TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemilik Amonium Nitrat yang Meledak di Beirut Masih Jadi Misteri

2.750 ton amonium nitrat itu diduga senilai Rp10,4 miliar

Asap mengepul di lokasi ledakan di Beirut, Lebanon, pada 4 Agustus 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Mohamed Azakir

Jakarta, IDN Times - Hingga kini pertanyaan besar mengenai siapa pemesan ribuan amonium nitrat yang meledak di Beirut pada 4 Agustus 2020 lalu masih belum terjawab. Perusahaan yang membuat bahan peledak dan berlokasi di Mozambik, Fábrica de Explosivos Moçambique (FEM) kepada Reuters membantah sebagai pemilik kargo amonium nitrat tersebut. Meskipun melalui juru bicaranya, Antonio Cunha Vaz, mengakui mereka baru bersedia membayar bila produk itu diantar hingga ke negaranya. 

Pada kenyataannya, kargo tersebut tidak pernah tiba di Mozambik. Namun, berdasarkan penelusuran Reuters pada Kamis, 13 Agustus 2020, diketahui pembuat amonium nitrat itu adalah perusahaan produsen pupuk asal Georgia, Rustavi Azot LLC. 

Tetapi, tak berapa lama kemudian, perusahaan tersebut gulung tikar. Seorang pengusaha yang dulunya merupakan pemilik pabrik pupuk itu, Roman Pipia, mengaku sudah tak lagi memiliki kendali terhadap pabrik tersebut sejak 2016 lalu. 

Berdasarkan dokumen pengadilan di Inggris, perusahaan itu dipaksa oleh pemberi kredit agar dilelang pada 2016 lalu. Bagaimana awal mula perusahaan pembuat bahan peledak asal Mozambik bisa memesan amonium nitrat itu ke Georgia?

Baca Juga: Lembaga Keamanan Lebanon Beri Peringatan 10 Hari Sebelum Ledakan

1. FEM di Mozambik memesan amonium nitrat untuk diantar menggunakan jasa perusahaan dagang bernama Savaro

Fakta-fakta ledakan yang terjadi di Beirut pada 4 Agustus 2020 (IDN Times/Sukma Shakti)

Berdasarkan pengakuan FEM, mereka memesan ribuan ton amonium nitrat melalui sebuah perusahaan perdagangan (trading firm) bernama Savaro. Perusahaan itu terdaftar berlokasi di London, Inggris dan Ukraina. Tetapi, situs perusahaan tersebut sudah tidak lagi berfungsi atau online

Saat kantornya yang berlokasi di London dikunjungi oleh jurnalis Reuters pada 10 Agustus 2020 lalu, kantor berbentuk rumah itu dikunci. Ketika pintu diketuk, tidak ada yang merespons. 

Direktur Savaro Ltd di Inggris, Greta Bieliene coba dihubungi. Namun, perempuan yang kini tinggal di Siprus itu menolak untuk merespons. 

Media juga mencoba untuk menghubungi direktur Savaro Ltd. di Ukraina, Vladimir Verbonol. Namun, nomor teleponnya tak berhasil dihubungi. 

2. Otoritas Lebanon kini fokus memeriksa pengusaha Rusia yang tinggal di Siprus

Kombinasi foto satelit memperlihatkan pelabuhan Beirut pada tanggal 9 Juni 2020, dan pada tanggal 5 Agustus 2020, setelah ledakan (ANTARA FOTO/Satellite image (c)2020 Maxar Technologies/via REUTERS)

Sementara, kini otoritas di Lebanon kembali fokus memeriksa pengusaha asal Rusia, Igor Grechushkin yang bermukim di Siprus. Berdasarkan dokumen tertulis pelabuhan, kapal MV Rhosus mengangkut ribuan amonium nitrat dari Georgia di bulan September 2013. Ketika itu harga 2.750 ton amonium nitrat mencapai US$700 ribu atau setara Rp10,4 miliar. 

Komoditas itu ditujukan ke perusahaan pembuat alat peledak di Mozambik. Tetapi, menurut pengakuan kapten kapal MV Rhosus, mereka diinstruksikan oleh Grechushkin untuk mampir di Beirut dan mengambil kargo tambahan. Padahal, pemberhentian di Beirut tidak ada dalam jadwal. 

Kapal MV Rhosus tiba di Beirut pada November 2013. Tetapi, kapal tersebut tidak bisa meninggalkan pelabuhan. Kapten dan kru kapal berselisih dengan pihak pelabuhan lantaran dituding belum membayar biaya untuk bersandar dan kapal tersebut dianggap rusak, sehingga tak laik untuk berlayar. 

Berdasarkan dokumen resmi tertulis pemilik kapal MV Rhosus yang sah di mata hukum adalah perusahaan yang berlokasi di Panama. Perusahaan itu lalu meninggalkan kapal tersebut begitu saja. Sedangkan, kargo berisi ribuan amonium nitrat dikeluarkan dari kapal dan disimpan di sebuah gudang.

Media coba mengontak Grechushkin namun tak berhasil. Pada 2018 lalu, kapal kosong itu akhirnya tenggelam. 

3. Otoritas di Lebanon sudah menahan 16 orang terkait ledakan di Pelabuhan Beirut

Ilustrasi Borgol (Dok. IDN Times)

Presiden Lebanon, Michel Aoun, menolak seruan dunia internasional untuk melakukan investigasi independen dan melibatkan negara lain. Stasiun berita Al Jazeera, 7 Agustus 2020 lalu melaporkan sebanyak 16 orang telah ditahan. Dua di antaranya termasuk Direktur Bea Cukai Pelabuhan Beirut, Badri Daher dan manajer Pelabuhan Beirut, Hassan Koraytem. Direktur Bea Cukai Pelabuhan sebelum Daher, juga ikut ditahan. 

Perintah penahanan itu datang langsung dari hakim di pengadilan. Mereka akan ditahan hingga proses penyelidikan berlangsung. 

Padahal, berdasarkan kronologi yang ada justru pihak bea cukai telah melayangkan surat kepada hakim untuk menanyakan apa yang harus mereka lakukan terhadap ribuan amonium nitrat di dalam gudang tersebut. Surat sempat dikirimkan oleh mantan Direktur Bea Cukai Pelabuhan, Shafik Merhi. 

Total sudah ada tiga surat yang dilayangkan oleh Merhi kepada hakim. Tetapi, tidak ada satu pun yang direspons.

Baca Juga: Begini Kronologi Ribuan Ton Amonium Nitrat Masuk ke Beirut dan Meledak

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya