TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nigeria Temukan Varian Baru COVID-19

Keduanya berbeda dengan varian di Inggris 

Ilustrasi virus corona (pexels.com/CDC)

Cape Town, IDN Times – Diketahuinya varian virus corona baru di Inggris baru-baru ini telah membuat banyak negara melakukan larangan perjalanan dua arah dari Inggris. Langkah tersebut dilakukan agar varian baru yang diperkirakan 70 persen lebih cepat menular, tidak tersebar secara meluar.

Meskipun begitu, faktanya beberapa negara kemudian melaporkan keberadaan varian baru mirip dengan yang ada di Inggris, seperti Italia, Australia, Singapura, Israel dan beberapa negara lainnya. Di Afrika Selatan, para ilmuwan juga menemukan varian baru virus corona. Varian bari di Afrika Selatan tersebut, selain mudah menular juga lebih kuat dapat menginfeksi anak muda yang memiliki sistem imun lebih kuat dari pada orang tua.

Selain Afrika Selatan, negara Afrika lainnya yang melaporkan temuan varian baru virus corona adalah Nigeria. Varian baru virus corona masih adalam penyelidikan lebih lanjut. Namun, dikhawatirkan varian tersebut sama sekali baru dan berbeda dengan yang ditemukan di Inggris.

1. Afrika Selatan mencoba menahan gelombang kedua COVID-19 yang didominasi varian baru

Prof. Abdool Karim, epidemiologist Afrika Selatan. (twitter.com/Presidency l South Africa)

Afrika adalah benua dengan tingkat infeksi virus corona paling rendah jika dibandingkan dengan benua-benua lainnya. Namun, salah satu negara di benua tersebut, yakni Afrika Selatan, memiliki angka infeksi virus corona yang termasuk tinggi. 

Melansir dari data yang berhasil dikumpulkan oleh Worldometer, infeksi virus corona di Afrika Selatan telah mencapai angka 954.258 kasus yang terkonfirmasi. Jumlah kematian akibat virus corona di negara tersebut adalah 25.657 orang yang meninggal. Saat ini Afrika Selatan sedang berjuang menahan serangan virus corona gelombang kedua, disertai kecemasan hadirnya varian baru COVID-19 yang jauh lebih menular.

Puncak gelombang pertama di Afrika Selatan terjadi pada bulan Juli. Setelahnya, infeksi tercatat menurun secara drastis. Akan tetapi, pada bulan Desember ini, terjadi peningkatan kembali infeksi virus corona. Kekhawatiran berlebih bahkan muncul bahwa varian baru virus corona dapat menginfeksi kembali orang yang sembuh dari COVID-19.

Melansir dari laman The Guardian, varian baru di Afrika Selatan disebut 501.V2. Ketua penasehat menteri pemerintah (MAC), Abdool Karim, menjelaskan bahwa peningkatan infeksi dalam permulaan gelombang kedua virus corona menyebar lebih cepat dari pada sebelumnya. Varian baru Afrika Selatan diketahui berasal dari wilayah Eastern Cape dan Western Cape. Dalam beberapa minggu terakhir, varian baru tersebut mendominasi infeksi.

Pemerintah Afrika Selatan melakukan langkah-langkah pencegahan gelombang kedua dengan aturan terbatas seperti desakan untuk memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Pemerintah juga membatasi jam penjualan alkohol. Penguncian ketat sulit untuk diterapkan karena akan memakan biaya ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.

Baca Juga: Ratusan Siswa Nigeria yang Diculik Berhasil Diselamatkan 

2. Varian baru virus corona di Nigeria

Muhammadu Buhari, Presiden Nigeria. (instagram.com/muhammadubuhari)

Nigeria adalah negara terpadat di benua Afrika. Dalam beberapa bulan terakhir, negara ini diguncang oleh konflik yang dimotori para milisi pemberontak di beberapa wilayahnya. Selain itu, protes selama berminggu-minggu juga terjadi menuntut aksi pembubaran pasukan khusus anti-perampokan (SARS), dimana pasukan ini dikenal kontroversial.

Jumlah infeksi di negara yang dipimpin oleh Muhammadu Buhari tersebut, terhitung masih berada jauh di bawah Afrika Selatan. Menurut Worldometer, infeksi di Nigeria mencapai 80.922 kasus yang terkonfirmasi. Penduduk yang meninggal karena COVID-19 sebanyak 1.236 orang. Kini, dalam penelitian awal, para ilmuwan negara tersebut menemukan varian baru COVID-19, yang sama sekali berbeda dengan di Inggris dan Afrika Selatan.

Melansir dari laman Associated Press, varian baru di Nigeria diperoleh dari negara bagian Osun. Dua sampel dikirim pada tanggal 3 Agustus dan 9 Oktober. John Nkengasong, kepala Pusat Pengendalian dan Penegahan Penyakit Afrika (CDC Afrika) mengatakan penelitian tersebut masih terlalu awal. Varian baru yang disebut P681H belum memiliki bukti yang menunjukkan memiliki kecepatan penularan peningkatan infeksi virus di Nigeria.

Dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah besar sampel di kirimkan ke CDC Nigeria. Hal tersebut membuat para ilmuwan bekerja sepanjang waktu dan menurut direktorat jenderal CDC, Chikwe Ihekweazu, para koleganya juga terpaksa mempersingkat jadwal liburan untuk melakukan penelitian terhadap sampel-sampel yang dikirimkan.

Baca Juga: Ratusan Siswa di Nigeria Diculik Kelompok Bersenjata

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya