TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Thailand Mulai Memberi Dakwaan kepada Para Pemimpin Pro-demokrasi 

Raja Thai bisa diusir jika memerintah dari Jerman 

Salam tiga jari demonstran Thailand yang menuntut Reformasi konstitusi. (instagram.com/nikkeiasia)

Bangkok, IDN Times – Aktivis pro demokrasi Thailand masih terus melakukan unjuk rasa reformasi konstitusi, serta menuntut agar PM Prayuth Chan-ocha mengundurkan diri dari jabatannya. Minggu lalu, bentrokan besar yang terjadi ketika massa pro demokrasi melakukan protes di dekat gedung parlemen adalah bentrokan terkejam selama demonstrasi yang berlangsung selama berbulan-bulan.

Kini, ketika monarki diguncang oleh para aktivis pro demokrasi yang sebagian besar dipelopori oleh anak-anak muda, pemerintah mulai menggunakan cakarnya untuk mencengkeram. Setidaknya, ada tujuh aktivis yang didakwa dan mendapatkan panggilan oleh polisi Thailand untuk mendengarkan dakwaan atas penghinaan kepada keluarga kerajaan.

Melansir dari kantor berita Reuters, Selasa, 24 November 2020 tujuh aktivis yang dipanggil akan dikenakan berdasarkan hukum lesse majeste, terkait dengan hinaan pada keluarga kerajaan, yang jika terbukti bersalah akan menghadapi hukuman 15 tahun penjara (24/11). Protes massa pro-demokrasi Thailand mulai menguat sejak bulan Juli dan dianggap melanggar tabu lama dalam memberikan kritik kepada monarki.

1. Penggunaan lesse-majeste akan mengungkap kebrutalan sistem feodal Thailand

Para pemimpin pro demokrasi didakwa menghina monarki dan keluarga kerajaan Thailand. Ilustrasi (instagram.com/d.w.s.smith)

Polisi telah menyiapkan barikade dan sekitar 6.000 personel keamanan di sekitar Biro Properti Kerajaan ketika massa pro demokrasi merencanakan akan menggelar aksi besar rapat umum pada hari Rabu, 25 November 2020. Sehari sebelumnya, polisi sudah mengirimkan surat panggilan dakwaan lesse-majeste kepada para pemimpin pro demokrasi.

Laman berita The Guardian melaporkan bahwa salah satu pemimpin massa pro demokrasi yang bernama Parit ‘Penguin” Chiwarak mengatakan “Ini akan mengungkap kebrutalan sistem feodal Thailand kepada dunia” (25/11). Parit juga menjadi salah satu dari tujuh aktivis yang mendapatkan surat pemanggilan.

Hukum lese majeste, menurut BBC, adalah salah satu hukum paling ketat di dunia. Hukum tersebut melarang penghinaan apapun terhadap monarki dan keluarga kerajaan (25/11). Tindakan pemerintah Thailand ini mengikuti perkembangan kritik yang semakin vokal dari para demonstran dan Prayuth Chan-ocha sebelumnya telah mengancam akan menggunakan semua undang-undang untuk menghukum para demonstran, meskipun para demonstran itu siswa sekolah menengah.

Para aktivis pro demokrasi telah mengkiritik Maha Raja Vajiralongkorn yang telah menghabiskan sebagian besar waktunya di Jerman. Mereka juga menuntut untuk mengurangi kekuasaan monarki, serta menantang keputusan raja yang menyatakan bahwa kekayaan mahkota sebagai milik pribadi, yang menjadikan Maha Raja Vajiralongkorn menjadi orang terkaya di Thailand.

Baca Juga: Thailand akan Tuntut ‘Siswa Nakal’ Karena Ikut Demonstrasi 

2. Tujuh aktivis pro demokrasi menerima surat panggilan dakwaan

Siswa sekolah menengah ikut demonstrasi menuntut perbaikan sistem pendidikan. (instagram.com/d.w.s.smith)

Kantor berita Reuters mendapatkan informasi yang bersumber dari polisi, dimana polisi tersebut tidak berani mengungkapkan identitasnya. Menurut sumber tersebut, para pemimpin protes pro demokrasi memiliki waktu untuk mengakui tuduhan yang diberikan. Kesempatan itu diberikan sampai pada tanggal 30 November 2020. Tuduhan yang diberikan terkait aksi yang dilancarkan pada tanggal 19 dan 20 September.

Tujuh orang aktivis pemimpin pro demokrasi tersebut diantaranya adalah Parit “Penguin” Chiwarak, Arnon Nampa pengacara hak asasi manusia, Panusaya “Rung” Sithijirawattanakul serta Panupong “Mike” Jaadnok. Pengacara Thailand untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa polisi juga sudah memberitahu pengacara para pemimpin demonstran.

Para demonstran yang berencana melakukan protes besar pada Rabu, 25 November rencananya akan bertemu di markas besar Siam Commercial Bank. Raja Vajiralongkorn setidaknya memiliki 23 persen saham di perusahaan tersebut, dimana jumlah itu adalah jumlah pemegang saham terbesar. Kelompok protes FreeYouth mengatakan “mari kita rebut kembali properti yang seharusnya menjadi milik rakyat” katanya seperti dikutip dari The Guardian (25/11).

Baca Juga: Demonstran Thailand Terlibat Bentrok dengan Pro Loyalis 

Verified Writer

Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya