TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menlu AS: COP26 Langkah Maju Meski Energi dari Batu Bara Masih Dipakai

Blinken menilai suara kaum muda makin nyaring di COP26

Menteri Luar Negeri Antony Blinken ketika menerima wawancara eksklusif dengan IDN Times pada 14 Desember 2021 (IDN Times/Uni Lubis)

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony J. Blinken tetap menganggap Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim COP26 yang dihelat di Glasgow, Inggris, sebuah kemajuan. Meskipun 11 jam terakhir sebelum KTT berakhir, India dan China berhasil intervensi hasil akhir dokumen yang diberi nama Glasgow Pact itu.

Di dalam dokumen itu, China dan India mendesak agar terdapat perubahan frasa menyetop penggunaan energi fosil batu bara menjadi mengurangi penggunaan energi tersebut. Baik China dan India diketahui sama-sama pengguna energi batu bara tertinggi di dunia. 

Blinken mengatakan meski China dan India mewakili 35 persen perekonomian dunia, tetapi negara-negara lainnya yang mewakili sisa 65 persen tetap pada kesepakatan awal. Bagi negara maju, mereka sepakat menghapus penggunaan energi batu bara pada 2030. Sedangkan, negara berkembang sepakat menyetop penggunaan energi batu bara pada 2040. 

"Poin pentingnya bila negara-negara dari 65 persen GDP dunia memenuhi komitmen itu, maka tingkat suhu di bumi akan tetap berada di suhu 1,5 derajat celcius," ungkap Blinken ketika berbincang secara eksklusif dengan IDN Times di Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021. 

Poin penting lainnya, kata diplomat senior AS itu yakni, di COP26 semakin banyak anak muda yang bersuara dan menuntut para pemimpin dunia, untuk bertanggung jawab atas keputusan mereka memperlakukan planet bumi.

"Generasi muda dari seluruh dunia menuntut perubahan, aksi nyata, kemajuan, dan itu pendorong yang sangat penting," kata dia. 

Namun, pada kenyataannya justru banyak anak muda yang kecewa terhadap Glasgow Pact. Salah satu di antaranya yang kecewa adalah aktivis muda asal Swedia, Greta Thunberg. Aktivis yang masih berusia 18 tahun itu bahkan menyindir janji kosong para pemimpin dunia yang sejak lama mengklaim ingin menyelamatkan bumi, tetapi tindakannya malah bertolak belakang.

Apa tanggapan Menlu Blinken mengenai sikap para pemimpin dunia yang ingkar janji tersebut?

Baca Juga: Menlu AS Antony Blinken Berkunjung Perdana ke RI, Bakal Bahas Apa?

1. Menlu Blinken akui hasil Glasgow Pact tak sesuai harapan

Grafis antiklimaks hasil KTT COP26 Glasgow pada November 2021 (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam wawancara dengan IDN Times, Menlu Blinken mengakui kesepakatan di KTT COP26 Glasgow jauh dari target dan harapan. Negara lainnya, termasuk AS, masih perlu membujuk China dan India agar menggunakan energi terbarukan dan bukan batu bara. 

"Tetapi, apa yang dihasilkan di COP26 tetap adalah langkah maju meski belum cukup. Hal lain yang lebih penting yaitu bagaimana (negara) dengan 65 persen perekonomian dunia mengimplementasi komitmen yang dicapai di sana. Kemudian, kita harus mengajak (negara) 35 persen GDP lainnya yang belum terlibat agar ikut serta," kata Blinken. 

Ia juga mengaku kagum karena di COP26 Glasgow, anak-anak muda semakin berani menyuarakan aspirasi mereka. Kaum muda, kata Blinken, menuntut para pemimpin dunia agar bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat menyangkut lingkungan. 

"Itu (aspirasi kaum muda) bermakna pesan bahwa kami berada di sini untuk kepentingan generasi muda," kata Blinken. 

2. Aktivis lingkungan Greta Thunberg nilai janji para pemimpin dunia untuk jaga bumi sekadar omong kosong

Aktivis iklim, Greta Thunberg, saat mengikuti aksi #ClimateStrike di New York, Amerika Serikat, pada 20 September 2019. instagram.com/gretathunberg

Salah satu anak muda yang aktif menyuarakan pendapatnya soal lingkungan hidup adalah Greta Thunberg. Bahkan, ketika berbicara di hadapan para pemimpin dunia, Thunberg tanpa basa-basi menyebut janji tokoh-tokoh penting itu sekadar janji palsu.

Aktivis berusia 18 tahun itu memaki janji para pemimpin dunia dengan menggunakan istilah "blah.. blah.. blah.." Thunberg mengaku lelah mendengar janji para pemimpin dunia yang mengaku ingin mengatasi dampak perubahan iklim di bumi. 

"Ingin membangun (peradaban) yang lebih baik, blah.. blah.. blah.." ujar Thunberg pada pertemuan tingkat tinggi anak muda mengenai iklim di Italia dan dikutip harian Washington Post pada 29 September 2021. 

"Tidak ada planet B, tidak ada planet blah.." ungkap Thunberg, menirukan pernyataan para pemimpin dunia di hadapan Presiden Joe Biden hingga Perdana Menteri Boris Johnson. 

Bagi Thunberg, kalimat para pemimpin hanya terdengar hebat di telinga. Tetapi, tidak ada aksi nyata hingga saat ini untuk mengurangi dampak perubahan iklim. 

"Mimpi dan harapan kita tenggelam dalam janji dan kata-kata kosong mereka," kata dia. 

Aktivis lingkungan asal Uganda, Vanessa Nakate, bahkan menyebut negara-negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim masih menanti janji dana senilai 11 miliar dolar AS yang dijanjikan negara-negara maju. Dana itu bakal digunakan negara-negara berkembang agar tetap menjaga lingkungannya lestari. 

Baca Juga: Menlu Blinken: Klaim Sepihak China sampai ke Natuna Tidak Dibenarkan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya