TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

"One Country, Two Systems" Jadi Alasan Hong Kong Beda dengan Cina

Apa itu "One Country, Two Systems"? Ini penjelasannya...

ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter

Hong Kong, IDN Times - Demonstrasi menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Ekstradisi di Hong Kong telah berlangsung selama lebih dari sepekan. Penyelenggara mengestimasi ada dua juta warga Hong Kong yang turun ke jalan pada Sabtu dan Minggu kemarin.

Bagi mereka, RUU Ekstradisi adalah bentuk campur tangan Cina terhadap sistem hukum Hong Kong. Ini karena meski Hong Kong merupakan wilayah administrasi spesial dari Cina, tapi mempunyai legislasi tersendiri. Hal ini dimungkinkan oleh "One Country, Two Systems"

Baca Juga: "Do You Hear The People Sing?", Lagu Demonstrasi Rakyat Hong Kong

1. Hong Kong awalnya merupakan satu kesatuan dengan Cina

unsplash.com/Fung Lam

Menurut catatan sejarah, sejak zaman dulu Hong Kong adalah bagian dari wilayah kekuasaan dinasti-dinasti Cina. Dalam skala lebih kecil, Hong Kong berada di bawah berbagai pemerintahan mulai dari Prefektur Nanhai sampai Prefektur Guangzhou di era Dinasti Qing.

Ketika Dinasti Qing berkuasa pada abad 19 inilah kedudukan Hong Kong mulai goyah. Ini berawal saat Inggris dan Cina tidak sepakat mengenai perdagangan teh. Pemerintah Cina ingin Inggris membayar teh dari mereka dengan emas. Sedangkan Ratu Victoria yang naik takhta menolaknya.

2. Perang Opium membuat Cina kehilangan kontrol atas Hong Kong

unsplash.com/Dynamic Wang

Penolakan tersebut berujung pada kebijakan Inggris untuk mengekspor paksa opium dari India, yang saat itu di bawah kekuasaan Ratu Victoria, ke Cina dengan harapan ditukarkan dengan teh. Ini berlangsung dengan cara ilegal sebab pemerintah Cina tidak menyetujuinya.

Cina tak menerima kebijakan Inggris karena banyak rakyat di sana yang kecanduan opium, termasuk militer. Dinasti Qing otomatis berniat untuk menghentikan aliran opium ke dalam negeri. Salah satu caranya adalah pembakaran sekitar 20.000 paket opium pada 1839. Langkah ini mengakibatkan Inggris ingin membalas dendam dengan melancarkan invasi ke Cina.

Hong Kong pun akhirnya jatuh ke tangan Inggris ketika Perang Opium terjadi pada 1839 sampai 1842. Karena letak geografis Hong Kong yang strategis, Inggris menjadikannya sebagai markas militer. Perang ini berakhir dengan kekalahan Cina dan melalui Perjanjian Nanjing Hong Kong "dipinjamkan" ke Inggris.

3. Inggris menguasai Hong Kong hingga 1997

unsplash.com/Sam Balye

Melalui sejumlah perjanjian, salah satunya adalah pada 1898, Hong Kong berada di bawah penguasaan Inggris sampai 99 tahun hingga 30 Juni 1997. Dengan begini, Hong Kong tidak mengadopsi peraturan Cina, melainkan dari Inggris, mulai dari pemerintahan hingga sistem hukum.

Banyak cara yang coba ditempuh oleh Cina untuk mengambil kembali pulau tersebut. Pemimpin Cina, Zhou Enlai, misalnya pada 1954 menegaskan bahwa "sebagian besar rakyat Hong Kong adalah rakyat Cina". Namun, seperti yang tercantum dalam publikasi peringatan 15 tahun reunifikasi Hong Kong dan Cina, Zhou berpendapat waktunya belum tepat untuk membuat Hong Kong kembali ke "pangkuan Ibu Pertiwi".

Hampir dua dekade kemudian, pemerintah Cina menyatakan lagi bahwa Hong Kong dan Cina adalah satu. Contohnya pada 10 Maret 1972, Perwakilan Permanen Cina untuk PBB, Huang Hua, mengirimkan surat kepada pimpinan Komite Spesial PBB Urusan Dekolonialisasi.

Isinya adalah bahwa Hong Kong "merupakan teritori Cina yang diokupasi oleh Pemerintah Inggirs" dan masalah ini "seluruhnya ada di dalam kedaulatan Cina". Beijing ingin menyampaikan pesan PBB agar tak ikut campur. Di era ini, posisi Amerika Serikat adalah mengakui Cina sebagai "satu negara" yang berkuasa atas Hong Kong. Cina pun membuka hubungan diplomatik dengan Inggris.

4. Ide "One Country, Two Systems" muncul di awal 1980-an

unsplash.com/Jerry Zhang

Dengan normalisasi hubungan antara Cina dan Inggris, kedua negara membuat Deklarasi Bersama Sino-Inggris pada 1984. Inggris meminta sebagai ganti pengembalian Hong Kong dengan cara damai, maka Cina harus "mempertahankan sistem ekonomi dan sosial serta gaya hidup untuk 50 tahun mendatang". Pemerintah di Beijing pun sepakat dengan ini.

Dua tahun sebelumnya, pemimpin Cina, Deng Xiaoping sudah mengusulkan ide "One Country, Two Systems" yang memungkinkan Hong Kong mempunyai regulasi berbeda. Padahal Cina selalu menekankan bahwa semua kontrol terpusat di Beijing. Dengan sistem baru, Cina membentuk Hong Kong sebagai wilayah administrasi khusus (Hong Kong Special Administrative Region).

Baca Juga: Usai Dituntut Mundur, Pemimpin Hong Kong Ucapkan Permintaan Maaf

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya