TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dibayangi Isu Uighur, Seberapa Mesra Hubungan Turki dan Tiongkok? 

Xi Jinping dan Erdogan baru saja teleponan, bahas Uighur

ANTARA FOTO/Cem Oksuz/Turkish Presidential Press Office/Handout via REUTERS

Jakarta, IDN Times - Hubungan Republik Turki dan Republik Rakyat Tiongkok yang dimulai sejak tahun 1971 merupakan salah satu hubungan paling unik di dunia. Perbedaan fundamental, terutama dalam haluan ideologi, ternyata tidak menghalangi kedua negara untuk semakin dekat dan terus mempererat kerja sama bilateral, baik di sektor ekonomi hingga militer.

Meskipun terlihat hangat, Turki secara pelan-pelan terus memprotes kebijakan keras Beijing terhadap masyarakat Uighur di Xinjiang. Sejumlah negara, seperti Inggris, berani mengecap aksi yang dilakukan Tiongkok sebagai genosida.

Dikutip dari Reuters, pada Selasa (13/7/2021), Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, berbicara dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, melalui sambungan telepon guna membahas masalah muslim Uighur.

Tanpa mencederai hubungan kedua negara di masa krisis ekonomi yang dialami Turki, Erdogan berusaha meminta Xi agar dapat menjamin "kesetaraan" masyarakat Uighur sebagai warga negara Tiongkok tanpa pengecualian. Sikap Turki yang melembut terhadap RRT tentunya diakibatkan kekhawatiran Ankara atas kemungkinan balasan ekonomi yang dapat dilakukan Tiongkok apabila Turki bersikap terlalu frontal.

Berikut adalah fakta-fakta hubungan bilateral Turki-Tiongkok yang perlu diketahui.

1. Mitra alternatif Turki di bidang ekonomi, teknologi, dan militer

Prajurit Turki bersenjata lengkap. twitter.com/OkanTarkan

Gesekan yang dialami Turki dengan negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, membuat mereka membutuhkan mitra alternatif yang memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dengan AS. Intervensi yang dilakukan AS dan Uni Eropa dalam beberapa kebijakan Turki, menyebabkan Ankara meningkatkan hubungannya dengan Tiongkok.

Beijing saat ini hanya fokus mengedepankan keutungan ekonomi, yanh memang yang sangat dicari Turki. Kerja sama bilateral yang dilakukan Turki dengan Tiongkok terbukti efektif karena dalam beberapa tahun terakhir kedua negara berhasil meningkatkan volume impor dan ekspor masing-masing negara. serta pertukaran teknologi militer, seperti yang dilansir dari Institute of New Europe.

Meskipun Turki merupakan anggota Pakta Pertahanan NATO, Ankara tidak segan melakukan pengembangan senjata dengan negara-negara non-NATO dan bahkan musuh NATO sekalipun, termasuk Rusia dan Tiongkok.

Berkat bantuan Tiongkok, Turki berhasil mengembangkan rudal balistik taktis domestik yang sangat mirip kemampuannya dengan rudal buatan RRT, B-611. Sebagai gantinya, Tiongkok dapat mempelajari sistem-sistem pertahanan NATO yang diimplementasikan Turki hingga hari ini. 

2. Tiongkok akui letak Turki sangat strategis

Facebook / boronebeltoneroad

Ekspansi ekonomi Tiongkok di masa Presiden Xi Jinping adalah sebuah instrumen mutakhir dalam menaklukkan negara-negara di dunia tanpa harus menyerangnya secara militer. Belt and Road Initiative (BRI), atau yang dikenal dengan One Belt One Road (OBOR), sangat membutuhkan setiap negara di kawasan strategis, salah satunya adalah Turki.

Dilaporkan ANKASAM, faktor utama mengapa Beijing tetap mau melakukan investasi di Turki walaupun negara tersebut sedang mengalami krisis ekonomi tiada akhir adalah lokasinya yang strategis. Keberadaaan Republik Turki yang membentang dari Eropa hingga Asia membuat mereka memiliki akses di Laut Mediterania serta Laut Hitam, ditambah dengan adanya Selat Bosporus yang menghubungkan kedua laut. 

Lepasnya ketergantungan Turki dengan negara Barat secara bertahap, menciptakan peluang besar bagi Tiongkok untuk menyerap Turki masuk ke dalam kebijakan BRI. Derasnya investasi Tiongkok ikut membantu pemulihan ekonomi Turki sehingga membuat Ankara tidak ragu untuk tetap melanjutkan kerja sama bilateral dengan Tiongkok.

Namun, belum dapat dipastikan akankah Turki terjerat jebakan utang yang sering terjadi di negara-negara yang berbisnis besar dengan Tiongkok. Apalagi keinginan mendasar Ankara untuk bergabung dengan Uni Eropa akan sangat membatasi keterlibatan Tiongkok di dalam perekonomian mereka. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya