TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menteri Kesehatan di Negara Bagian di Meksiko Wafat Akibat COVID-19

Jesus Grajeda meninggal usai 2 pekan dirawat di rumah sakit

Ilustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan di negara bagian Meksiko, Chihuahua, Dr. Jesus Grajeda dilaporkan meninggal pada Minggu, 26 Juli 2020 akibat COVID-19. Ia menjadi pejabat tinggi pertama di Meksiko yang meninggal akibat pandemik. 

Gubernur Chihuahua, Javier Corral mengatakan Grajeda meninggal usai dirawat di rumah sakit selama dua pekan dengan keluhan adanya sesak di saluran pernafasan. 

"Saya tidak bisa berkata-kata untuk mengekspresikan semua perasaan saya di momen ini kecuali kesedihan yang mendalam," ungkap Corral dan dikutip kantor berita Reuters pada Senin, 27 Juli 2020. 

Meksiko diketahui merupakan salah satu negara di Amerika Latin yang memiliki kasus COVID-19 dalam jumlah tinggi. Berdasarkan data yang dikutip dari laman World O Meter pada Selasa (28/7/2020), ada 395.489 kasus COVID-19 yang ditemukan di Meksiko, di mana 44.022 orang meninggal dunia. 

Lalu, apa langkah Pemerintah Meksiko untuk mengendalikan pandemik COVID-19?

Baca Juga: Amerika Latin Jadi Episentrum, WHO: Ini Belum Waktunya Pelonggaran

1. Kemampuan tes Meksiko masih rendah di saat perekonomian mulai dibuka

Ilustrasi ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Meksiko menempuh kebijakan yang tidak berbeda jauh dari Indonesia. Adanya tekanan ekonomi yang begitu kuat akhirnya memaksa pemerintahan Presiden Andrés Manuel López Obrador membuka kembali perekonomian. Meskipun diminta pembukaan dilakukan secara berlahan-lahan. Tetapi, langkah itu tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan tes COVID-19. 

Laman Financial Times, 21 Mei 2020 lalu melaporkan kemampuan Meksiko dalam melakukan tes kurang dari 150 orang per 100 ribu orang. Angka itu termasuk yang terendah berdasarkan data dari Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Sebagai contoh, sebuah daerah bernama Oaxaca yang pelan-pelan membuka perekonomiannya hanya mampu melakukan tes terhadap 47 orang dari 100 ribu penduduk. Berdasarkan data dari lembaga think tank México ¿cómo vamos?, angka itu terendah kedua dalam hal pengadaan tes di Meksiko. 

Selain itu, Presiden Obrador juga dilaporkan menganggap remeh pandemik ini. Kendati ia mendukung ide agar ada pembatasan di sekitar 300 wilayah di Meksiko. 

2. Mantan Menteri Kesehatan Federal menyebut Meksiko belum mencapai puncak gelombang pertama COVID-19

Mantan Menteri Kesehatan Julio Frenk (www.twitter.com/@julio_frenk)

Sementara, dalam pandangan mantan Menteri Kesehatan Federal Meksiko, Julio Frenk, pandemik COVID-19 di negaranya semakin tidak terkendali. Ia mengutip pernyataan Presiden López Obrador yang pada April lalu mengklaim penyebaran kasus virus corona sudah terkendali, namun pada kenyataannya dua bulan kemudian COVID-19 masih tetap ada di sana. Angkanya pun semakin meningkat. 

Frenk pernah menjadi Menkes di bawah pemerintahan Presiden Vicente Fox selama enam tahun dari periode 2000 - 2006. Dalam sebuah wawancara yang dikutip laman Mexico News Daily 10 Juli 2020 lalu, Frenk menilai hingga kini Meksiko belum mencapai puncak gelombang pertama. Bahkan, menurut penilaiannya kondisi Meksiko belum mencapai yang paling buruk kendati COVID-19 sudah berada di sana selam bulan. 

Ia kemudian menyarankan agar dibuat aturan yang mewajibkan warga mengenakan masker. Ia juga menggaris bawahi agar pemerintah semakin gencar melakukan pelacakan kontak dan memperluas tes untuk mengendalikan pandemik COVID-19. 

Frenk melihat pemerintahan saat ini sedang mencari kambing hitam agar tidak dipandang gagal membendung pandemik. 

"Mencari kambing hitam adalah jenis rezim yang populis," ungkap Frenk sambil mengkritik tidak adanya kepemimpinan yang jelas selama pandemik. 

Baca Juga: Di Tengah COVID-19, Puluhan Ribu Orang Padati Festival Musik Meksiko

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya