TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

3 Faktor Utama Georgia Sulit Diterima NATO

Impian 13 tahun jadi anggota NATO belum tercapai

Monumen berlambang Logo NATO dan bendera negara-negara anggota NATO di Kota Brussels, Belgia. (twitter.com/ItalyatNATO)

Jakarta, IDN Times - Georgia merupakan sebuah negara kecil di wilayah Kaukasus yang sudah lama mendambakan keanggotan Pakta Pertahanan NATO. Sudah 13 tahun, Georgia menyatakan kesiapannya bergabung dengan NATO, namun tidak semua negara anggota NATO sepakat menerimanya.

Dikutip dari Reuters, meskipun Georgia bukanlah negara anggota NATO, negara itu sudah sering menjadi tuan rumah latihan tempur gabungan untuk negara-negara NATO seperti yang sedang digelar di Kota Tblisi hari Rabu (28/07). Sejak kesepakatannya dengan NATO pada tahun 2008, Georgia sering terlibat dalam berbagai kegiatan NATO, baik itu latihan gabungan hingga operasi militer di Afganistan.

Keterlibatan seperti ini yang sangat diharapkan pemerintah Georgia bahwa suatu saat nanti NATO dapat dengan terbuka menerima negara mereka. Berikut adalah faktor-faktor yang menjadi alasan mengapa negara-negara NATO enggan menerima Georgia. 

Baca Juga: Sekjen NATO: Belum Saatnya Pasukan NATO Tinggalkan Afghanistan

1. Menarik respons serius dari Rusia

Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu, dan Staf Militer Rusia sedang melakukan pengawasan latihan militer di Semenanjung Krimea, pada 22 April 2021. (Twitter.com/mod_russia)

Meskipun Pakta Pertahanan NATO didirikan sebagai aliansi militer untuk menghadapi kekuatan tempur Uni Soviet, namun pascakejatuhan Uni Soviet pada tahun 1991, Federasi Rusia yang mewarisi sebagian besar persenjataan Soviet menjadi musuh NATO yang baru. Sebagai sebuah ancaman, NATO mengerti mereka tidak boleh terlalu sering memprovokasi Rusia, terutama setelah melanggar janjinya dengan Rusia yang mulai menerima anggota-anggota baru bekas Blok Timur hingga negara-negara pecahan Republik Soviet.

Dikarenakan kekhawatiran perang terbuka dengan Rusia yang ditakutkan NATO, intervensi militer Rusia yang sempat terjadi di Georgia membuat NATO sangat yakin Rusia dapat membalas dengan sangat serius apabila Georgia secara tiba-tiba diterima sebagai anggota NATO yang baru, seperti yang dilansir dari War on the Rocks.

Hal tersebut sempat dibuktikan Rusia beberapa waktu lalu ketika memobilisasi 100.000 prajurit dan alutsista tempurnya di sepanjang perbatasan Rusia-Ukraina. Kondisi itu terjadi setelah muncul kabar NATO akan segera menerima Ukraina sebagai anggota.

Rusia memang sudah sering terlihat mengerahkan alutsista tempurnya ke perbatasan barat apabila NATO menambah jumlah pasukan rotasi bahkan sebuah latihan militer biasa. Kremlin sudah berkali-kali menegaskan Rusia akan selalu menjawab provokasi yang ditunjukkan NATO secara proporsional sehingga situasi ini akan sangat mempersulit impian Georgia dapat diterima NATO. 

2. Militer Rusia masih menduduki 20 persen teritori Georgia

Lokasi Pangkalan Militer Rusia di Abzhakia dan Ossetia Selatan. twitter.com/defpriorities

Perang terbatas yang sempat terjadi antara militer Rusia dan Georgia pada tahun 2008 menyisakan kekalahan pahit bagi Georgia. Akibat kekalahan, Rusia membuat dua wilayahnya, Abzhakia dan Ossetia Selatan. Wilayah tersebut sudah diakui Rusia sebagai negara baru. 

Dilaporkan The World, dalam wawancaranya dengan seorang mantan Jenderal AS yang bertugas di Eropa, keberadaan pasukan Rusia di wilayah Abzhakia dan Ossetia Selatan yang merupakan 20 persen dari keseluruhan wilayah Georgia. Kondisi itu menjadi salah satu alasan beberapa anggota NATO sangat menolak penggabungan Georgia bersama mereka.

Aktifnya militer Rusia di dalam wilayah yang merupakan de facto dan de jure milik Georgia dinilai dapat membahayakan kestabilan wilayah Kaukasus jika Georgia diserap masuk ke dalam NATO. Tingginya probabilitas perang terbuka dengan Rusia memastikan pimpinan NATO untuk tidak akan mempertaruhkan kedamaian Eropa dan sekitarnya hanya demi Georgia. 

Baca Juga: Ukraina Kejar Keanggotaan NATO

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya