TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Malaysia: Peringkat Terendah Kasus Perdagangan Manusia

Keterlibatan resmi menyulitkan upaya anti-trafficking

Anthony Blinken, Menlu AS melaporkan Trafficking in Persons (TIP) pada Kamis (1/7) dan memasukkan Malaysia dalam negara dengan peringkat terendah. (Twitter.com/Philip Pullella)

Washington DC, IDN Times - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat merilis laporan tahunan tentang beberapa persoalan seperti dampak perubahan iklim dan perdagangan manusia (Trafficking in Persons). Beberapa negara yang disinggung terlibat dalam perdagangan manusia adalah China, Rusia, Kuba, Malaysia dan lainnya.

Malaysia dimasukkan oleh Amerika Serikat dalam tier tiga atau peringkat terendah dalam kasus perdagangan manusia. Pelanggaran hak asasi manusia seperti kerja paksa dan perdagangan manusia, telah membuat negara Malaysia berada di posisi terburuknya.

1. Malaysia tidak secara memadai menangani atau mengejar kriminal perdagangan tenaga kerja

Malaysia dinilai dalam laporan Departemen Luar Negeri AS, sebagai salah satu negara dengan peringkat terburuk dalam kasus kerja paksa dan perdagangan manusia.  Dalam laporanTrafficking in Persons (TIP), Malaysia ditempatkan dalam tier 3 atau posisi terburuk.

Melansir laman Reuters, laporan itu menyebutkan bahwa Malaysia terus menggabungkan kejahatan perdagangan manusia dan penyelundupan migran, dan tidak secara memadai menangani atau mengejar kriminal yang tertuduk secara kredibel terlibat tentang perdagangan tenaga kerja.

Kari Johnstone, Penjabat Direktur kantor perdagangan Departemen Luar Negeri AS mengatakan "sektor-sektor yang paling sering kita lihat adalah kerja paksa–yang merupakan bentuk utama kejahatan di Malaysia–termasuk di perkebunan kelapa sawit dan pertanian, di lokasi konstruksi, di industri elektronik, garmen dan produk karet," ujarnya.

Selain itu, para korban perdagangan manusia menurut Johnstone, korban perdagangan orang juga menjadi sasaran perdagangan seks di rumah bordil, panti pijat, bar, ruang karaoke, hotel dan tempat tinggal pribadi.

Baca Juga: Perpanjang Lockdown, Malaysia Tambah Stimulus Rp500 Triliun Lebih

Dalam industri manufaktur seperti karet dan sawit, pemerintah Malaysia disebut secara resmi memiliki saham sekitar 33 persen. Padahal sektor itu terjadi pelanggaran hak asasi manusia seperti kerja paksa dan perdagangan manusia. Keterlibatan secara resmi pemerintah itu dianggap melemahkan upaya anti-perdagangan manusia yang telah dilakukan oleh para aktivis.

Melansir laman Free Malaysia Today, Departemen Luar Negeri AS menagtakan bahwa pemerintah Malaysia dianggap tidak mengupayakan untuk berkoordinasi dengan penegak hukum asing untuk menyelidiki atau mengadili kasus perdagangan manusia. Pemerintah Malaysia juga dianggap terus mencampuradukkan perdagangan manusia dan penyelundupan migran, yang menghambat upaya penegakan hukum dan identifikasi korban.

Departemen Luar Negeri AS juga menjelaskan bahwa "pejabat imigrasi yang korup memfasilitasi perdagangan (manusia) dengan menerima suap dari calo dan penyelundup di perlintasan perbatasan, termasuk di bandara. Beberapa pejabat pemerintah mendapat untung dari suap dan keterlibatan langsung dalam pemerasan dan eksploitasi migran.”

Departemen Luar Negeri AS memberikan belasan rekomendasi untuk memperbaiki peringkat tersebut. Beberapa di antaranya adalah "meningkatkan upaya untuk mengidentifikasi korban, mempublikasikan hasil investigasi yang melibatkan pejabat korup, perluas perlindungan tenaga kerja, terus memperluas kerjasama dengan LSM untuk menyediakan beberapa layanan rehabilitasi korban dan lain sebagainya."

2. Keterlibatan resmi menyulitkan upaya anti-perdagangan manusia

Baca Juga: Demi Tingkatkan Efikasi, Malaysia Pertimbangkan Campur 2 Jenis Vaksin

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya