TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jangan Sembrono, Ini 3 Sikap Ideal RI Merespons Taliban di Afghanistan

Bagaimana masa depan hubungan Indonesia dengan Afghanistan?

Tentara Pakistan berjaga saat warga menyeberang ke Afghanistan, di pos penyeberangan Friendship Gate di kota perbatasan Paksitan-Afghanista, Chaman, Pakistan, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Abdul Khaliq Achakzai/FOC/djo

Jakarta, IDN Times - Taliban menduduki Kabul dan mendeklarasikan diri berkuasa di Afghanistan pada Senin (16/8/2021). Hal itu disusul kabar bahwa Presiden Ashraf Ghani dan sejumlah pejabat pemerintahannya angkat kaki dari negeri itu.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, meminta Indonesia untuk berpikir tenang menghadapi perubahan situasi di Afghanistan. Secara historis, menurut Reza, hubungan Indonesia-Afghanistan seharusya cukup meyakinkan pemerintah Indonesia agar tidak bertindak terlalu sembrono di masa kritis seperti sekarang.

"Kita sudah mempunyai fondasi. Fondasi tersebut tidak mudah untuk digoyang siapa pun," ujar Reza dalam wawancara ekslusif dengan IDN Times, Selasa (17/8/2021).

Baca Juga: Hal yang Hantui Keputusan Biden Menarik Militer AS dari Afghanistan

1. Tidak perlu terburu-buru mengakui kekuasaan Taliban

ANTARA FOTO/REUTERS/Parwiz

Sikap penuh kehati-hatian Indonesia itu, salah satunya perlu ditunjukkan dalam merespons status Taliban. Reza menilai, sekarang bukan saat yang tepat bagi Indonesia untuk mengakui langsung pemerintahan Taliban meski mereka sudah menguasai Afghanistan.

"Saya pikir Indonesia tidak perlu terburu-buru mengakui karena akan ada masalah besar mendatang, di mana kalau Taliban tidak hati-hati mengelola kemenangan jangka pendek ini, itu akan berbahaya untuk jangka panjang mereka," ujar dosen HI Unpad tersebut.

Kondisi itu dapat diperparah jika perwakilan pemerintah Afghanistan di bawah Presiden Ashraf Ghani yang berlindung di luar negeri, mendirikan pemerintahan pelarian yang didukung oleh negara Barat, terutama Amerika Serikat. Apalagi masih ada kemungkinan upaya sabotase Barat atas program pembangunan Taliban di Afghanistan. 

Oleh sebab itu, Reza berpendapat, Indonesia harus berfokus untuk menjamin kelanggengan hubungan jangka panjang dengan masyarakat Afghanistan. "Bukan menetapkan target kapan harus mengakui atau tidaknya pemerintahan baru di sana."

Baca Juga: Bagaimana Masa Depan Afghanistan di Tangan Taliban? Ini Kata Pakar HI

2. Diam adalah emas, tidak perlu mengkritisi Taliban

Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjajaran, Drs. Teuku Rezasyah, M.A., Ph.D.. (Dok. Pribadi)

Bagi Reza, sikap teraman bagi Indonesia kala perubahan rezim di Afghanistan adalah "diam".

"Menjaga hubungan dengan tidak mengkritisi apapun yang mereka (Taliban) lakukan, karena bagaimana pun dengan diamnya Indonesia merupakan nilai tambah bagi pemerintahan baru di Afghanistan," kata pria yang meraih gelar doktor College of Law, Government and International Studies, di University Utara Malaysia itu.

Namun, dia menegaskan, diam di sini bukan berarti Indonesia tidak melakukan apa-apa. Indonesia harus tetap memperjuangkan proses demokrasi, "Proses pertumbuhan dan peradaban di Afghanistan melalui jalur yang Indonesia piawai di dalamnya," imbuh Reza.

Indonesia juga sebaiknya terus melanjutkan dialog, baik tertutup maupun terbuka, dengan Taliban dan Pemerintah Afghanistan guna mempertahankan hubungan erat yang dimiliki dua negara.

Baca Juga: Sejarah Kejatuhan Kota Kabul dari Masa ke Masa

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya