjata di Saudi

1. PBB serukan dana Rp44 triliun untuk bantuan kemanusiaan di Sudan

Pada Rabu (17/5/2023), PBB mengatakan bahwa mereka membutuhkan dana sebesar 3,03 miliar dolar AS (sekitar Rp44 triliun) untuk bantuan kemanusiaan di Sudan. 

"Hari ini, 25 juta orang, lebih dari separuh populasi Sudan, membutuhkan bantuan dan perlindungan kemanusiaan. Itu adalah angka tertinggi yang pernah kami lihat di negara ini," kata Ramesh Rajasingham, kepala biro badan kemanusiaan PBB, dikutip dari CNA.

Rajasingham mengungkapkan, saat ini diperlukan dana sebesar 2,56 miliar dolar AS untuk membantu jutaan orang yang terdampak di Sudan dan 470,4 juta dolar AS untuk membantu mereka melarikan diri dari negara tersebut.

2. Tentara dan RSF mulai saling serang pada 15 April lalu

Konflik di Sudan dimulai pada 15 April, ketika dua kelompok di negara itu, tentara yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah Burhan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau yang dikenal luas sebagai Hemedti, saling menyerang.

Melansir NPR, keduanya terlibat dalam perebutan kekuasaan atas siapa yang akan menjalankan negara kaya sumber daya yang terletak di persimpangan antara Afrika Utara, Sahel, Tanduk Afrika dan Laut Merah.

Al-Burhan dan Hemedti memegang posisi teratas di dewan penguasa Sudan setelah keduanya bersekutu dalam menggulingkan penguasa lama Omar al-Bashir pada 2019. Mereka menjanjikan transisi menuju demokrasi, namun malah menggulingkan pemerintahan sipil transisi negara itu melalui kudeta kedua pada 2021.

Sejak itu, mereka berselisih tentang rencana transisi baru dan integrasi RSF ke dalam tentara reguler.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Jumat bahwa konflik tersebut kini telah merenggut nyawa sedikitnya 705 orang.

Baca Juga: Dubes Sudan Ungkap Kondisi Terkini Negaranya: RSF Sudah Menyerah

Verified Writer

Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya