Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Oslo, IDN Times - Penghargaan prestise Nobel Perdamaian pada 2019 ini dianugerahkan kepada Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed.
Melalui pengumuman resmi, komite Nobel menyampaikan bahwa Abiy layak mendapatkan penghargaan tersebut "atas usahanya untuk mencapai perdamaian dan kerja sama internasional".
Menurut komite, Abiy secara khusus juga berjasa "atas inisiatif pentingnya untuk menyelesaikan konflik perbatasan dengan negara tetangga Eritrea".
Kabar ini pun disambut baik oleh berbagai kalangan, termasuk Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.
1. Abiy mengatakan ini adalah kebanggaan Ethiopia
Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, ketika membuka konferensi World Press Freedom Day di Addis Ababa, Ethiopia, pada 1 Mei 2019. IDN Times/Uni Lubis Perdana Menteri berusia 43 tahun tersebut menanggapi pemberian penghargaan itu pada Jumat (11/10), sesaat usai pengumuman disampaikan.
"Kejayaan dan pengakuan ini adalah kemenangan kolektif bagi seluruh rakyat Ethiopia, dan sebuah panggilan untuk menguatkan ketetapan hati kami dalam membuat Ethiopi, horizon harapan baru, sebagai sebuah bangsa yang menyejahterakan semuanya," kata Abiy, seperti dilansir dari Reuters.
"Kami bangga sebagai sebuah bangsa," lanjutnya lagi.
Baca Juga: Trump Klaim Dicurangi sehingga Gagal Dapat Nobel
2. Ia menyisihkan lebih dari 300 kandidat
Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, saat menghadiri pembukaan konferensi World Press Freedom Day di Addis Ababa, Ethiopia, pada 1 Mei 2019. IDN Times/Uni Lubis Pengakuan komite Nobel di Norwegia terhadap kepala pemerintahan termuda di Afrika itu datang setelah melakukan seleksi terhadap 301 kandidat yang terdiri dari 223 individu dan 78 organisasi.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Aktivis iklim yang menjadi tajuk berita internasional, Greta Thunberg, adalah salah satu yang digadang-gadang sebagai calon terkuat penerima Nobel Perdamaian.
Abiy sendiri mulai menjabat pada April 2018. Ia segera menjalankan sejumlah kebijakan progresif untuk mereformasi negaranya. Di ranah domestik, salah satu langkah gesitnya adalah membebaskan ribuan tahanan politik, sebagian besar adalah aktivis oposisi pemerintah terdahulu, dan mengizinkan para kritik yang mengamankan diri di luar negeri untuk kembali.
3. Ia berusaha mencapai perdamaian dengan Eritrea
Beberapa bulan usai menjabat, Abiy pun menjalankan janjinya untuk menandatangani perjanjian damai dengan Eritrea. Kedua negara telah terlibat konflik militer selama dua dekade setelah berperang sejak 1998 hingga 2000. Hasil ini dicapai setelah Abiy mematuhi Perjanjian Aljir yang dibuat pada tahun 2000.
Dalam perjanjian itu, wilayah yang menjadi perebutan oleh kedua negara, salah satunya Badme, harus diserahkan oleh Ethiopia kepada Eritrea. Setelah 18 tahun menolak, Ethiopia akhirnya menerima perjanjian itu melalui pertemuan antara Abiy dan Presiden Eritrea, Isaias Afwerki.
Baca Juga: Fahri Hamzah: Habibie Harusnya Dapat Nobel karena Selamatkan Indonesia