TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Peluang Lolos Piala Dunia Terbuka, Warga Suriah Malah Galau

"Liga sepak bola Suriah dibangun di atas mayat."

Abedin Taherkenareh/EPA via The National

Sebuah pertandingan dramatis disajikan di Tehran oleh timnas Suriah yang bertemu dengan timnas Iran dalam kualifikasi Piala Dunia 2018 pada Selasa (5/9). Laga yang menentukan tersebut berakhir seri dengan skor 2-2 dan berhasil mengantarkan Suriah ke babak playoff.

Baca juga: Fans Timnas Rusia Tantang Perang Hooligan di Piala Dunia 2018

Kemenangan itu melahirkan dilema tersendiri.

Jun Michael Park/Laif/ESPN

Tareq, salah seorang pendukung timnas Suriah dan yang aktif mengkritik rezim Bashar al-Assad, mengaku kepada The Guardian bahwa ia bingung, apakah harus gembira atau sebaliknya. Tareq tak sendiri. Ia dan dua warga Suriah lain yang melarikan diri ke Beirut, Lebanon, juga dihantui dilema.

Ketiganya meninggalkan keluarga di Suriah dan selama konflik terjadi, momen bahagia sangat jarang terjadi. Di satu sisi, lolosnya Suriah ke babak berikutnya adalah hal bagus. Di sisi lain, mereka memahami bahwa pemerintah mencoba mengambil untung dari kemenangan tersebut.

"Liga sepak bola Suriah dibangun di atas mayat," ujar Tareq. Pria berusia di akhir 20-an tahun tersebut geram karena pemerintahan Assad yang telah memporak-porandakan kehidupan masyarakat Suriah berusaha mengklaim kerja keras para pemain untuk kepentingan mereka sendiri.

"Apakah kamu sudah menonton video putra Bashar al-Assad, Hafez?" kata Tareq. Dalam video itu, Hafez menyatakan bahwa dia mengaku mendukung penuh tim sepak bola tersebut. Sebaliknya, Tareq menilai bahwa pernyataan itu sebagai sebuah lelucon. Sebab, sejak awal berdiri, pemerintah Assad tak pernah sekalipun mendukung tim tersebut.

"Mungkin mayoritas pemain jarang mendapat gaji untuk memenuhi kebutuhan mereka sebulan. Kini rezim itu mengangkat para pemain ke level seperti pahlawan saat mereka tak peduli tentang olahraga, apalagi tim," tambahnya. Suriah sendiri akan bertemu Australia dalam babak playoff.

Dua pemain timnas juga merasakan kegalauan.

Omar Sanadiki/REUTERS via The National

Firas al-Khatib menjadi salah satu pemain inti timnas Suriah pada laga melawan Iran. Namun, perjalanannya jauh lebih berliku daripada sekadar latihan untuk memenangkan pertandingan. Enam tahun lalu Khatib ikut mengorganisir protes melawan pemerintah.

Bahkan, ia sempat berjanji untuk takkan lagi bermain untuk timnas Suriah selama bom masih berjatuhan. Selain Khatib, Omar al-Soma juga mengalami hal yang hampir serupa. Ia melewatkan kesempatan bermain untuk timnas sejak 2012 karena ia tak menyukai rezim al-Assad.

Tetapi, pada Selasa lalu ia justru jadi salah satu pencetak gol. Dalam suatu wawancara dengan ESPN, Khatib berkata,"Setiap hari sebelum aku tidur, mungkin satu jam, dua jam, aku memikirkan keputusan ini."

Ia mengaku seorang temannya berujar jika ia kembali bermain untuk Suriah, ia akan disebut sebagai "tempat sampah dalam sejarah bersama dengan setiap orang yang mendukung kriminal bernama Bashar al-Assad." Sejak memutuskan bermain lagi, temannya itu tak lagi mau bicara dengannya.

Khatib pun menjadi kapten yang turut menentukan laju dari timnya. Terkait keputusannya tersebut, Khatib hanya bisa berkata,"Apapun yang terjadi, 12 juta orang Suriah akan mencintaiku. 12 juta lainnya ingin membunuhku."

Baca juga: Persiapan Piala Dunia, Rusia Diduga Eksploitasi Pekerja

 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya