TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

20 Tahun Buron, Tersangka Genosida Rwanda 1994 Ditangkap di Afsel

Dia membunuh etnis Tutsi yang berlindung di gereja

Ilustrasi penangkapan. (Pexels.com/Kindel Media)

Jakarta, IDN Times - Fulgence Kayishema, salah satu buronan genosida Rwanda pada 1994 telah ditangkap di Afrika Selatan, pada Rabu (24/5/2023). Dia telah berada di Afrika Selatan sejak 1999 dengan hidup dengan nama samaran Donatien Nibashumba.

Kayishema ditetapkan sebagai buronan sejak 2001, setelah didakwa mendalangi pembunuhan terhadap lebih dari 2 ribu orang etnis Tutsi yang berlindung di sebuah gereja Katolik. Genosida di Rwanda telah menewaskan sekitar 800 ribu etnis Tutsi.

Baca Juga: Berkat AS-Qatar, Pahlawan Hotel Rwanda Akan Dibebaskan dari Penjara

Baca Juga: PBB Temukan Bukti Rwanda Perkuat Pemberontak M23 di RD Kongo

1. Pelaku sempat menyangkal identitasnya

Ilustrasi penangkapan. (Pexels.com/Kindel Media)

Dilansir CNN, Kayishema awalnya menyangkal identitasnya saat ditangkap, tapi di pengujung malam dia mengaku dan mengatakan sudah lama menunggu untuk ditangkap. Penyelidik mengatakan dia menggunakan banyak identitas dan memalsukan dokumen untuk menghindari deteksi.

"Penangkapan itu merupakan puncak dari penyelidikan yang intens, menyeluruh, dan teliti. Anggota keluarga dan rekan yang dikenal diselidiki secara mendalam. Hal itu pada akhirnya mengarah pada identifikasi lokasi yang tepat untuk mencari dan menemukan kecerdasan kritis yang dibutuhkan," kata seorang pejabat senior di kantor kejaksaan yang terlibat dalam kasus tersebut.

Serge Brammertz, kepala penuntut dari Mekanisme Residual Internasional PBB untuk Pengadilan Pidana (IRMCT), mengatakan penangkapan Fulgence Kayishema memastikan bahwa dia akhirnya diadili atas dugaan kejahatannya, setelah buronan selama lebih dari 20 tahun.

“Genosida adalah kejahatan paling serius yang diketahui umat manusia. Komunitas internasional telah berkomitmen untuk memastikan bahwa para pelakunya akan diadili dan dihukum. Penangkapan ini adalah bukti nyata bahwa komitmen ini tidak luntur dan keadilan akan ditegakkan, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan,” tambah Brammertz.

Kayishema meninggalkan Rwanda pada akhir genosida pada Juli 1994, melarikan diri ke Republik Demokratik Kongo bersama istri, anak, dan saudara iparnya. Setelah itu pindah ke negara Afrika lainnya, yang kemudian pindah ke Afrika Selatan pada 1999 dan meminta suaka di Cape Town, dengan menggunakan nama palsu.

Baca Juga: Dubes Rwanda di Kongo Diusir karena Dituduh Dukung Pemberontak

2. Membunuh orang-orang yang berlindung di gereja

Ilustrasi gereja. (Unsplash.com/Virgil Cayasa)

Dilansir BBC, Kayishema merupakan mantan inspektur polisi, yang dituduh berpartisipasi langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan pembantaian terhadap pengungsi yang berlindung di gereja Nyange di Kivumu, prefektur Kibuye pada 15 April 1994.

Dalam dakwaan, Kayishema dituduh berusaha membakar gereja dengan para pengungsi di dalamnya. Ketika upaya itu gagal, Kayishema bersama pelaku lainnya menggunakan buldoser untuk meruntuhkan gereja, mengubur dan membunuh semua yang bersembunyi di sana. Mayat mereka kemudian dikuburkan di kuburan massal.

Pendeta gereja tersebut, Athanase Seromba, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2008.

Sambil menunggu ekstradisinya ke Rwanda, Kayishema akan dihadirkan di Pengadilan Negeri Cape Town di Afrika Selatan pada hari Jumat.

Verified Writer

Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya