TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Serang Balik Putin, G7 Tolak Bayar Ekspor Minyak-Gas Rusia Pakai Rubel

Pembayaran dengan rubel dinilai tidak sesuai kontrak

ilustrasi uang rubel (Pexels.com/Polina Tankilevitch)

Jakarta, IDN Times - Negara-negara anggota G7 menolak membayar gas yang diimpor dari Rusia dengan mata uang rubel Rusia. Jerman, yang saat ini memimpin presidensi G7, mengatakan perubahan pembayaran ke rubel adalah pelanggaran sepihak Rusia.

Sebagai informasi, blok G7 terdiri dari Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat (AS). Mereka semua banyak membeli gas dari Rusia.

Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan para pejabatnya untuk mengubah aturan pembayaran gas dengan mata uang rubel bagi negara-negara tidak bersahabat, yang berarti menjerat sebagian besar negara Uni Eropa (UE).

UE telah memiliki ketergantungan pasokan gas dari Rusia. Belum diketahui apakah Rusia akan tetap mengirimkan pasokan gasnya, tapi juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan Rusia sedang tidak dalam kondisi untuk bisa bersedekah.

Baca Juga: Putin: Negara yang Bukan Sahabat Rusia Harus Bayar Gas Pakai Rubel

1. Jerman tuduh Rusia melakukan pelanggaran sepihak

Kanselir Jerman Olaf Scholz (Twitter.com/Bundeskanzler Olaf Scholz)

G7 telah melakukan pertemuan darurat untuk membahas perang Ukraina-Rusia. Para menteri perwakilan dari kelompok itu sepakat untuk menolak membayar impor gas Rusia dengan mata uang Rubel.

"Semua menteri G7 setuju bahwa ini adalah pelanggaran sepihak. Pembayaran dalam rubel tidak dapat diterima dan kami menyerukan kepada perusahaan terkait untuk tidak memenuhi permintaan Putin," kata Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck, pada Senin (28/3/2022) dikutip dari Al Jazeera

Negara-negara Barat, termasuk kelompok G7, telah menjatuhkan serangkaian sanksi ekonomi yang mencekik Rusia. Sejak itu, nilai mata uang rubel telah anjlok ke titik terendah. Kini nilai rubel sedang berusaha kembali menguat.

2. Jerman berpendapat pembayaran dalam bentuk rubel tidak sesuai dengan kontrak

Jika perusahaan membeli minyak dan gas dalam bentuk rubel, mereka harus membeli mata uang tersebut untuk digunakan dalam transaksi.

Dengan cara itu, maka Putin memiliki salah satu strategi untuk memaksa perusahaan-perusahaan Barat, khususnya UE, untuk melakukan transaksi sekaligus membantu memperkuat posisi mata uang rubel.

Pasalnya, nilai mata uang rubel sangat terpuruk sejak Rusia melancarkan invasi dan sejak negara-negara Barat menjatuhkan sanksi. 

Jerman yang hampir separuh pasokan gasnya didapat dari Rusia, adalah pihak yang paling keras menolak permintaan Putin.

Dikutip dari The Guardian, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, "kontrak yang kita ketahui menetapkan euro sebagai mata uang pembayaran dan perusahaan akan membayar sesuai dengan kontrak yang telah mereka tandatangani."

Sejauh ini, perusahaan-perusahaan Barat, khususnya UE, yang membeli minyak atau gas dari Rusia membayar dalam bentuk euro atau dolar AS.

Baca Juga: Bantu Rusia, Ossetia Selatan Kirim Pasukan untuk Perangi Ukraina

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya