Bagaimana Masa Depan Afghanistan di Tangan Taliban? Ini Kata Pakar HI
Konflik panjang yang mulai berujung di Afghanistan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kesuksesan yang dicapai Taliban menguasai Afghanistan terlihat sebagai sebuah fenomena yang unik dan di luar dugaan, ketika kekuatan yang lebih kecil berhasil mengalahkan kekuatan yang jauh lebih besar.
Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah dari Universitas Padjajaran tak habis pikir ketika Minggu (15/8/2021) Ibu Kota Afghanistan, Kabul, ditaklukkan Taliban dalam waktu satu hari. Padahal militer di negara itu selama ini berada di bawah pengawasan, pembinaan, dan manajemen Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.
"Saya membayangkan AS dan NATO memiliki kemampuan deteksi dini luar biasa dan kemampuan penanggulangan security (keamanan) yang luar biasa," ucap Reza kepada IDN Times, Selasa (17/8/2021).
Reza juga tak menduga implementasi strategi militer Taliban bisa menguasai Afghanistan begitu cepat. Menurutnya sebuah taktik khusus yang digunakan Taliban merupakan alasan mengapa kekuatan militer modern tidak dapat mengalahkan mereka.
"Taliban memiliki suatu kemampuan yang tidak dimiliki oleh pasukan-pasukan tempur modern dan manajemen pertahanan yang modern. Mereka memiliki suatu spirit (semangat) yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah karena mereka tergolong masyarakat yang belum maju, hanya mengandalkan solidaritas antar masyarakat," ujarnya.
Reza menjelaskan selain solidaritas, akar budaya Taliban dan masyarakat Afghanistan yang sangat bangga terhadap negaranya yang berhasil mengusir banyak penjajah asing, seperti Alexander Agung, Kubilai Khan, Inggris, Rusia, dan sekarang AS, membuat mentalitas mereka sulit dikalahkan.
Baca Juga: JK Yakin Tak Ada Perang Saudara meski Taliban Berkuasa di Afghanistan
1. Afghanistan akan selalu dicap negara teroris selama idealisme mereka bukan demokrasi barat
Alasan utama mengapa Amerika Serikat menginvasi Afghanistan sejak 2001 adalah untuk menghancurkan sarang-sarang kelompok Teroris Al Qaeda yang bersembunyi di negara tersebut.
Setelah sukses menghancurkan Al Qaeda dan mengusir Taliban dari kekuasaannya, pemerintahan pro-demokrasi mulai dibentuk AS dan sekutunya pada 2004 dengan harapan dapat membawa masa depan yang lebih baik. Tetapi, semua usai pasca- runtuhnya pemerintahan Afghanistan pada Agustus 2021 oleh Taliban.
Beberapa Negara Barat sekarang mulai khawatir dengan kemenangan Taliban Afghanistan akan kembali menjadi 'surganya' teroris, karena sudah tidak lagi berhaluan demokrasi. Namun Reza tidak sependapat dengan kekhawatiran ini.
"Pengertian teroris itu kan berasal dari negara-negara yang antipati terhadap demokrasi yang di luar Barat, saya pikir kita harus adil menilai suatu proses demokrasi sebagai suatu fenomena yang khas dari negara tersebut," ujarnya.
Reza menilai sampai saat ini pengertian terorisme belum universal, karena setiap pihak dan bahkan negara dapat dengan mudah menafsirkan segala bentuk aksi sebagai tindakan terorisme. Sehingga sangat tidak netral apabila negara Barat dengan mudah menuduh Afghanistan di bawah Taliban bukan merupakan negara demokrasi dan hanya akan menjadi biang terorisme.
Bahkan, menurut Reza, situasi ini sebenarnya memberikan Taliban sebuah momen untuk menunjukkan kepada negara yang pesimis terhadap mereka, dengan menerapkan pembangunan yang baik untuk masyarakat Afghanistan dengan caranya sendiri, dan tidak memilih balas dendam.
Editor’s picks
"Terorisme katamu, pembangunan kata kami (Taliban)," ujar dia.
Baca Juga: Negara-Negara yang Pernah Bercokol di Afghanistan, Bikin Perang Besar