TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Salip India, Kasus Aktif COVID-19 di Indonesia Tertinggi di Asia

Kasus aktif di India 170.203, Indonesia ada 175.095 kasus

Ilustrasi petugas medis melakukan rapid tes antigen COVID-19 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Jakarta, IDN Times - Jumlah kasus aktif COVID-19 di Indonesia pada Minggu, 31 Januari 2021 resmi melampaui India. Berdasarkan data yang dikutip dari laman World O Meter, kasus aktif COVID-19 di tanah air mencapai 175.095. Sedangkan, India memiliki kasus aktif 170.203. 

Jumlah ini menjadi yang tertinggi di kawasan Benua Asia dan ke-15 di dunia. Sementara, total kasus COVID-19 di Indonesia mencapai 1.078.314, di mana pada Minggu kemarin ada penambahan 12.001 kasus baru. Kasus aktif adalah jumlah orang yang masih dinyatakan positif COVID-19. 

Di sisi lain, jumlah kasus positif COVID-19 di India mencapai 10.758.619. Angka ini 10 kali lipat dibandingkan yang ada di Indonesia. Tetapi, angka kesembuhan mereka juga tergolong tinggi yaitu 10.433.988. 

Dalam catatan platform pemantau COVID-19 di Indonesia, Pandemic Talks, India dianggap berhasil meratakan kurva pandemik. Apa strategi mereka sehingga berhasil mengendalikan pandemik COVID-19?

Baca Juga: [UPDATE] 102 Juta Warga Dunia Terinfeksi COVID-19, Indonesia Urutan 19

1. India berhasil melakukan 5,2 juta tes COVID-19 per minggu

Tenaga kesehatan memakai Alat Pelindung Diri (APD) mengambil tes swab dari pekerja pabrik tepung, di tengah penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di desa Moriya pinggiran kota Ahmedabad, India, Senin (14/9/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Amit Dave)

Berdasarkan catatan Pandemic Talks, salah satu yang menyebabkan kasus COVID-19 di India bisa menurun karena mereka mampu melakukan 5,2 juta tes setiap minggunya. Pemerintah ikut menggandeng laboratorium milik swasta untuk meningkatkan kapasitas lab. 

"Selama periode lockdown (Maret - Juni 2020) jumlah laboratorium telah bertambah hampir 10 kali lipat dari yang semula hanya 123 pada Maret, kemudian meningkat menjadi 1.000 pada Juni 2020 lalu. Pemerintah terus menggenjot kapasitas lab sehingga pada Januari 2021 sudah ada 2.360 lab yang melayani sampel diagnosis COVID-19," demikian ujar Pandemic Talks di akun media sosialnya pada Minggu kemarin. 

Selain itu, Pemerintah India menggunakan strategi untuk menggabungkan rapid test antigen dengan tes PCR. Hasilnya, kasus positif COVID-19 bisa ditemukan dengan cepat. Salah satu metodenya yaitu bila orang yang kontak erat dengan individu yang tertular dinyatakan negatif melalui rapid antigen, maka warga tetap wajib menjalani tes PCR hingga ditemukan hasil negatif. 

India juga disebut memiliki sumber daya manusia yang berlimpah dan berkualitas. 80 persen kontak erat mampu dideteksi hanya dalam kurun waktu tiga hari sejak kasus ditemukan. "Pemerintah India merekrut 1 juta tenaga tracer di mana terdapat 75 orang tracer untuk 100 ribu orang penduduk. Tenaga tracer itu sudah dilatih untuk mendeteksi kontak erat dengan pasien positif dengan sangat cepat," kata Pandemic Talks. 

India memang sudah melonggarkan pembatasan pergerakan penduduk, tetapi hal itu diimbangi dengan dilakukan tes dan pelacakan yang massif dan cepat baik kepada individu yang bergejala maupun yang tak bergejala. Sementara, bila ada wilayah yang ditemukan memiliki kasus COVID-19 yang tinggi, maka kebijakan lockdown pun kembali diberlakukan. 

2. Polisi di India tidak segan menggunakan kekerasan bagi warga yang melanggar protokol saat lockdown

Petugas kesehatan memakai alat pelindung diri (APD) saat melakukan uji usap pada pekerja konstruksi untuk uji antigen cepat di lokasi konstruksi, ditengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Ahmedabad, India, Rabu (9/9/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Amit Dave)

India termasuk negara yang menjadi sorotan sejak COVID-19 dilaporkan ditemukan di sana. Sebab, populasi warga India yang besar dikhawatirkan bisa mempercepat penyebaran COVID-19 di dunia. 

Perdana Menteri Narendra Modi sempat memberlakukan lockdown yang ketat pada Maret 2020 untuk mengendalikan penyebaran virus Sars-CoV-2. Tetapi, lantaran tanpa disertai persiapan yang matang, lockdown itu malah berujung kepada kericuhan. Bahkan, banyak warga yang terlihat berjalan kaki untuk migrasi dari ibu kota New Delhi menuju ke kampung halamannya. 

Hal lain yang jadi sorotan selama lockdown diberlakukan yakni polisi India seolah dibolehkan menggunakan tindak kekerasan untuk menghukum warga yang melanggar aturan selama pembatasan pergerakan itu masih berjalan. Dalam rekaman video yang viral terlihat polisi tak jarang membawa kayu untuk memukul warga yang tak mengenakan masker. 

Anggota parlemen di India dari kelompok oposisi, Shashi Tharoor, pada 27 Maret 2020 lalu bahkan menyerukan kepada PM Modi agar polisi berhenti menggunakan tindak kekerasan. Apalagi tindak kekerasan itu diduga memicu tewasnya seorang pengemudi mobil ambulans di Kota Pune karena mengangkut warga secara diam-diam ketika lockdown diberlakukan. 

"Saya yakin sebagian besar anggota polisi tengah melakukan pekerjaan terpuji belakangan ini. Namun, mereka yang melakukan tindakan brutal kepada warga justru telah merusak reputasi dan upaya semua orang," ungkap Shashi dalam cuitannya di Twitter. 

Baca Juga: [UPDATE] Ini 10 Negara dengan Kasus Aktif COVID-19 Terbanyak di Dunia

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya